Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

'Brumator', Sosok yang Dinanti-nanti Ketika Dunia Dipenuhi Poser

17 November 2023   09:05 Diperbarui: 17 November 2023   09:13 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Brumator. Sumber Gambar : Deror Avi/Kompas.com

Bagi saya yang tidak pernah berinteraksi dengan pelajar lain kecuali teman-teman sekelas saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN),  tawuran antar pelajar pada dekade 1990-an tidak menimbulkan kecemasan dan kengerian.

Tetapi perasaan berbeda justru dialami oleh orang tua terutama ibu saya. Selain sudah menjadi orang tua tunggal pada masa itu, ibu cemas ketika setamat SMP saya berminat dan malah mendaftar di Sekolah Teknik Menengah Grafika yang berlokasi di Kemayoran Jakarta.

Sebab banyak poin terkait tawuran antar pelajar yang membuat kecemasan ibu semakin menjadi bila saya diterima di STM Grafika Kemayoran. Salah satunya adalah jalur lintas kendaraan umum yang menuju STM Grafika dari tempat tinggal kami termasuk zona merah tawuran antar pelajar.

Kecemasan ibu saya ternyata dialami oleh banyak orang tua lainnya. Apalagi ketika itu tiada hari tanpa kejadian tawuran antar pelajar di jalur-jalur lintas akses ke sekolah-sekolah, terutama jalur zona merah tawuran. Bahkan pada masa itu tawuran pelajar hampir setiap hari mengisi ruang berita di berbagai media massa.

Namun kecemasan ibu tidak berlangsung lama setelah saya dinyatakan gagal tes masuk STM Grafika dan malah memilih berhenti sekolah untuk kurun waktu setahun. Beliau juga tak protes dengan keputusan saya memilih berhenti sekolah.  


Sementara kasus-kasus tawuran antar pelajar tidak pernah terhenti dan terus terjadi di mana-mana. Meskipun di zaman itu belum ada teknologi informasi sehebat sekarang, kisah-kisah tawuran pelajar yang dikemas dalam tema-tema heroik, horor, seru-seruan, kenakalan remaja, kriminal, hingga masuk jalur hukum atau lainnya tersebar cepat dan seolah menjadi makanan sehari-hari.

Di antara sekian banyak kisah tawuran, ada sebuah kisah menarik yang pernah saya dengar. Kisah tawuran ini seakan menghadirkan sosok super hero di tengah kondisi atau situasi mencekam yang sedang terjadi. Begini kisahnya:

Suatu ketika di siang hari di sekira tahun 1991-an, sekelompok pelajar putih abu-abu sedang berupaya mengejar sebuah bus PPD yang melintas di Jalan Dr. Sutomo arah terminal Senen. Puluhan pelajar itu baru berhasil menyentuh dan masuk ke dalam bus tepat sesaat bus terhenti oleh lampu warna merah penanda stop di sebuah perempatan.

Di dalam bus, puluhan pelajar yang berhasil masuk mulai merangsek lebih dalam dan mencari satu-persatu penumpang berseragam atau beratribut pelajar yang mencirikan musuh bebuyutannya. Tetapi meskipun rivalnya tidak ditemukan, rupanya kelompok pelajar itu mencoba mencari keuntungan di sela kondisi para penumpang yang tampak ketakutan. Lebih khusus terhadap para penumpang berseragam putih abu-abu yang sudah diketahui bukan musuhnya.

Dengan berbekal senjata-senjata logam atau tajam yang memang sejak tadi sudah mereka bawa di tangan masing-masing, satu-persatu penumpang berseragam pelajar ditodong senjata, diancam akan dilukai, uang dan barang bawaannya diminta paksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun