Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Teori Viktor Frankl tentang Makna Hidup

13 Juli 2020   18:35 Diperbarui: 13 Juli 2020   22:48 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Neurolog dan Psikiater dari Austria, Fiktor Emil Frankl (kaskus.co.id)

Dalam buku Man's Search For Meaning secara umum menjelaskan keinginan paling fundamental pada diri manusia, yakni memperoleh makna atas keberadaan dirinya. Viktor Frankl menyebutnya sebagai "keinginan pada makna".

Jika keinginan pada makna itu tidak terpenuhi, maka individu akan mengalami "frustasi eksistensial" yang bisa mengarahkan individu pada suatu bentuk neurosis yang ditandai oleh pelarian demi kebebasan dan tanggung jawab.

Kamp Kosentrasi: Makna Penderitaan

Pada bab pertama buku ini diuraikan bagaimana situasi pengalaman dalam sebuah kamp konsentrasi. Dikatakan bahwa hidup dalam kamp konsentrasi adalah suatu perjuangan tanpa henti.

Dikatakan demikian, karena hampir pasti seluruh kehidupan di dalam kamp itu dikisahkan tentang pengorbanan, penderitaan dan kematian. Setiap orang dikendalikan oleh satu pikiran saja yakni pemeliharaan diri. Setiap orang selalu berusaha untuk menyelamatkan diri, ataupun kelompoknya.

Apa yang dirasakan dalam kamp konsentrasi itu dipandang sebagai bagian dari hidup itu sendiri. Mereka tidak merasakan adanya kemungkinan untuk kembali dibebaskan dan boleh menikmati kehidupan dengan orang yang dicintai. Keinginan akan hidup yang baik rupanya lenyap ditengah situasi yang dialami. Pada intinya mereka mengambil sikap pasrah, dengan keadaan yang akan terjadi pada diri mereka.

Adapun fase-fase reaksi ketika seorang nara pidana hidup di dalam kamp antara lain:

Fase pertama. Setelah masuk kamp mereka merasa shock, kerinduan bagi mereka yang ditinggalkan, dan merasa jijik melihat keburukan, penderitaan dan rasa sakit yang mengelilingi dia.

Fase kedua, ditandai oleh sikap apatis. Para tahanan merasa terbiasa dengan situasi penderitaan yang dialami yang apa akhirnya mengalami kematian emosi. Di sini muncul rasa pesimisme dengan dengan sebuah perjuangan untuk mengubah kembali penderitaan yang dialami.

Penggambaran fase-fase ini menyatakan bagian dari afektivitas manusia di mana manusia sebagai subyek ditentukan oleh pengalaman sebagai objek yang dialami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun