Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tradisi Ramadan dan Kebhinnekaan Islam

9 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 12 Mei 2019   22:17 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tradisi mandi bersama sebelum ramadan (tribunnews.com)

Berbahagialah orang-orang yang suka merantau, pergi dari kampung halaman karena tuntutan pekerjaan atau tugas, atau karena alasan lain (pendidikan, mengikuti suami/isteri, jurnalis/penulis, mengunjungi rfumah saudara, dan sebagainya). Dengan itu banyak pengalaman dan pengetahuan baru dapat diperoleh, sehingga memperkaya cara kita dalam menjalani kehidupan.

Arti dan pemahaman kita tentang kebhinnekaan pun bakal lebih luas melalui merantau. Salah satu yang daya tarik dalam merantau yaitu melihat langsung, merasakan, dan bahkan mengikuti tradisi Ramadan. Suatu tradisi yang dilakukan umat Islam pada satu wilayah yang berbeda dibandingkan dengan tradisi di daerah lain.

Meski tak banyak, saya memiliki pengalaman langsung mengikuti tradisi Ramadan pada beberapa wilayah yang pernah saya tempati dan datangi.

*

Tradisi, Wali

Bulan suci Ramadan memiliki keterkaitan langsung dengan umat Islam. Itu sebabnya tradisi Ramadan pun hanya dilakukan oleh umat Islam.

Namun, sejarah kedatangan para penyebar Agama Islam ke negeri ini berlangsung lama, berabad-abad, dan mereka berasal dari berbagai kawasan yang berbeda (Arab, India, dan China). Itu sebabnya tradisi yang muncul dan berkembang pun berbeda-beda.

Pengaruh yang cukup besar dilakukan oleh Wali Songo, dan khusus terkait dengan penyebaran islam dengan menggunakan budaya dan tradisi Jawa dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Mengubah keyakinan seseorang atau sekelompok orang tentu sangat tidak mudah. Jadi ketika zaman berubah dan ada orang yang secara langsung maupun tidak langsung tidak menghargai jerih payah para Wali, khususnya terhadap Sunan Kalijaga, memang patut disayangkan.

Salah satu peninggalan para Wali yaitu pendidikan di dalam pesantren. Ada beberapa pusat pesantren di Pulau Jawa, lalu berkembang ke kota-kola lain, kemudian merata ke banyak kota hingga ke luar pulau.  

Di luar itu masyarakat muslim pun (biasanya berpusat di masjid-masjid besar pada ti tiap wilayah (kota dan desa) mengembangkan tradisi yang berbeda dengan tujuan sama, yaitu mempersiapkan pelaksanaan puasa sebulan penuh pada bulan Ramadan (mandi di pemandian umum, sungai, danau, pantai), membuat kegiatan yang bersifat bunyi-bunyian (menabuh beduk beramai-amai di masjid atau berkeliling di kawasan tertentu), dan juga membersihkan dan mengirim doa kepada arwah leluhur di makam.

Budaya Jawa sedikit banyak ikut mempengaruhi berbagai tradisi di luar Jawa, khususnya di daerah-daerah transmigran Jawa. Selain bahasa dan tradisi muslim yang bersuku Jawa berbaur dengan tradisi muslim dari berbagai daerah di mana para transmigran di tempatkan. Lepas dari berbagai efek negatif pelaksanaan program transmigrasi --diakui atau tidak- pengaruh terhadap kebinnekaan dan toleransi beragama salah satunya tumbuh dari sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun