Kecerdasan buatan (AI) bukan lagi fiksi ilmiah; ia telah meresap ke dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari cara kita bekerja hingga berinteraksi. Namun, seiring dengan potensinya yang luar biasa, muncul pula kekhawatiran tentang risiko, bias, dan penyalahgunaan. Menjawab tantangan ini, Uni Eropa baru saja menetapkan sebuah standar global melalui EU AI Act, sebuah regulasi komprehensif pertama di dunia yang akan mengubah cara AI dibuat dan digunakan.
Mungkin terdengar jauh, namun peraturan ini akan memberikan efek domino ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Mengapa? Karena setiap perusahaan teknologi global yang ingin produknya diakses oleh 450 juta konsumen Eropa harus mematuhi aturan ini. Inilah saatnya bagi kita di Indonesia---mulai dari mahasiswa, pekerja profesional, hingga pemerintah---untuk memahami dan mengantisipasi perubahan besar ini.
Pada intinya, EU AI Act adalah upaya untuk membangun kepercayaan (trust) antara manusia dan teknologi AI. Regulasi ini bukanlah untuk menghambat inovasi, melainkan untuk memastikannya berjalan seiring dengan nilai-nilai kemanusiaan. Pendekatannya sederhana namun kuat, yaitu berdasarkan tingkatan risiko.
Bayangkan AI seperti kendaraan. Ada sepeda (risiko minimal), sepeda motor (risiko terbatas), mobil (risiko tinggi), hingga pesawat terbang (risiko sangat tinggi). Tentu aturan keselamatan untuk sepeda dan pesawat berbeda. Begitu pula dengan AI:Â
- Risiko Tak Terhingga (Dilarang): AI yang dianggap mengancam hak asasi manusia akan dilarang total. Contohnya adalah sistemÂ
- social scoring (pemberian skor sosial) oleh pemerintah atau mainan yang bisa memanipulasi suara untuk mendorong perilaku berbahaya pada anak.
- Risiko Tinggi (Diawasi Ketat): Ini adalah fokus utama regulasi. AI yang keputusannya berdampak signifikan pada hidup seseorang masuk kategori ini, seperti AI untuk rekrutmen kerja, diagnosis medis, atau pengajuan kredit. Sistem ini
wajib memenuhi syarat ketat: transparan, bisa diawasi manusia, dan datanya harus berkualitas tinggi untuk mencegah diskriminasi. - Risiko Terbatas (Wajib Transparan): Pengguna harus tahu jika mereka sedang berinteraksi dengan AI. Contohnya, saat Anda berbicara dengan chatbot, harus ada pemberitahuan jelas. Hal yang sama berlaku untuk konten deepfake.
Risiko Minimal: Sebagian besar aplikasi AI saat ini, seperti filter spam atau rekomendasi musik, masuk kategori ini dan bebas dari aturan tambahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI