Dulu sering ada ungkapan kalau ingin cepat pintar, 'buku jangan cuma dibaca tapi dibakar, sisa abu pembakarannya di rendam ke dalam air, lalu airnya diminum'.
 Ini kok rasanya mirip dengan perkataan jangan makan biji buah-buahan, nanti bijinya bisa tumbuh di dalam tubuh kemudian batang, dahan, ranting, daun dan buahnya keluar dari ubun-ubun kepala.Â
Tetapi ungkapan dan perkataan itu hanya imajinasi, tidak pernah terbukti ada orang pintar karena meminum air rendaman sisa abu buku bacaan. Apalagi ada tumbuhan yang dapat tumbuh di kepala manusia.Â
Menurut jalan pikiran yang masuk akal, dua perihal itu jauh dari kelogisan atau di luar nalar. Lalu apa hubungan dua perkara tak masuk akal itu dengan zoning out?
Zoning out secara sederhana merupakan kondisi hilangnya konsentrasi. Dalam dunia membaca bisa diartikan sebagai keadaan pikiran yang mengembara kemana-mana sehingga sebelum sadar halaman buku yang dibaca sudah berpindah, dan halaman yang baru saja dilewati tidak diingat apa isinya.Â
Berupaya kembali pada konsentrasi adalah inti dalam mengatasi zoning out ketika membaca buku atau bacaan lain termasuk bacaan digital. Sebab menggunakan metode apa pun, tanpa adanya konsentrasi jangan harap apa yang dibaca akan diingat atau dipahami. Tetapi bisakah seseorang memanfaatkan zoning out di luar kebiasaan?Â
Kebiasaan dalam mengatasi zoning out dalam membaca buku seperti jeda sejenak kemudian mengulang bacaan, mengeraskan bacaan agar indera lain ikut aktif, mengelola waktu agar membaca dapat dilakukan di saat yang tepat atau berbagai cara lain yang kembali menuntut konsentrasi merupakan cara biasa.Â
Secara personal, saya termasuk orang yang mudah dan cepat mengalami zoning out saat membaca. Saya benar-benar kesulitan untuk mendapatkan konsentrasi dalam melakukan banyak hal.Â
Meskipun berbagai upaya telah saya coba untuk keluar dari zoning out dalam aktivitas membaca, pikiran mengembara kemana-mana, tetap saja datang menyerang.Â
Oleh karena itu saya coba melakukan sesuatu yang tak biasa saat zoning out menyerang ketika membaca, tetapi sesuatu itu tetap yang masuk akal. Sesuatu yang berbeda, yaitu dengan melakukan kembara pikiran, yang justru dilakukan pada saat zoning out menyerang.
Dengan cara kembali ke halaman yang terlewat, tidak membacanya secara seksama melainkan mencari kata, frasa atau kalimat yang bisa dieksplorasi. Dari kata, frasa atau kalimat inilah saya mengembara untuk menyelami, mencari cerita apa yang dapat diceritakan kembali.Â
Mencoba menemukan latar belakang atau asal-usul kata, frasa atau kalimat untuk menempatkannya dalam perspektif yang baru atau berbeda. Soal menyelesaikan bacaannya, seringkali saya tunda nanti saat yakin sudah mempunyai waktu yang tepat.Â
Cara tersebut bagi saya, sementara ini terbukti berhasil menempatkan kata, frasa atau kalimat melalui perspektif berbeda yang sudah saya realisasikan pada sejumlah tulisan meskipun eksistensinya masih jauh dari dikenal, apalagi populer.Â
Tetapi setidaknya, cara saya jika merujuk pada kisah sukses sebuah produk, akan mengingatkan memori ingatan pada kisah sukses produk 'sticky note' yang sesungguhnya berawal dari produk gagal.
Sebuah produk yang ditekuman oleh seorang ilmuwan dari perusahaan Minnesota Mining and Manufacturng (3M) bernama Spencer Silver pada tahun 1968. Ketika itu Spencer Silver melakukan penelitian untuk menemukan lem yang memiliki daya rekat kuat dan sangat tinggi untuk konstruksi pesawat terbang.Â
Secara tak terduga, ia malah menghasilkan perekat dengan daya rekat yang sangat lemah dan mudah dilepaskan, yang lebih dikenal dengan istilah "mikrosfer".Â
Tetapi Spencer Silver tak menyerah dan meyakini bahwa suatu saat temuannya itu akan bermanfaat. Sampai pada suatu hari, Spencer mendemonstrasikan temuannya di sebuah seminar perusahaan.Â
Ia berharap dapat menemukan seseorang yang bisa mengenali keunikan perekat mikrosfer dan membuat produk darinya. Ternyata itulah yang kemudian membuka jalan pemanfaatan dari temuannya tersebut.
Pada tahun 1974, 5 tahun setelah penemuan pertama perekat mikrosfer Spencer, Art Fry menemukan ide brilian untuk membuat pembatas buku yang bisa menempel pada kertas. Ia pun bekerja sama dengan Spencer Silver untuk mengembangkan produk catatan tempel atau sticky note tersebut.
Bertahun-tahun sesudahnya, produk sticky note hingga hari ini masih digunakan oleh sebagian besar orang di dunia sebagai pembatas bacaan halaman buku, penanda halaman penting sampai menjadi media komunikasi sebagai cara baru dalam berinteraksi dan berikirim pesan, produk itu dikenal dengan merek atau branding "Post-it Note".
Pesan dari "Post-it Note" sebagai sebuah produk gagal pada awalnya, jelas, yakni bagaimana menemukan unsur kemanfaatan dari sesuatu yang sudah dianggap gagal. Juga memberikan pesan bagaimana sesuatu yang dianggap gagal tetapi di tangan orang yang tepat atau mampu mengolah sesuatu yang dianggap gagal tersebut, justru bisa menjadi bermanfaat. Di sini promosi atau dengan kata lain sosialisasi, kesabaran dan waktu adalah kuncinya.
Mengalami zoning out dalam membaca atau dalam berbagai aktivitas lainnya pastilah mempunyai manfaat apabila mau berkaca pada kisah sticky note sekalipun dinilai tidak sebanding.Â
Namun yang perlu digarisbawahi dan patut diwaspadai, bagi orang-orang  yang mengalami zoning out dan tidak mampu memanfaatkannya secara positif, maka zoning out akan sangat berpotensi dimanfaatkan oleh orang lain dari sisi negatif. Sebab dalam kondisi tanpa konsentrasi, daya pikir seseorang sangat cenderung mudah dipengaruhi atau termanipulasi.    Â
***
Referensi,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI