Mohon tunggu...
Suksma Ratri
Suksma Ratri Mohon Tunggu... Lainnya - Senior Communication Officer and Gender Focal Point - Solidaridad Network Indonesia

Solidaridad Indonesia adalah sebuah lembaga nirlaba yang memfokuskan diri untuk pemberdayaan petani mandiri dan adaptasi terhadap perubahan iklim di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berbagi Pengalaman Dari Proses Sertifikasi RSPO (Bagian 2 - selesai)

8 Juli 2022   10:24 Diperbarui: 8 Juli 2022   10:25 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

......(sambungan dari bagian 1) 

Prinsip 2: Legalitas, Penghormatan Atas Tanah dan Kesejahteraan Masyarakat

Untuk memenuhi prinsip kedua pada standar keberlanjutan RSPO, organisasi petani beserta anggotanya akan menerima pendampingan agar bisa turut serta dalam pemenuhan legalitas lahan kebun mereka, termasuk memastikan kebun-kebun mereka berada di luar kawasan hutan.

Secara teknis, pemetaan lahan kebun dilakukan oleh pihak yang memiliki kemampuan pemetaan seperti geographical information system (GIS). Atau bisa juga dilakukan oleh lembaga pendamping yang memiliki kapasitas dalam hal pemetaan. Hasil pemetaan tersebut kemudian akan di overlay ke peta kawasan, peta konsesi, dan peta gambut, untuk melihat apakah sebaran kebun milik petani tersebut berada di zona tertentu.

Kepemilikan lahan petani dampingan harus dipastikan tidak dalam status sengketa atau berkonflik, baik dengan masyarakat setempat, masyarakat adat, maupun dengan pengguna/pemilik lahan lainnya. Sebaran petak lahan pun harus berada di luar kawasan-kawasan yang diklasifikasikan sebagai Taman nasional, kawasan lindung yang diproteksi oleh hukum nasional, regional maupun daerah, atau kawasan lainnya yang diatur dalam Interpretasi Nasional.


Lembaga pendamping dapat membantu organisasi petani untuk melakukan pemetaan dengan hasil akhir peta lahan dalam format (.shp) yang nantinya bisa digunakan sebagai dokumen lampiran untuk pendaftaran keanggotaan RSPO. Biasanya lembaga pendamping juga akan memberikan pelatihan pengambilan titik koordinat dengan menggunakan GPS atau polygon lahan/kebun. Selanjutnya lembaga pendamping akan membantu proses pendataan yang keluarannya adalah peta lahan persil petani. Hasil akhir ini menjadi salah satu syarat pendaftaran sertifikasi RSPO yang digunakan sebagai bahan pembuatan laporan Land Use Change Analysis atau LUCA. Selain menyusun laporan LUCA, organisasi petani biasanya juga akan didampingi saat melakukan penilaian Nilai Konservasi Tinggi atau NKT, termasuk proses pemetaan area NKT, yang hasil akhirnya juga dilampirkan sebagai salah satu dokumen yang disyaratkan dalam proses sertifikasi RSPO. Laporan LUCA yang masuk kemudian akan diverifikasi dan laporan NKT yang masuk akan diberikan penilaian oleh pihak RSPO sebelum diterbitkannya keputusan pemberian nomor identitas anggota RSPO kepada organisasi yang mendaftar. 

Sebagai gambaran, proses pendaftaran menjadi anggota RSPO memang melewati proses yang cukup panjang. Dimulai dengan pemenuhan dokumen administratif kelembagaan seperti akta pendirian, basisdata anggota kelompok, sampai dengan peta sebaran lahan kebun anggota, dan area NKT.

Dalam pengajuan keanggotaan RSPO, organisasi petani perlu melengkapi dokumen kelembagaan beserta dokumen pendukung lainnya seperti:

  1. Akta Pendirian Organisasi
  2. NIB (Nomor Induk Berusaha)
  3. Berita Acara Penunjukan Manajer Kelompok
  4. Laporan LUCA (tabel Excel dan dokumen .shp)
  5. Hasil penilaian NKT
  6. Berita Acara kesepakatan untuk terlibat dalam praktik kelapa sawit berkelanjutan dan menjadi anggota RSPO
  7. Iuran keanggotaan RSPO sesuai dengan aturan keanggotaan RSPO bagi petani swadaya

Prinsip 3: Penghormatan Terhadap Hak Azasi Manusia, termasuk Hak dan Kondisi Pekerja

Untuk memenuhi prinsip ketiga dari standar keberlanjutan RSPO ini, seluruh anggota organisasi petani diminta untuk berkomitmen tidak akan menggunakan pekerja yang berasal dari praktik kerja paksa. Untuk itu, seluruh anggota organisasi wajib memberikan informasi terkait sumber tenaga kerja yang digunakan di kebun mereka masing-masing. Ini termasuk juga anggota keluarga yang membantu, tenaga kerja kontrak, dan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pihak lain di kebun anggota. Pada prinsipnya, pemberian informasi ini merupakan bentuk transparansi informasi yang berperan penting dalam hal ketelusuran sumber buah sawit yang berkelanjutan. Sehingga bisa dipastikan hasil panen dari kebun anggota organisasi ini telah memenuhi kriteria sebagai hasil panen yang etis dan tidak melanggar HAM.

