Jarak tinggal yang berdekatan dan intensitas komunikasi itu menciptakan kelekatan yang sering kali menimbulkan sifat gaenakan (nggak enakan atau people pleaser) yang melahirkan pelanggan loyal. Inilah tipe pelanggan yang terbentuk dari perilaku empati.Â
Kedua adalah tipe konsumen atau pelanggan malas. Di kanan warung kelontong keluarga frugal living ini terdapat sebuah warung kelontong berjarak 30 meter dan di kirinya ada pesaing yang sama berjarak 20 meter. Kedua warung kelontong itu sudah ada sejak bertahun-tahun sebelum warung kelontong keluarga frugal living berjualan. Harga yang ditawarkan kedua warung pun lebih murah dibanding warung kelontong keluarga penganut frugal living ini.Â
Kesimpulan tentang tipe pelanggan malas ditemukan waktu mengamati sejumlah pelanggan yang ketika diajukan pertanyaan mengapa tetap mau berbelanja di warung kelontong itu bila tahu ada perbedaan selisih harga Rp500 - Rp1000 per barang dengan warung kelontong di kanan atau di kiri? Jawaban mereka sederhana, "Malas, jauh".Â
Tapi semenjak muncul pesaing baru lainnya, yakni warung madura 24 jam di sebelah warung kopi empat sekawan yang tak lagi beroperasi, berikut dengan penawaran harga jual yang juga lebih murah, dua tipe konsumen yang loyal ini mulai beralih dan warung kelontong penganut frugal living berangsur-angsur kehilangan pembeli loyalnya hingga menutup warung kelontongnya secara perlahan.Â
Di ruang lingkup ekonomi makro, perilaku malas konsumen merupakan peluang bagi para pemasar apa pun produk yang dijual baik barang maupun jasa untuk bisa menarik pelanggan. Bisnis-bisnis yang berkembang pesat seperti jasa usaha laundry pakaian, sepatu, cuci kendaraan, warung makan sampai air mineral terkandung adanya perilaku malas konsumen.Â
Bunyi iklan seperti "Budayakan malas mencuci serahkan pada kami" yang dibuat oleh sejumlah pemilik laundry dan "Budayakan malas memasak, makan di sini cuma Rp10 ribu", yang dibuat oleh beberapa warung makan mengimplikasikan bahwa ada kemalasan di dalam aktivitas membayar untuk hal yang bisa dilakukan sendiri di rumah, yang gratis atau bisa jauh lebih murah.Â
Layanan pesan antar dan sistem belanja online yang mengubah perilaku cara berbelanja konsumen juga bukan sekadar datang dari harga promo, efisiensi dan efektifitas yang ditawarkan serta sesungguhnya tidak selalu terealisasi, melainkan ada indikasi perilaku malas di dalamnya. Istilah mager (malas gerak) dan membayar sedikit lebih tidak mengapa asal tetap di tempat, semakin menguatkan bahwa perilaku malas turut menghidupkan pergerakan ekonomi masyarakat.
Ketidaklogisan lain yang paling menonjol dari perilaku malas konsumen yang dibentuk oleh produsen adalah beredarnya berita-berita tentang konsumsi air galon (air mineral kemasan) sebagai salah satu penyebab kemiskinan bagi tingkat masyarakat ekonomi menengah.Â
Dalih kesehatan yang lebih terjamin, efisiensi dan efektifitas mengonsumsi kebutuhan air yang dipercayakan pada air galon (air mineral kemasan), telah membentuk perilaku malas konsumen (masyarakat) untuk memasak air tanah, hingga jauh ke tingkat pembentukan kebiasaan parah yang sulit dikembalikan. Â Â
Sehingga selain efisiensi dan efektifitas, pola pikir minum air tanah pasti jauh lebih berisiko terserang berbagai macam penyakit meskipun faktanya air tanah yang melalui proses masak bisa jauh lebih layak dan sehat untuk dikonsumsi dibanding air galon (air mineral kemasan) sudah telanjur terpatri di dalam benak banyak orang daripada informasi tentang air galon (air mineral kemasan) yang berpontensi membuat miskin.Â
Itulah salah satu cara tak masuk akal (crazyconomics) geliat perekonomian dalam menghidupkan ekonomi masyarakat. Menggemakan kemanfaatan sebuah produk dengan dalih kesehatan, efisiensi dan efektifitas cara mengonsumsi tetapi di baliknya justru mengakibatkan pola sebaliknya; belum tentu lebih aman, boros dan kemasan yang tidak ramah lingkungan.