Mohon tunggu...
Yogi Suwarno
Yogi Suwarno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A random Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dua Sisi Mata Uang Polri

2 Februari 2015   00:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bicara polisi di Indonesia sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Dari cerita versifat heroik, berbau suap, bernuansa korupsi sampai cerita perang dengan KPK, semua tersaji dengan jelas di mata publik. Anda pernah mengurus membuat SIM? Berapa persen dari anda yang mengurus SIM secara prosedural? Artinya tanpa suap sogok dsb? Atau berapa dari anda yang "mampu" membeli pelat nomor cantik, yang padahal tidak untuk diperjualbelikan, atau berapa ydari anda yang ingin damai dengan Polantas kalau terkena tilang? Jika anda masih melakukan salah satu dari praktik tersebut, maka anda sebenernya sudah tidak legitimate untuk mengkritik Polri, karena anda sudah menjadi bagian dari praktek korupsi Polri.

Poin yang sama berlaku untuk Samad dan para penggiat anti korupsi. Seandainya mereka di masa lalu pernah kongkalikong untuk konspirasi perjanjian politik demi kepentingan tertentu, maka, minimal etika telah dilanggar oleh mereka.

Sebagai masyarakat awam, saya termasuk yang menikmati sisi koruptif Polri, minimal pada saat membuat SIM, saya "ternyata" bisa membeli kok, tidak perlu ujian. Saudara bule saya yang WN salah satu negara Eropa malah suatu saat pernah bertanya "Have you bought your license?". Satir memang, tapi memang itu faktanya.

Harus diakui bahwa di jalanan polisi sangat berjasa. Siapa yang berpanas-panas mengatur macetnya lalu lintas? Atau ketika terjadi tindak kejahatan, maka polisi menjadi ujung tombak bagi penegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Walaupun tidak sedikit polisi yang justru menjadi biang kerok kejahatan, semisal menjadi beking kejahatan dsb. Tapi itu cerita di level bawah. Bagi saya, syukurnya, masih lebih banyak manfaat yang disajikan polisi daripada mudharatnya.

Lain ceritanya kalau kita bicara di level elit. Level komisaris atau jenderal lah. Politik dan kekuasaan selalu dengan dengan uang. Ataupun sebaliknya. Kaalau polisi di level jalanan bisa melakukan pungli dengan derajat recehan, maka di level elit ini skalanya bisa dibayangkan berlipat-lipat. Dengan skala yang lebih besar, tentu dampak yang ditimbulkan juga lebih parah. Ah, memang gak akan selesai kalau bicara tentang keserakahan manusia.

Di luar negeri, polisi bukanlah korps militer, mereka adalah aparat sipil, maka tidak heran mereka dimasukan dalam kementerian dalam negeri dan pemerintahan daerah. Tidak heran seorang Gubernur bisa memecat mereka manakala dianggap wanprestasi. Sementara di Indonesia, polisi mempunyai posisi dan kekuasaan yang luar biasa besar. Polri menjadi satu dari sedikit institusi dengan anggaran terbesar. Berdasarkan sejarahnya, karena dulunya merupakan bagian dari TNI, maka karakter militeristik masih tetap melekat di polisi.

Akhirnya, saya tidak berani mengkritik polisi terlalu jauh. Lha saya juga gak bersih-bersih amat. Dua teman saya saja jadi polisi, levelnya yang satu sudah jadi Kapolres, satunya sudah pamen di level Polda. Tapi dalam hati yang paling dalam, saya mendoakan agar mereka dan polisi-polisi yang lain bisa menjadi lebih bersih, dan tentunya tetap teriak #SaveKPK #SavePolri #SaveIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun