Ikut lomba itu tantangan. Dan kebetulan ‘lomba’ menulis novel yang diselenggarakan Fiksiana Community dinamakan tantangan. Mungkin itu dimaksudkan berlomba dengan diri sendiri, menguji diri, menakar kemampuan dan ketahanan diri.  Seperti pesan dalam sejarah perjuangan Rasul: perang terbesar pada tiap-tiap orang adalah melawan diri sendiri. Meski tiap orang punya prioritas yang berbeda yang ditempatkan sebagai lawan.
Tantangan itu saya dapatkan pada event yang dibuat Fiksiana Community. Judulnya memang tantangan, yaitu Tantangan 100 Hari Menulis Novel. Jumlah kata minimal 50 ribu kata, dan waktunya berakhir hari Selasa tanggal 21 Juni 2016 lalui. Saya melampauinya dengan semangat dan strategi ala kadarnya. Meski kemudian terkendala pada saat pengumpulan hasil akhir (tidak cermat alamat e-mail).
Saya memberanikan diri untuk coba-coba saja. Mencoba ketahananan bukan hanya fisik, terlebih juga ingatan. Saya membayangkan menulis 50 ribu kata itu tidak terlalu sulit. Saya beberapa kali menulis sebuah cerpen sampai lima ribu kata (diposting tidak sekaligus). Jadi tinggal bikin saja sepuluh cerpen, selesai. Tapi tidak!
Pendek, Panjang
Menulis pendek dan menulis panjang itu punya tantangannya masing-masing. Berbeda, dan sama sekali lain. Ketika mengikuti lomba menulis cerita mini 150 atau 250 kata, pertama-tama saya bikin erita utuh. Lalu saya potong, terus dipotong dan  dikurangi, dipendekkan, hingga akhirnya tepat pada angka itu.Â
Sebenarnya saya sendiri heran, bagaimana mungkin penyelenggara memberi jumlah kata yang pas (bukan minimal atau maksimal, tidak boleh lebih atau kurang). Kenapa tidak diberi kisaran lima atau sepuluh kata kurang atau lebih misalnya.Â
Demikian pula syarat penulisan novel ‘tantangan’ itu: jumlah kata 50 ribu (tidak lebih dan tidak kurang).
Modal saya adalah kebiasaan menulis cerita pendek. Bila sedang ada mood dan badan sehat dalam sekali duduk dua atau tiga jam (diselang-seling dengan beberapa kegiatan lain) sebuah cerpen klar.Â
Begitu pun kadang sebuah cerpen sampai berminggu-minggu mangkrak, untuk meneruskannya seperti menemui jalan buntu dan gelap! Penyebabnya repot mencari ending, isi cerita melebar kemana-mana, dan banyak hal lain.
Dari kriteria menulis 500 kata per hari tentu tidak ada masalah. Permasalahan muncul ketika 500 kata pertama harus berkait dengan 500 kata kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Maka saya menyiasatinya dengan membuat minimal 1000 kata sekali posting.Â
Satu kali bahkan pernah 2.500 kata. Itu semata-mata untuk menghindari kepusingan kepala dalam menjaga alur dan mempertahankan konsistensi karakter. Akibatnya saya menulis empat atau lima hari sekali. Selang waktu itu untuk melalai-lalaikan beban pikiran. Terasa seperti dibebani tanggungjawab yang sangat besar di pundak.