Kebiasaan menyimpan makanan secara sembarangan dan membiarkannya terbuka di suhu ruang terlalu lama bisa menyebabkan hilangnya nutrien penting. Makanan yang awalnya bergizi tinggi bisa mengalami penurunan kualitas hanya karena penyimpanan yang kurang tepat. Penyimpanan makanan di rumah sehari-hari ternyata memiliki dampak langsung terhadap kandungan gizi makanan yang dikonsumsi anak. Sayangnya, justru penyimpanan makanan ini selalu menjadi aspek yang jarang disorot. Di sinilah pentingnya memahami bahwa menjaga gizi anak perlu dibarengi dengan sistem penyimpanan yang higienis dan efisien.
Artinya, penyimpanan makanan juga memiliki peran penting dalam mempertahankan nilai gizi, khususnya untuk anak-anak. Dengan menyoroti praktik sehari-hari di dapur dan memperkenalkan solusi seperti penggunaan wadah kedap udara dan aman pangan seperti Tupperware, kita bisa menumbuhkan kesadaran bahwa upaya menjaga gizi anak bisa dimulai dari hal kecil: tutup wadah makanan dengan rapat dan simpan dengan bijak.
Untuk memperbaiki kondisi gizi anak di Indonesia, perhatian berupa intervensi mulai dari pemberian suplemen hingga program makanan tambahan saja tidak cukup. Salah satu aspek yang jarang disorot adalah penyimpanan makanan di rumah yang ternyata memiliki dampak langsung terhadap kandungan gizi makanan yang dikonsumsi anak.
Degradasi Nutrisi
Sejak Tupperware tutup kesadaran masyarakat terhadap kualitas penyimpanan makanan mulai meningkat. Kepercayaan terhadap kemasan dari Tupperware selama ini membuat masyarakat, terutama ibu-ibu meningkatkan kewaspadaan mereka dalam menyimpan makanan. Kualitas material kemasan, kerapatan segel penutup kemasan selalu menjadi bagian yang diperhatikan pertama kali ketika hendak membeli kemasan penyimpan makanan. Ini karena mereka ingin mempertahankan kualitas nutrisi dalam makanan agar tidak cepat rusak sebelum dikonsumsi oleh anak-anak.
Nutrisi dalam makanan, terutama vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C dan B, sangat rentan terhadap oksidasi. Ketika makanan terpapar ara terbuka terlalu lama, vitamin-vitamin ini mulai rusak bahkan sebelum makanan dikonsumsi. Misalnya, buah potong yang dibiarkan di meja makan tanpa ditutup rapat dapat kehilangan sebagian besar kandungan vitamin C-nya dalam waktu kurang dari dua jam. Proses ini tidak terlihat secara kasat mata, namun efeknya sangat nyata terhadap kualitas gizi.
Selain udara, kontaminasi silang dari lingkungan sekitar juga menjadi faktor perusak gizi. Mikroorganisme dari debu, tangan yang tidak bersih, atau serangga bisa mempercepat pembusukan makanan. Proses pembusukan ini tidak hanya menurunkan kandungan nutrisi, tapi juga bisa menghasilkan senyawa berbahaya yang membahayakan kesehatan anak. Penyimpanan makanan secara terbuka menciptakan ruang bagi bakteri patogen untuk berkembang biak dengan cepat, terutama dalam kondisi suhu tropis seperti di Indonesia.
Perubahan suhu yang tidak stabil, seperti menyimpan makanan panas langsung ke kulkas tanpa pendinginan terlebih dahulu, juga bisa merusak kandungan protein dan lemak baik. Beberapa jenis lemak tak jenuh bisa mengalami oksidasi, menghasilkan senyawa radikal bebas yang merugikan. Oleh karena itu, cara penyimpanan tidak hanya soal kepraktisan, tapi juga soal menjaga komposisi kimia makanan tetap stabil dan aman dikonsumsi.
Kelembaban dan cahaya juga tidak bisa diremehkan. Sayuran hijau yang disimpan dalam kondisi terlalu lembab dan terpapar cahaya akan cepat kehilangan zat besi dan klorofil. Begitu pula dengan biji-bijian atau camilan sehat anak yang dibiarkan terbuka, dapat mengalami penurunan kualitas karena serapan air dari udara yang lembab. Meski terjadi setiap hari di dalam rumah, proses ini sering tidak disadari.
Makanan bergizi tinggi sekalipun, jika tidak disimpan dengan benar, maka manfaatnya bisa jauh berkurang. Dalam konteks pemenuhan gizi anak, ini berarti asupan nutrisi yang diasumsikan cukup bisa saja tidak sepenuhnya terserap, karena makanan tersebut telah mengalami degradasi kualitas. Maka dari itu, mengenali musuh tak kasat mata seperti oksidasi, kelembaban, dan mikroba adalah langkah awal membangun kesadaran penyimpanan sehat.