Seperti diketahui bahwa kredit pemilikan rumah atau hipotek adalah pinjaman yang diberikan kepada pembeli rumah dengan skema pembiayaan berjangka sampai dengan persentase tertentu dari harga sebuah rumah atau properti. KPR di Indonesia difasilitasi oleh perbankan dan lembaga sekunder.
Untuk memenuhi pinjaman dengan skema pembiayaan berjangka dengan hitung-hitungan persentase tertentu dari harga sebuah rumah atau properti, perbankan dan lembaga sekunder membutuhkan jaminan kemampuan pembayaran  sistem bayar kredit dari nasabah KPR.Â
Dengan kemampuan yang ditunjukkan oleh nasabah yang melakukan pengajuan KPR lewat gaji atau penghasilan tetap, risiko yang akan dihadapi oleh perbankan dan lembaga sekunder dari kredit macet atas beban pembayaran kredit per bulan bisa ditekan seminimal mungkin. Â Â Â
Fakta-fakta terkait penolakan pengajuan KPR karena penghasilan tidak tetap oleh perbankan dan lembaga sekunder bisa ditelusuri jejaknya. Jadi, yang membuat gen Z ragu ambil KPR untuk memiliki rumah adalah relevansi dari kebutuhan kerja dan penghasilan gen Z yang telah mengalami disrupsi (pergeseran atau perubahan perilaku). Bukan sebab keraguan atau tidak adanya keinginan.Â
Namun selain jenis pekerjaan yang tidak dapat memberikan kepastian atau ketetapan penghasilan per bulan, bagi gen Z kebutuhan tempat tinggal (rumah) tidak menempati posisi lebih utama dibanding kebutuhan akan teknologi dan fashion (gaya hidup).
Artinya, bukan keraguan yang menyebabkan kaum muda atau gen Z tidak ingin memiliki rumah, tetapi relevansi kebutuhan kerja dan penghasilan genz Z yang tidak ramah KPR, yang dapat diuraikan sebagai tiga hal yang menjadi penyebabnya:
1. Pertumbuhan lapangan kerja bagi gen Z di era digitalisasi kini kian didominasi oleh jenis pekerjaan nonpermanen, yang dipengaruhi pula oleh pergeseran atau perubahan perilaku gen Z itu sendiri terhadap kebutuhan jenis pekerjaan yang diminati. Â Â
Dengan demikian, bukan ragu yang membuat gen Z tidak memilih rumah sebagai kebutuhan utamanya, melainkan relevansi dari kebutuhan kerja dan penghasilan gen Z terhadap perkembangan teknologi, yang telah mengalami disrupsi (pergeseran atau perubahan perilaku), dan turut mengubah prinsip serta pandangan terkait mana kebutuhan yang lebih utama atau prioritas.Â
2. Kebutuhan kerja gen z dan kesempatan jenis kerja lepas, sampingan, freelance, sambilan, paruh waktu, bebas, tidak terikat waktu dan aturan, yang lebih terbuka luas dan dijalani, membuat penghasilan dari para gen Z atau kaum muda menjadi tidak tetap.  Â
Ketidaktetapan penghasilan itu tentu saja akan menyulitkan proses pengajuan KPR sebab akan diberlakukan aturan-aturan yang jauh lebih ketat dibanding pekerja tetap terkait persyaratan dan dokumen-dokumen yang harus dilengkapi. Syarat-syarat yang identik dengan kategori wiraswasta atau wirausaha.Â
3. Bagi gen Z kebutuhan tempat tinggal (rumah) tidak menempati posisi lebih utama dibanding kebutuhan akan teknologi dan fashion (gaya hidup). Gen Z cenderung mengutamakan kebutuhan untuk memiliki atau memperbaharui teknologi dan fashion seperti iphone, laptop, tablet, kendaraan dan berbagai out fit yang branded jika dibanding memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang masih bisa dipenuhi dengan cara sewa atau kontrak. Â