Bismillah,
Penulis bukan ahli hukum tetapi banyak punya teman  ahli hukum dan praktisi hukum. Penulis menyaksikan kejanggalan dalam proses penanganan kasus pelanggaran hukum berupa pembuatan pagar laut sepanjang 30,16 km di laut utara kabupaten Tanggerang. Apa yang janggal? Mari kita diskusikan di sini.
Pelanggaran
Indonesia adalah negara hukum. Maka pelanggaran hukum harus diproses secara hukum. Seluruh yang melanggar harus ditangkap untuk diadili. Tidak cukup hanya dimaafkan. Kenapa? Karena mensertifikatkan laut merupakan  pelanggaran pidana. Masak pelanggaran pidana tidak diadili. Lembaga negara mana yang mesti menyelesaikan pelanggaran hukum itu? Kepolisian, kejaksaan dan KPK merupakan lembaga pengadilan yang mesti menegakkan hukum di republik ini. Jika tidak, maka kita akan dicatat dunia sebagai negara yang tidak menjadikan hukum sebagai panglima.
Prosedur, Materi dan budaya
Penegakkan hukum di negara kita masih jauh tertinggal dari negara kebanyakan negara di dunia. Pada hal kita negara punya landasan hukum yang sangat sangat bagus. Apa itu? Itu adalah panca sila. Kita mempercayai ada Tuhan pencipta alam semesta.. Tuhan YME itu adalah Allah. Allah punya alquran. Alquran memerintakan untuk berbuat adil. Tiap jumaat khotib membacakan khotbahnya bahwa Allah memerintahkan kita berbuat adil.
Tetapi kenapa kita seperti tidak bertuhan? Kenapa kita tidak menjadikan hukum sebagai panglima? Mengapa hukum kita tajam ke bawah tapi tumpul ke atas? Tidak takutkah kita dengan tuhan yang menciptakan kita? Siapkah kita menghadapi pengadilan tuhan pada saat pengadilan  di akhirat kelak?
Pagar laut
Pagar laut adalah kejahatan kemanusiaan yang paling bedar sejak negara kita merdeka. Mengapa? Karena belum ada selama 79 tahun ini dilakukan pemagaran laut, lalu disertifikatkan oleh kementerian Agria. Masyarakat melayan tidak bisa melaut. Mereka terhalang melaut. Pada hal laut mesti bebas siapa saja berlayar dan mencari nafkah untuk keluarga.
Masih berharap