Setiap anggota organisasi petani harus menyelesaikan pelatihan tentang praktik pemberian kerja yang adil dan mengacu pada prinsip-prinsip pemenuhan HAM, dan melaksanakan langkah-langkah untuk memastikan bahwa semua pekerjaan dilakukan atas dasar sukarela dan tidak memiliki praktik-praktik yang dilarang seperti:

  1. Penahanan dokumen identitas
  2. Pekerja harus membayar biaya perekrutan
  3. Substitusi kontrak kerja
  4. Kerja lembur yang dipaksakan
  5. Tidak ada kebebasan bagi pekerja untuk mengundurkan diri
  6. Adanya hukuman/penalti jika terjadi pemutusan hubungan kerja
  7. Kerja ijon
  8. Penahanan upah

Pelatihan yang dilakukan merupakan bagian dari rangkaian pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO yang diberikan kepada organisasi petani. Hasil yang diharapkan dari rangkaian pelatihan ini adalah terbentuknya pemahaman pada anggota organisasi petani tentang prinsip-prinsip keadilan dan HAM pada pekerja kebun, termasuk anggota keluarga yang membantu; tidak ada pembatasan akses terhadap dokumen identitas pekerja; terdapat kebebasan untuk bergerak dan menyatakan pendapat ataupun memilih pekerjaan bagi pekerja.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, organisasi petani juga harus menyatakan komitmennya untuk tidak mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Adapun pekerjaan yang boleh dilakukan oleh anak-anak di kebun keluarga (milik anggota keluarga atau orang tua mereka) haruslah pekerjaan ringan yang sifatnya membantu, diawasi oleh orang dewasa untuk aspek keselamatan dan keamanannya, serta tidak boleh mengganggu waktu sekolah atau belajar mereka. Anak-anak juga dilarang untuk ditempatkan apda area kebun yang berbahaya dan tidak dibenarkan untuk membantu kerja-kerja yang sifatnya berbahaya. Hal ini harus diterjemahkan ke dalam Standard Operational Procedures (SOP) atau Prosedur Operasional Standar tentang ketengakerjaan oleh ICS yang bertugas menyusun SOP.

Hal-hal lain yang berkenaan dengan pemenuhan prinsip ketiga standar keberlanjutan RSPO adalah organisasi petani harus berkomitmen untuk memberikan upah kepada pekerja sesuai dengan syarat minimal dalam hukum yang berlaku. Ini termasuk juga kesepakatan kedua belah pihak antara pemberi kerja dan pekerja kebun. Organisasi petani melalui ICS perlu menyusun aturan terkait pengupahan ini dalam SOP organisasi. Tetapi secara umum biasanya petani sawit swadaya melakukan berbagai pekerjaan di kebunnya sendiri, seperti perawatan dan panen. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja mereka menggunakan tenaga kerja tambahan dari pihak lain. 

Selanjutnya, pengurus dan anggota organisasi petani harus menyelesaikan pelatihan tentang mekanisme pengaduan keluhan. Mekanisme ini termasuk salah satu sarana yang bisa digunakan oleh anggota untuk menyampaikan keluhan atau aspirasi mereka secara lisan maupun tertulis. Perlu dipastikan bahwa seluruh anggota memahami hak dan kebebasannya untuk mengajukan aduan, aspirasi, atau keluhan kepada Manajer Kelompok atau pihak ketiga yang sesuai, termasuk kepada RSPO.

Organisasi petani juga perlu menyusun dan menerapkan aturan terkait kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja (K3) dalam rangka memastikan kondisi dan fasilitas kerja yang aman serta telah memenuhi persyaratan minimum sesuai hukum yang berlaku. Hal ini juga perlu disosialisasikan dalam bentuk pelatihan kepada seluruh anggota organisasi. Anggota juga memiliki kebebasan untuk menyatakan keinginannya bekerja di tempat yang aman dan bebas diskriminasi, pelecehan, atau kekerasan berbasis gender, sesuai komitmen keanggotaan RSPO.

Prinsip 4: Melindungi, Mengonservasikan, dan Meningkatkan Ekosistem dan Lingkungan

Pemenuhan prinsip keempat RSPO ini berfokus pada ketaatan terhadap peraturan tata kelola lingkungan, termasuk pembatasan penggunaan pestisida kimia.

kegiatan awal yang bisa dilakukan adalah pelatihan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT). Setelah petani memahami apa yang dimaksud dengan NKT dan SKT, serta jenis-jenisnya, mereka dapat mulai mengidentifikasi lahan milik mereka masing-masing terkait dengan ada atau tidaknya NKT di lahan mereka, atau masuk atau tidak masuknya lahan mereka ke dalam akwasan NKT. Petani juga bisa mulai mengidentifikasi kriteria NKT yang ada di sekitar wilayan kerja mereka.

