Ramadan selalu datang seperti turnamen besar. Bukan sekadar festival tahunan, tapi sebuah ajang pembuktian. Seperti atlet yang berlaga di Olimpiade, setiap detiknya harus dimaksimalkan. Tapi jujur saja, di tahun-tahun sebelumnya, aku lebih sering jadi penonton ketimbang pemain. Target ibadah hanya wacana, waktu berlalu begitu saja, dan aku baru sadar kehilangan momentum ketika Ramadan sudah hampir selesai.
Tahun ini, aku mau turun ke lapangan. Aku nggak mau lagi jadi sekadar peserta yang numpang lewat. Aku ingin jadi pemenang di bulan yang penuh keberkahan ini. Dan untuk itu, aku harus punya strategi. Aku harus mengatur waktuku dengan baik, seperti seorang atlet yang berlatih untuk meraih emas.
Subuh: Kick-off yang Menentukan Irama Permainan
Seorang atlet tidak akan memulai hari dengan malas-malasan. Begitu juga Ramadan ini, aku tidak akan menyia-nyiakan Subuh hanya untuk kembali tidur. Dulu, setelah sahur dan shalat, aku sering memilih rebahan, mengabaikan waktu emas yang bisa dipakai untuk sesuatu yang lebih berharga.
Tahun ini, aku ingin memulai hariku dengan ritme yang benar. Setelah Subuh, aku akan membaca Al-Qur'an, menghafal satu ayat per hari, atau sekadar merenung tentang apa yang bisa aku perbaiki dalam hidupku. Jika energi masih berlimpah, aku akan bergerak---berjalan santai, merapikan rumah, atau melakukan aktivitas ringan yang membuat tubuh tetap segar.
Siang: Menjaga Fokus di Tengah Tekanan Pertandingan
Siang hari di bulan Ramadan adalah ujian ketahanan. Seperti babak kedua dalam sebuah pertandingan, energi mulai menurun, tapi justru di sinilah mental diuji. Dulu, aku sering menjadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Tapi sekarang, aku tahu bahwa pemenang adalah mereka yang tetap produktif meski dalam tekanan.
Tahun ini, aku akan tetap menjaga ritme. Aku akan membuat to-do list sederhana agar pikiranku tetap terarah. Aku akan menyelesaikan pekerjaan yang paling menantang di pagi hari saat energi masih tinggi, lalu menyesuaikan ritme di siang hari dengan tugas-tugas yang lebih ringan. Ramadan bukan alasan untuk berhenti berkarya, tapi justru kesempatan untuk melatih kedisiplinan.
Sore: Ngabuburit Layaknya Latihan Pemanasan Sebelum Babak Final
Dulu, ngabuburit hanyalah waktu kosong yang kuisi dengan scrolling media sosial atau menonton sesuatu tanpa tujuan. Tapi sekarang aku sadar, waktu ini bisa menjadi kesempatan emas untuk persiapan menuju puncak permainan: berbuka puasa.