Mohon tunggu...
Sulistyawan Dibyo Suwarno
Sulistyawan Dibyo Suwarno Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

citizen jurnalis yang berkantor di rumah

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Narasi Datar A Man Called Ahok

19 November 2018   12:58 Diperbarui: 19 November 2018   13:04 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
        Daniel Mananta  ( sumber : imdb ) 

                                                                                         

Sebenernya sore itu saya tak ingin menonton Film  A Man Called Ahok. Pinginnya  Nonton Film Fantastic  Beast 2 yang format 3D. Tapi sampai bioskop film sudah berjalan 30 menit. Mau balik situasi diluar  hujan, jadi ya sudahlah.. Sambil Menunggu Hujan reda  saya memilih nonton film Ahok.

" Silahkan Dipilih Pak , Warna Putih Sudah terisi.. " ujar petugas tiket.

Agak lama saya menentukan pilihan kursi, untuk mencari2 yang warna putih. Ternyata hanya  hanya ada 3 warna putih dari bioskop segedhe gambreng itu. Artinya baru 3 orang yang nonton. Padahal  waktu putar film tinggal 20 menit lagi..

Dan benar, sampai film  mulai diputar, hanya 4 orang  yang duduk di kursi penonton. Padahal film ini  banyak mendapat pujian dari situs rujukan imdb.  Baru  pada saat film diputar ada beberapa tambahan penonton.. kalau tidak salah ada  6 orang penonton lagi. Beberapa diantaranya berpasangan.. Jadi Praktis saaat itu  penonton film ini sangat sedikit dan bisa dihitung dengan jari. 

Melihat minimnya penonton, saya  mencoba menaruh ekspetasi bahwa film ini akan menampilkan plot2 alur yang mengejutkan. Apalagi film dibuka dengan suara Ahok yang menceritakan tentang kondisinya di Mako Brimob.  Saya menduga akan terdapat ledakan2 plot dari Film yang diadaptasi dari buku karya Rudi Valinka alias @kurawa dengan judul yang sama. Tapi sepanjang durasi film,  alur film ini berjalan sangat datar. Bahkan  konflik antar tokohnya menurut saya berjalan  kurang natural.  Bahkan  pergantian masa dari Ahok Kecil menuju Ahok Dewasa terlihat sangat tiba-tiba.

Sebagai Film Biopic Film ini mencoba menampilkan Ahok secara utuh mulai dari Ahok  kecil hingga dewasa. Ahok kecil  ( Eric Febrian ) digambarkan sebagai anak yang penurut dan pendiam sementara sosok Kim Nam -- Ayah Ahok -- digambarkan sebagai orang yang emosional. Persis seperti Ahok yang kita lihat di televisi.  Sampai pada bagian ini,  cerita terkesan agak kontradiktif. Ahok kecil  dilukiskan sebagai anak yang kalem, tetapi Ahok Dewasa digambaran sebagai sosok yang emosional dan meledak-ledak. Kontradiksi ini tidak mendapat penjelasan yang rasional dalam film ini. 

Saya tidak mengerti mengapa sutradara menjatuhkan pilihan pada Daniel Mananta, sebagai pemeran Ahok . Bahkan sepanjang durasi, terlihat bahwa sutradara  mencoba bertumpu sepenuhnya  pada akting Daniel  Mananta .  Padahal saya melihatnya, Daniel hanya mampu menjangkau kemiripan suara Ahok yang sedikit serak, sementara postur tubuh  sosok Ahok di film ini terlihat terlalu tinggi dan terlalu langsing.  Hal serupa juga terjadi pada sosok Kim Nam Muda yang diperankan Denny Sumargo ,  dengan  Kin Wah Chew  yang berperan sebagai  Kim Nam Tua.  Denny Sumargo sosoknya terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Kin Wah Chew. 

Sebenarnya,  film A Man Called Ahok ini bisa lebih bagus jika  konflik dibangun lebih dahsyat. Misalnya  antara sosok Kim Nam dengan   Donny Damara selaku pejabat   penguasa tambang. (Saya  lupa nama sosok yang diperankan Donny. )   Tapi sutradara  Putrama  Tuta, kurang dalam mengeksploitir  konflik ini.   Selain itu, sutradara juga kurang dalam menggali emosi, ketika Kim Nam kehilangan  Frans - anak bungsu  yang tewas karena kecelakaan berkendara.  Bahkan adegan berlangsung sangat teatrikal, dengan masuknya   Ci Bun   (Sinta Nursanti.) kedalam layar.

Sejak awal durasi hingga akhir Film, saya mencoba mencari benang merah film ini.   Dan yang saya termukan  justru tentang Kim Nam, seorang pengusaha kaya yang peduli terhadap rakyat Miskin. Tentang Ahok sendiri..  di film ini Ahok justru ditempatkan sebagai sosok pendamping, bukan sosok utama seperti judulnya.  (*) 

Sekian.. !!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun