Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Poster Seruan ke Masjid

13 Juli 2020   17:12 Diperbarui: 13 Juli 2020   17:14 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usut punya usut, ternyata Pak Dol berkonflik dengan ketua pengurus masjid itu. Entah bentuk konfliknya apa, siapa yang mendahului, apa sebabnya, dan seabrek pertanyaan kepo netizen yang tidak perlu saya jawab, karena memang hanya Pak Dol, ketua pengurus masjid, dan Maha Berkuasa yang tahu (ehm). Tapi yang pasti, Pak Dol emoh lagi datang untuk menunaikan shalat di masjid itu.

Kasus yang dialami Pak Dol ini dengan poster berjamaah di masjid yang mendapat pahala 27x menjadi kurang relevan. Pasalnya, Pak Dol bisa saja membantah bahwa ia sendiri juga shalat berjamaah di rumah dengan anak semata wayangnya. Lha noh, kepiye jal?

Satu lagi, poster yang cukup menyindir kaum laki-laki. "Jogging 500 Meter Kuat, Ke Masjid 50 Meter Gak Kuat, Situ Laki?" Pesan di poster ini jelas dan tegas siapa sasarannya, yakni laki-laki. Tapi sayang, poster sangar ini pernah dikritik oleh teman perempuan saya seorang aktivis feminis.

Katanya, "poster ini sebenarnya hanya ingin menegaskan kembali bahwa pria itu kuat dan perkasa. Karena kuat dan perkasa, maka ia bisa melindungi perempuan". Ia mengatakan itu disertai merah cabe di raut wajahnya. Saya lupa persis kritiknya seperti apa, namun di akhir ia membuat sebuah konklusi dari poster itu yang ujung-ujungnya tentang maraknya poligami.

Nah, di balik produksi poster-poster seperti itu, saya perlu memberi sedikit catatan berdasarkan pengamatan saya. Kita mendapati poster itu banyak bermunculan sekitar sepuluh tahun terakhir ini. Memang perlu diapresiasi bahwa poster-poster itu memiliki daya dorong yang kuat untuk mengajak masyarakat shalat jamaah di masjid. Masjid menjadi ramai dan semarak. Namun pergeseran fakta ini juga dibarengi dengan pergeseran tindakan yang destruktif seusai shalat rampung ditunaikan.

Misalnya begini, ada orang yang selalu tertib jamaah lima waktu shalat di masjid. Namun tutur kata dan tingkah lakunya setelah shalat lebih beringas. Seakan-akan ada nada penghakiman acap kali berbicara dengan orang lain. Kalau katanya Mbah Sujiwo Tejo, ada benih sombong yang tidak terasa. Karena ia 'merasa lebih baik' telah melakukan shalat berjamaah dibanding dengan mereka yang tidak jamaah ke masjid.

Selain itu, poster ini secara tidak langsung menunjukkan wajah Islam yang semakin ke sini intensitas berkunjung ke masjidnya semakin berkurang. Kalau kata penceramah-penceramah agama Islam, umat muslim lebih suka ke mall, pasar, atau tempat hiburan ketimbang ke masjid. Mungkin ada benarnya.

Tapi yang perlu digarisbawahi adalah masjid hari ini hanya memberi tawaran sebagai tempat peribadatan, sehingga banyak sisi-sisi lain dari masjid yang tidak difungsikan secara optimal. Akibatnya masjid tidak lagi menjadi pusat dan daya tarik masyarakat seperti halnya mall, restauran, pasar, dan tempat wisata. Begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun