Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Bunyi Dianggap Mengganggu

16 Juni 2020   15:01 Diperbarui: 16 Juni 2020   15:38 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semua benda di dunia ini memiliki bunyi, baik benda mati maupun benda hidup. Tak terkecuali manusia. Bunyi bisa diproduksi oleh dirinya sendiri --seperti suara manusia- atau melalui bantuan makhluk hidup lain maupun bantuan dari instrumen tertentu.

Misalnya orang yang bisu, tuli, dan buta. Meski secara fisik tidak mampu mendengar atau melihat instrumen bunyi, tapi mereka masih bisa memproduksi bunyi. Bisa jadi dengan tepuk-tepuk, gesekan langkah kakinya dengan lantai, dan sejenisnya. Dan itu semua menghasilkan bunyi.

Pada mulanya, persepsi saya perihal bunyi bukanlah sesuatu yang kompleks dan tidak terlalu perlu untuk didalami secara serius. Kenapa? Karena bunyi itu lekat dengan tiap aktivitas yang saya lakukan. Mulai bangun tidur sampai tidur kembali, bunyi selalu ada.

Selain itu, bunyi bukan benda atau sesuatu yang asing dan perlu diselidiki lebih lanjut. Bunyi ya sekedar bunyi, apa yang perlu dipermasalahkan dengan bunyi?

Namun karena terlalu dekat itulah yang membuat saya seringkali luput untuk mendalami bunyi. Rasa-rasanya seperti sudah paham betul, tapi jika disuruh menguraikan dan menjelaskan secara mendalam, ya tentu kelabakan.

Apa bunyi itu, bagaimana sejarah bunyi, kenapa bunyi yang satu bisa berbeda dengan bunyi yang lain, kenapa bunyi di sini boleh sedang disana tidak boleh, dan beragam pertanyaan lain tentang bunyi.

Tentu jawabanya tidak bisa hanya dengan 'iya' dan 'tidak'. Tapi memerlukan riset dahulu yang harus melibatkan beberapa disiplin keilmuan dengan varian metodologinya. Ternyata kompleks dan rumit juga kan?

Sekitar penghujung tahun 2018 lalu ada ngaji bunyi yang diselenggarakan oleh Komunitas Cemeti di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta. Ngaji ini dinamai 'iiiiiiinnnnnnggggggg' dalam informasi yang beredar di media sosial.

Kalau membaca tema yang diusung, bayangan yang muncul mungkin bunyi yang bisa memecahkan gendang telinga, atau minimal bunyi yang tidak bersahabat dengan indra pendengaran manusia.

Dari kacamata saya, ngaji semacam ini unik. Karena belum tentu di tiap daerah dan di tiap jengkal manusia menjejakkan langkahnya di bumi, ada ngaji bunyi.

Diawali dengan uraian materi secara teoritis, kemudian dilanjutkan dengan demontrasi peralatan yang mendukung uraian materi, ditambah lagi dibukanya sesi diskusi, membuat ngaji bunyi ditagihi oleh tiap orang yang datang dan duduk bersimpuh mengais ilmu di acara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun