Mohon tunggu...
Sulaiman Jamin
Sulaiman Jamin Mohon Tunggu... Wiraswasta - MM.Tech President University

Mahasiswa MM.Tech - President University

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kartu Kredit sebagai Penunjang Gaya Hidup

4 Maret 2021   10:00 Diperbarui: 4 Maret 2021   10:09 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Hai kawan-kawan, pada artikel kali ini kita akan membahas seputar kartu kredit sebagai fasilitator gaya hidup dan pada kesempatan ini saya ingin berbagi cerita singkat dari apa yang saya pelajari dari jurnal akademis marketing terkait praktik penggunaan kartu kredit. Hampir sebagian besar masyarakat global termasuk indonesia, pasti pernah atau bahkan sampai hari ini memakai kartu kredit. 

Di amerika sendiri, kartu kredit memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomiannya. Berdasarkan data pada kuartal kedua tahun 2003, jumlah hutang dalam aktivitas pemakaian kartu kredit mencapai kurang lebih 1 triliun dollar di amerika, bayangkan betapa signifikannya terhadap perekonomian. Selain itu, banyak juga yang mengalami kebangkrutan yang jumlahnya mencapai 1.5 juta orang dikarenakan tidak mampu memikul beban hutangnya. 

Menurut manning (2000), hampir setengah dari pengguna kartu kredit tidak memiliki saldo bulanan. Hal ini terjadi tentunya dikarenakan tidak terkendalinya penggunaan kartu kredit atau pemakaiannya yang secara impulsif. Pada dasarnya memang kartu kredit berfungsi sebagai pendukung atau bolstering purchasing power masyarakat. Hanya saja, pengguna harus mengerti bagaimana cara penggunaannya agar tidak terperangkap dalam penjara hutang atau istilahnya dikenal dengan Debt Prison. 

Dalam penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Bernthal, Crockett dan Rose, penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif yang tujuannya untuk mempelajari lebih mendalam tentang praktik penggunaan kartu kredit terhadap manajemen gaya hidup. Ada dua istilah yang mewakili gaya hidup dalam praktik kartu kredit yaitu, achieving lifestyle dan coping lifestyle. 

Achieving lifestyle adalah kemampuan untuk mendapatkan bermacam-macam objektif gaya hidup, sedangkan coping lifestyle adalah restriksi dalam mencapai objektif gaya hidup. Penting sekali bagi pemakai kartu kredit untuk memiliki kontrol yang baik, agar arah atau trajectory selalu berada dalam arah dan lingkup freedom atau kebebasan dan sebaliknya. Kartu kredit memiliki peran kuat dalam pembentukan gaya hidup atau lifestyle penggunanya, dua diantaranya yaitu sebagai lifestyle building dan lifestyle signaling. Lifestyle building pada praktiknya ada 2 macam yaitu low cultural capital dan high cultural capital. 

Letak perbedaannya adalah LCC atau low cultural capital, si pengguna memperlakukan kartu kredit lebih sebagai solusi darurat bukan digunakan secara konstan atau impulsif. Contohnya adalah ketika saat pengguna mengalami suatu kecelakaan yang dimana harus mengeluarkan biaya reparasi terhadap kendaraannya. 

Sebaliknya HCC atau High Cultural Capital, si pengguna memperlakukan kartu kredit sebagai alat untuk mendapatkan atau memuaskan keinginannya, misal pergi liburan ke luar kota atau ke luar negeri, belanja baju atau kosmetik baru, dsb. Kartu kredit sebagai lifestyle signalling secara LCC atau Low Cultural Capital, si pengguna memperlakukan kartu kredit sebagai alat untuk pamer purchasing power kepada teman atau lawan sosialnya. 

Sedangkan secara HCC atau High Cultural Capital, si pengguna menggunakan kartu kredit sebagai alat untuk meningkatkan personal imagenya dalam lingkaran sosialnya, contohnya seperti klien atau bossnya. Praktik penggunaan kartu kredit yang paling berbahaya adalah yang dapat membuat terperangkap dalam Debt Prison. Pertama adalah rasionalisasi, seringkali pengguna merasionalisasikan alasan kenapa mereka harus menggunakan kartu kreditnya. 

Hal ini mereka lakukan untuk mengurangi rasa bersalah dalam konsumsi, seperti contoh membayar listrik, membayar kebutuhan anak, kebutuhan untuk persalinan, dsb. Kemudian praktik menghadiahi diri sendiri sebagai justifikasi untuk bisa memakai kartu kredit, misal ketika merasa sudah bekerja keras dalam suatu hal berpikir tidak ada salahnya untuk menghadiahi atau menghargai diri sendiri. Lalu praktik diskon, pada praktik ini seringkali pengguna kartu kredit merasa bahwa mereka diringankan dengan adanya diskon. 

Padahal sebenarnya itu hanyalah sebuah trik umpan untuk mereka dapat menggunakan kartu kredit secara terus menerus. Pada akhirnya, praktik-praktik yang umum terjadi di masyarakat ini mengakibatkan banyak pengguna kartu kredit yang terperangkap dalam Debt Prison, yang dimana beban hutang yang tertimbun sangat tinggi sehingga kesulitan untuk membayarnya. Pada kesimpulannya, penggunaan kartu kredit harus disandingkan dengan kontrol yang baik sehingga manfaatnya sebagai penunjang kehidupan dapat dirasakan secara positif dan tidak terperangkap dalam jeratan hutang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun