Mohon tunggu...
Sumiarti Haryanto
Sumiarti Haryanto Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

suka humor, sentimentil, suka membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selain Tuhan, Ada Rohman, Ada Akbar...

25 Agustus 2015   23:48 Diperbarui: 25 Agustus 2015   23:48 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Heboh nama Tuhan dari Banyuwangi menimbulkan berbagai reaksi. Terlepas dari kehebohan dan kontroversi tentang perlu tidaknya Mas Tuhan mengganti nama, faktanya ada nama-nama lain yang serupa atau mirip kasusnya dengan nama tersebut.

Saya mengutip pendapat dari Mufassir Indonesia, Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah Vol/1 halaman 17:

"Kata Allah merupakan nama Tuhan yang paling populer. Apabila Anda berkata "Allah", maka apa yang Anda ucapkan telah mencakup semua nama-nama-Nya yang lain, sedangkan bila Anda mengucapkan nama-Nya yang lain-misalnya ar-Rahim, al-Malik, dan sebagainya--maka ia hanya menggambarkan sifat Rahmat atau kepemilikanNya. Di sisi lain, tidak satupun dapat dinamai Allah, baik secara hakikat maupun majaz, sedang sifat-sifatNya yang lain, secara umum dapat dikatakan bisa disandang oleh makhluk-makhluk-Nya."

Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang lazim di beberapa daerah atau bahkan beberapa negara untuk memberikan nama anak-anak dengan sifat-sifat yang baik yang dinisbahkan kepada Allah. Pa umumnya, memberi nama seorang anak adalah memberikan tanda, doa, harapan, atau mengingatkan akan sesuatu yang baik, menginspirasi atau meneladani. Misalnya seorang anak diberi nama Rohman (karena diharapkan memiliki sifat yang penyayang), Akbar (karena si anak diharapkan menjadi manusia yang besar/bermanfaat), dan setersnya. Banyak nama lain, baik yang digunakan untuk nama laki-laki atau perempuan. Tetangga saya misalnya bernama Ngalimah ('alimah), Rohimah, Rohmah, Rohmat, Ajis, Kholik, dan sebagainya.

Dalam bahasa dan kultur daerah saya--Banyumas-- menyebut Tuhan pun memiliki istilah tersendiri. Jika kita bertemu dengan orang Banyumas yang masih kental dengan logat bahasa Banyumas asli, maka kita akan sering mendengar dia berkata atau menyebut nama Tuhan dengan sebutan yang khas: "Gusti Allah, kula nyuwun pangapunten... (Ya Allah, saya mohon ampunan) .", "Duh Gusti Pangeran sing Maha Kuwasa, muga-muga kula dipun paringi rejeki ingkang kathah... (Ya Allah yang Maha Kuasa, semoga saya diberi rejeki yang banyak)" dan sebagainya. Bahkan wong Banyumas yang masih asli berbahasa Banyumas, tidak mengenal sebutan Tuhan.

Apakah mungkin sebutan Tuhan dalam bahasa Banyuwangi berbeda maknanya dengan sebutan Tuhan dengan yang kita kenal saat ini? Saya percaya bahwa orang tua mas Tuhan tidak mungkin bermaksud menamai anaknya untuk menjadi sesembahan sebagaimana dalam agama-agama, menjadikan mas Tuhan dianggap sebagai Dzat yang paling diagungkan dalam agama. Mungkin ini hanya persoalan bahasa dan makna dalam sebuah bahasa daerah.

Mohon maaf jika kurang berkenan....

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun