Hari pertama selalu mendebarkan, dalam banyak hal, termasuk ketika memasuki masa pensiun. Banyak orang yang sebelum pensiun dilanda stres karena ketakutan dan kekhawatiran pada banyak hal, biasanya karena masalah ekonomi. Akibatnya setelah pensiun kesehatan cepat menurun.
Namun banyak pensiunan yang justru merasa sangat lega dan berbahagia. Merasa lepas dari beban sangat berat untuk kemudian dapat menikmati masa beristirahat dan mengatur irama kehidupan sendiri dengan lebih baik. Itulah yang dirasakan seorang mantan guru dan pengawas SMP-SMA di Kotamubago, Bu Mirawati Manoppo.
Per tanggal 1 Juli 2018, ia resmi menjadi seorang pensiunan. Itu berarti hari itu untuk pertama kalinya ia tidak masuk kerja lagi seperti hari-hari sebelumnya, kerepotan rutin tiap pagi terhenti, karena pengabdiannya dianggap telah selesai, tepat pada umurnya yang ke 60.
Sudah banyak rencana hendak dikerjakannya begitu masa pensiun datang. Namun yang paling utama tentu saja menjaga kesehatan, memperbanyak amal-ibadah, meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga maupun kehidupan social-kemasyarakatan. Baginya selain sebagai guru, masih banyak bidang kegiatan lain yang dapat dilakukan sebagai bentuk pengabdian stelah pensiun.
*
Bu Mira pensiun, dan suaminya lebih dahulu pensiun. Suami-isteri sebagai pegawai, dan semangat untuk menambah penghasilan dengan membuka rumah makan menjadi kenangan yang tak mungkin dilupakan oleh Bu Mira. Hampir sepanjang masa kerja, selama itu pula ia dan suami membuka usaha rumah makan. Mudah dibayangkan betapa repot dan padat kegiatannya.
Setiap pagi sebelum masuk kerja, ia dengan sandal jepit berangkat ke pasar untuk berbelanja. Daftar belanjaan sudah disusun rapi, tinggal datang para para pedagang langganan. Harus cepat-cepat dan penuh perhitungan agar tidak terlambat masuk sekolah.
Belanjaan dititip pada seorang pengemudi bentor (becak-motor) yang disewa rutin setiap hari. Lumayan banyak belanjaan dalam satu hari rumah makan, daging sapi, ayam, sayur-mayur, telur, ikan, buah-buahan, dan bumbu-bumbu.
Setelah selesai ia melepas sandal dan berganti dengan sepatu untuk berangkat ke sekolah. Di kediamannya yang merangkap rumah makan sudah ada beberapa orang kerja yang siap memasak dan persiapan lainya. Siang hari sepulang kerja Bu Mira langsung mengurus rumah makan.
Pak Subari --suaminya- yang juga bekerja sebagai pegawai baru dapat membantu sepulang dari kantor. Sejak awal bekerja sebagai pegawai ia sudah mulai menerima pesanan catering. Namun jumlahnya terbatas, antara 50 hingga 100 porsi saja. Pesanan banyak tak tertangani. Menu makanan yang dijual selain bubur ayam, nasi goreng, empek-empek, gado-dago, dan aneka masakan lainnya. Jumlah orang kerja pernah mencapai 6 orang, sebab rumah makan pun lumayan laris.
Hari-hari libur dan hari besar yang bagi orang lain dimanfaatkan untuk berlibur, bagi pasangan suami-isteri itu justru disibukkan dengan melayani pelanggan. Tak urung Pak bari  -sang suami- menjadi kiri masak andal untuk pembuatan bubur ayam dan nasi goreng, sedangkan Bu Mira membuat empek-empek, gado-gado, aneka masakan ikan dan sayuran .