Ada 6 kategori NKT yang harus diketahui para petani, yaitu:

NKT 1: Wilayah yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi

NKT 2: Bentang lama yang penting bagi dinamika ekologi alami

NKT 3: Ekosistem langka atau terancam punah

NKT 4: Wilayah penyedia jasa lingkungan

NKT 5: Wilayah penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat

NKT 6: Wilayah penting untuk budaya lokal

Budidaya kelapa sawit berkelanjutan bisa terwujud apabila tetap memperhatikan unsur pelestarian alam dan lingkungan di dalamnya. Oleh karena itu, organisasi petani beserta anggotanya yang merupakan pekebun sawit swadaya perlu mengetahui NKT dan fungsinya bagi kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainnya.

Secara umum, dalam pelatihan ini dibahas tentang pentingnya memelihara dan melestarikan NKT dan hutan SKT, konflik antara manusia dan satwa liar, serta mengenali spesies-spesies langka, terancam, dan genting (rare, threatened, and endangered - RTE) serta ekosistem-ekosistem yang penting.

Setelah pelatihan dilaksanakan, organisasi petani bisa mulai melakukan penilaian NKT di kebun mereka serta mulai menelaah apakah ada salah satu atau beberapa NKT di sekitar lahan mereka. Berdasarkan kesimpulan temuan penilaian lapangan, NKT yang ditemukan perlu dirumuskan rencana pengelolaannya. Sebagai contoh, apabila ditemukan NKT 4 di sekitar kebun berupa sungai, rencana pengelolaannya bisa berupa pemberian patok batas revarian sungai, penanaman pohon kayu, dan imbauan untuk tidak menyemprot  pestisida di area pengelolaan revarian sungai atau di araea NKT 4 tersebut. Diharapkan, seluruh anggota organisasi petani akan menerapkan prinsip kehati-hatian yang tinggi dalam menjaga dan melestarikan area NKT. Untuk area NKT spesies langka atau RTE, fungsi konservasi dan perlindungan harus diterapkan secara tepat.

Masih dalam ranah pengelolaan lingkungan, organisasi petani beserta seluruh anggotanya harus berkomitmen untuk tidak menggunakan api pada petak lahan mereka ketika melakukan persiapan lahan, pengendalian hama, atau pengelolaan limbah di kebun. Hal ini juga perlu disusun dalam SOP pengendalian kebakaran oleh ICS.

Secara rutin, Manajer Kelompok dan anggota organisasi harus memastikan tidak ada bukti fisik penggunaan api baru untuk pengendalian hama oleh pekebun. Sebagai upaya mitigasi terhadap penggunaan api di kebun, organisasi petani harus melakukan pelatihan manajemen api kepada seluruh anggotanya. Di dalam pelatihan ini dibahas tentang alternatif penggunaan api untuk persiapan lahan, pengendalian hama, dan pengelolaan limbah di kebun (jika sesuai dan memungkinkan) yang dapat diambil. Selain itu juga dibahas dan diberikan praktik pencegahan kebakaran serta cara merespon dan mengelola kebakaran pada masyarakat dan desa.

Selain pelatihan manajemen kebakaran, organisasi petani juga perlu melakukan pelatihan Praktik Pengelolaan Terbaik (PPT) untuk pestisida. Termasuk di dalamnya adalah soal penggunaan, penyimpanan, dan pembuanganpestisida; dan pemahaman mengenai risiko pestisida bagi ibu hamil dan menyusui.

Pestisida harus digunakan dengan cara yang aman, tidak membahayakan kesehatan pekerja, keluarga, masyarakat, ataupun lingkungan. Setiap anggota diimbau untuk memberikan informasi kepada Manajer Kelompok untuk menyimpan catatan pembelian dan penggunaan pestisida. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan jenis dan jumlah pestisida yang diterapkan di kebun masing-masing anggota. Secara teknis, organisasi petani perlu mengatur hal ini dalam SOP untuk penggunaan pestisida dan penanganan kemasan bekas pestisida.

Terakhir, dalam upaya pemenuhan prinsip keempat ini, organisasi petani dan anggotanya harus mengupayakan pengendalian hama, gulma, dan penyakit serta spesies introduksi yang invasif, dengan menggunakan teknik-teknik yang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara tepat.

Organisasi petani beserta seluruh anggotanya harus berkomitmen terhadap aktivitas mengoptimalkan pelaksanaan pendekatan PHT dan meminimalisir penggunaan pestisida dan herbisida kimia di kebun anggotanya. Hal ini dimaksudkan sebagai bagian dari upaya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Teknis pengelolaannya bisa dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan rutin kepada petani anggota untuk memastikan penerapan pengendalian hama dengan teknik PHT dilakukan dengan baik dan benar.

******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun