Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis Restoran yang Menantang

29 April 2012   11:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di dunia ini tidak ada jenis bisnis atau usaha lain, yang sama uniknya dengan usaha restoran. Didalam bahasa gaul, usaha di bidang ini disebut nggak adé matinyé. Memang selama hidupnya manusia akan memerlukan makan, oleh karena itu selama peradaban manusia masih ada, selama itu pula bisnis restoran akan laku. Akan tetapi pada kenyataannya, bisnis restorasi tidak selalu bergelimang sukses dan mendatangkan untung. Tidak jarang kita mendengar tentang seseorang yang kehabisan modal karena gagal dalam usahanya di bidang restorasi. Anehnya, didalam banyak kasus kita jarang mendengar seseorang yang jera atau kapok untuk memulai kembali usahanya di bidang yang sama. Inilah salah satu aspek dari keunikan usaha ini. Biarpun bangkrut, bahkan lebih dari satu kali, seorang pengusaha restoran tidak akan pernah merasa telah keliru memilih bidang usahanya. Menurut mereka, kegagalan bisa saja terjadi akibat strategi marketing yang keliru, salah kelola, lokasi kurang mendukung atau alasan-alasan yang lain, tapi tidak pada pilihan atas bidang usaha yang satu ini.

Jakarta adalah pasar potensial untuk usaha restoran. Setiap saat kita melihat dibukanya sebuah restoran baru di salah satu sudut kota. Namun pada saat yang sama kita juga melihat beberapa restoran yang selama ini sudah kita kenal tiba-tiba tutup, menghilang tak tentu rimbanya. Faktanya, restoran di Jakarta yang mampu berkiprah dalam jangka waktu yang relatif panjang adalah langka. Namun demikian janganlah kita cepat-cepat menarik kesimpulan bahwa bisnis ini nggak adé idupnyé? Tentunya tidak demikian!

Iklim bisnis restorasi di kota Jakarta sangatlah dinamis. Di satu pihak, para produsen berlomba-lomba untuk menawarkan berbagai ragam jemis makanan dan minuman yang menarik, baik lokal maupun asing. Sementara di pihak konsumen, mereka juga mempunyai berbagai ragam selera yang sangat berbeda satu sama lain. Secara biologis, manusia adalah makhluk jenis pemakan segala atau omnivora, yang akan segera bosan bila disuguhi dengan hanya satu jenis makanan saja. Dewasa ini, banyak orang yang menganut aliran gaya hidup yang suka memanjakan diri dengan cara “berburu” produk kuliner yang baru muncul atau yang baru dikenal. Mereka adalah segmen pasar yang potensial untuk dibidik sebagai sasaran usaha, namun sangat sulit untuk dipertahankan sebagai pangsa yang loyal karena sifat mereka yang cepat bosan. Sifat cepat bosan di kalangan pelanggan seperti ini, kemungkinan besar, telah menjadikan usaha di bidang restorasi menjadi sangat dinamis dan bisa dibilang “kejam”. Atau, mungkin juga kesalahan justru ada di pihak produsen yang lalai mengantisipasi selera pelanggan yang cepat berubah.

Pelaku usaha di bidang restorasi terbagi dalam 2 (dua) kategori. Yang pertama adalah pengusaha tulen atau pemilik modal yang mempekerjakan para jurumasak, sedangkan yang ke dua adalah para ahli masak itu sendiri yang membisniskan keahliannya. Kalau di dunia olahraga kita mengenal istilah playing captain dan non playing captain, di dunia retorasi kita mengenal pemilik restoran yang cooking owner dan non cooking owner. Sebagai pebisnis, mereka sangat mengenal dinamika pasar di bidang usaha restorasi ini, yang bisa membawa berkah tapi bisa juga membawa bencana. Baik mereka yang menawarkan produk sendiri maupun franchise, lokal maupun asing, tidak ada yang bebas dari ancaman kebangkrutan. Oleh karena itu, kita patut memberikan acungan dua jempol tingg-tinggi kepada para pelaku usaha yang jumlahnya tidak banyak itu, yang berhasil meraih sukses. Bravo guys! Two thumbs up, for you!

Apa yang menjadi kunci rahasia dibalik sukses segelintir pengusaha restoran ini? Terus terang saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Selain bukan ahli, saya tidak pernah melakukan penelitian di bidang ini baik secara akademis maupun empiris. Tapi kalau kita amati secara kasat mata, restoran-restoran yang mampu bertahan di pasar secara berkelanjutan (sustainable) itu umumnya memiliki ciri-ciri yang spesifik dan menonjol. Ciri-ciri khas yang menonjol itu antara lain adalah, mereka fokus pada satu jenis produk yang spesifik dan dengan karakter yang kuat. Contohnya adalah beberapa restoran yang men-spesialisasikan dirinya pada produk tertentu seperti, ayam goreng, ayam bakar, nasi goreng, mie rebus, bakso, berbagai jenis masakan daerah, termasuk juga makanan-makanan “impor” seperti pizza, burger, pasta, stik dan lain-lain. Karakter yang kuat dan ciri khas yang dimaksud disini adalah kreasi dan inovasi sang jurumasak didalam menciptakan differentiation pada produk mereka sehingga pelanggan bisa dengan mudah membedakannya dari produk-produk yang lain. Untuk mencegah kemungkinan rasa jenuh atau bosan di kalangan pelanggan, secara teratur mereka melakukan penyegaran sehingga pelanggan selalu melihat dan merasakan sesuatu yang baru. Strategi lain yang juga terbukti sudah menuai sukses adalah pengemasan produk (packaging) yang tidak hanya terpaku hanya pada penampilan, aroma dan kelezatan masakan saja, tapi juga mencakupi suasana atau atmosfer didalam ruangan restoran. Eksterior, interior dan dekorasi yang bersih, hygien, rapih, apik, modern, nyaman dan terang-benderang ternyata merupakan daya tarik tersendiri. Kadang-kala kita terkecoh karena mengira bahwa restoran tersebut adalah frachisee asing, padahal mereka adalah pengusaha lokal, menjual produk sendiri, dan beberapa diantara mereka malah sudah menjadi franchisor.

Dari pengamatan ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa dinamika usaha restorasi di Jakarta ini memang benar menantang. Daya tarik utama dari pasar usaha restorasi ini adalah potensinya yang besar. Kelemahannya mungkin cuma pada daya beli pelanggan yang terbatas. Peluang terbuka lebar untuk meraup untung, karena rasio sisa hasil usaha (SHU) bisnis restoran kira-kira sama dengan usaha jasaboga (catering) yang bisa melebihi 100 persen (terhadap biaya langsung). Sementara ancaman adalah “hanya” kemungkinan kebosanan dan berubahnya selera konsumen, yang mudah diatasi bila kita cukup kreatif, inovatif dan inventif untuk melakukan penyegaran.

Nah, apakah Anda kini merasa tertantang? Apakah Anda berminat untuk terjun ke bidang usaha restorasi? Kalau jawabannya adalah iya, ayo! Mau tunggu apa lagi?

Jakarta, 29 April 2012

Suhandi Taman Timur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun