[caption caption="Kapal Kelud dapat mengangkut 2.000 orang sekali jalan. (Foto Sujadi)"][/caption]Bangkitnya dunia penerbangan menjadikan jarak semakin pendek. Belahan dunia mudah dikunjungi dan aktivitas manusia semakin mudah untuk berpindah secara cepat. Perjalanan haji, sebelum menggunakan pesawat, andalannya adalah kapal laut. Bahkan pada sebelum tahun 1970-an masih ada alternatif menggunakan kapal laut bagi Indonesia. Seiring majunya dunia penerbangan, perjalanan haji tergantikan dengan pesawat udara yang lebih cepat, mudah dan murah. Kapal laut tidak pernah lagi dipergunakan untuk angkutan jemaah haji.
Selasa (27/10/2015), saya kedatangan tamu. Seorang Kapten yang pernah menjadi nakhoda kapal carter Indonesia untuk membawa para jemaah haji dari Tanjung Priok ke Saudi Arabia. Konon pada waktu itu Indonesia menggunakan kapal laut carter dari Eropa untuk mengangkut jemaah haji asal Indonesia. Sang Kapten kini masih gagah meskipun usianya lebih dari 70 tahun. Beliau menjadi pengusaha di Jakarta.
Perjalanan haji dengan kapal laut dari Jakarta ke Arab Saudi waktu itu ditempuh selama 9 hari. Berarti tidak jauh beda dengan perjalanan dari Tanjungpriok ke Jayapura, Papua, dengan menumpang kapal Pelni yang memakan waktu sekitar 7 hari. Hanya selisih 2 hari saja. Betapa luas wilayah Nusantara ini.  Bandingkan dengan pesawat dari Jakarta ke Arab Saudi yang hanya sekitar 8–10 jam dari Jakarta sampai Jeddah.
Pesawat memiliki keunggulan, yakni kecepatan yang sangat tinggi. Sementara kapal laut memiliki keunggulan mampu mengangkut secara massal. Sekali angkut, kapal laut Pelni dapat memuat sekitar 2.000 hingga 3.000 orang. Â Perusahaan BUMN ini menjadi satu-satunya yang memiliki kapal penumpang dengan kapasitas besar dan memiliki jaringan trayek Nusantara terjauh dengan ribuan mil dari Sumatera hingga Papua. Dari Natuna, Miangas, hingga Pulau Rote.
Menarik cerita tamu saya. Ia pernah menjadi bagian penting ABK kapal carter Eropa yang membawa jemaah haji. Kedatangan sahabat saya meminta informasi kepada  PT Pelni, apakah mungkin kapal Pelni yang berkapasitas 3.000 orang dapat  dipergunakan untuk mengangkut jemaah haji atau jemaah umroh jdari Indonesia ke Arab Saudi.
Meskipun trayek kapal Pelni tidak melayari jalur luar negeri, para Nakhoda dan ABK cukup berpengalaman mengarungi ganasnya ombak dan badai di lautan. Secara teknis Kapal Pelni memungkinkan dan bisa diarahkan ke arab Saudi untuk mengangkut jemaah umroh atau jemaah haji. Namun apakah orang Indonesia mau naik kapal berhari-hari dari Jakarta ke Arab Saudi? Merubah mindset Jemaah yang sudah terbiasa dengan pesawat tidak mudah. Tidak terselenggaranya haji dan umroh dengan kapal laut karena tidak ada penyelenggara haji dan umroh yang menawarkan kapal laut sebagai alternatif.
Masyarakat umumnya sudah melupakan kapal laut sebagai sarana transportasi di negeri ini. Kedatangan sahabat saya menandakan masih ada orang yang masih peduli dengan kapal laut sebagai sarana angkutan. Meskipun bagi kita sudah tersingkirkan dari ingatan dan alternatif transportasi, angkutan berumroh atau berhaji dengan kapal laut merupakan ide dan tawaran menarik di tengah poros maritim dan tol laut yang digagas oleh Presiden Jokowi. Meskipun mungkin saat ini akan ditertawakan orang karena waktu tempuh yang berhari-hari menempuh perjalanan laut, namun perjalanan laut memiliki pengalaman tak terlupakan. Bila dikaitkan dengan ibadah, perjalanan umroh atau haji dengan kapal laut dapat menguji keimanan seseoarang.
Perjalanan haji dengan kapal laut akan memakan waktu cukup lama. Selama perjalanan dapat diisi dengan kegiatan ibadah manasik sebagai bekal di tanah suci. Para peserta haji atau umroh dengan kapal laut akan diajak beribadah dan berlatih di dalam 'pesantren kapal' yang dibimbing oleh para ustad.
Meskipun menjadi alternatif transportasi haji, pelaksanaan haji dan umroh dengan kapal laut hanya pilihan terakhir, bahkan bukan pilihan bagi calon jemaaah haji atau umroh. Lalu apakah kapal laut lebih murah dibanding pesawat udara? Belum tentu, karena perjalanan jauh memerlukan bahan bakar dan perbekalan yang tidak sedikit. Ketersediaan air tawar bersih, bekal makanan dan sebagainya. Jadi bekal perjalanan kapal cukup banyak dan perlu biaya.
Meskipun memerlukan bahan bakar dan  bekal perjalanan cukup banyak, bila pesertanya banyak, biayanya bisa lebih murah. Andaikan dalam satu kapal terisi 2.000 orang, dengan tarif Rp 10 juta pergi pulang, maka akan terkumpul dana sekitar Rp 20 milyar. Mungkin cukup untuk biaya kapal. Meskipun mimpi, tak berarti mustahil tidak terwujud. Permasalahnya, jumlah kapal Pelni pun terbatas. Semua sudah dikontrak oleh pemerintah untuk digunakan sebagai angkutan penugasan pelayanan publik untuk mengantar warga ke berbagai pelosok demi menghubungkan pulau-pulau. Untuk merangkai Nusantara menjadi Indonesia.***   Â
Akhmad Sujadi