Mohon tunggu...
Sufia Canny
Sufia Canny Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa UNEJ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Kapitalisme terhadap Buruh dalam Industri Fast Fashion

21 April 2025   01:57 Diperbarui: 21 April 2025   01:57 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita tidak terlalu memperhatikan label harga atau asal-usul pakaian yang kita kenakan. Namun di balik rak-rak toko yang penuh warna dan tren mode yang terus berganti. Ada realitas tersembunyi yang jauh lebih kompleks. Dunia industri fashion, khususnya fast fashion, memberikan gambaran bagaimana sistem kapitalisme bekerja dan berdampak pada jutaan orang di berbagai belahan dunia.

Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang bertumpu pada kepemilikan pribadi atas alat produksi, seperti tanah, pabrik, dan modal. Dalam sistem ini, proses produksi dan distribusi barang maupun jasa dikendalikan oleh mekanisme pasar. Tujuan utamanya adalah meraih keuntungan sebesar mungkin. Demi mencapai tujuan tersebut, kapitalisme mendorong terjadinya efisiensi, persaingan, dan inovasi. Namun sistem ini juga memunculkan ketimpangan secara ekonomi maupun sosial, terutama bagi kelompok pekerja.

Karl Marx salah satu tokoh sentral dalam studi ekonomi politik memberikan kritik terhadap sistem kapitalisme. Ia menilai bahwa sistem ini menindas kelas pekerja (proletariat) demi kepentingan dan keuntungan kelas pemilik modal (borjuis). Menurut Marx kapitalisme melahirkan hubungan produksi yang bersifat eksploitatif. Nilai lebih (surplus value) yang dihasilkan oleh para pekerja tidak diberikan kembali kepada mereka. Melainkan diambil oleh pemilik modal sebagai bentuk keuntungan.

Kritik ini menjadi semakin relevan jika dikaitkan dengan praktik industri fast fashion saat ini. Fast fashion merupakan model bisnis dalam industri pakaian yang berfokus pada produksi cepat dan biaya rendah untuk mengikuti tren yang terus berubah. Contohnya adalah perusahaan seperti H&M, Zara, dan Uniqlo. Agar bisa menjual pakaian dengan harga murah dan tetap meraih keuntungan besar perusahaan fast fashion harus memangkas biaya produksi secara signifikan. Salah satu cara utama untuk melakukan hal ini adalah dengan memindahkan proses produksi ke negara-negara berkembang, di mana upah minimum sangat rendah dan regulasi ketenagakerjaan masih lemah.

Perusahaan-perusahaan fast fashion sering kali mempekerjakan buruh di negara seperti Bangladesh, India, dan Vietnam. Walaupun hal ini menciptakan lapangan kerja dan membantu perekonomian negara tersebut namun kenyataannya lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan besar. Pekerja digaji dengan upah minimum dan bekerja dalam kondisi yang tidak layak. Para pekerja ini sering kali bekerja lebih dari delapan jam sehari, dengan jam kerja lembur yang panjang tanpa kompensasi yang memadai. Selain itu, kondisi kerja di pabrik-pabrik ini sering kali tidak aman dan tidak sehat. Kasus runtuhnya gedung Rana Plaza di Bangladesh pada 24 April 2013 yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja, merupakan salah satu bencana industri terburuk dalam sejarah negara tersebut. Gedung ini dibangun tanpa izin dan tidak memenuhi standar keselamatan yang seharusnya diterapkan. Tragedi ini menjadi contoh nyata dari dampak buruk sistem kapitalisme dalam industri fast fashion. Demi menekan biaya produksi aspek keselamatan kerja sering kali diabaikan.

Sementara itu, hasil produksi dijual murah di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Utara. Negara maju tersebut memiliki konsumen dengan daya beli tinggi. Keuntungan pun kembali ke perusahaan besar di negara maju. Kapitalisme dalam industri fast fashion tidak hanya mengabaikan kesejahteraan buruh tetapi juga memisahkan konsumen dari realitas produksi. Konsumen sering kali tidak sadar atau tidak peduli terhadap kondisi kerja di balik pakaian yang mereka beli sehingga eksploitasi ini terus berlanjut.

kapitalisme juga menciptakan ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang. Negara-negara maju memperoleh keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja murah di negara berkembang sementara negara berkembang tetap terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketergantungan. Ini memperkuat ketimpangan global.

Alternatif dan Tanggung Jawab Konsumen Menghadapi kenyataan tersebut, muncul berbagai gerakan yang menentang praktik eksploitasi dalam industri fast fashion. Muncul sebuah konsep "capsule wardrobe" sebagai bentuk kesadaran konsumen. Capsule wardrobe adalah pendekatan dalam memilih pakaian dengan jumlah yang terbatas namun memiliki kualitas yang baik, tahan lama, dan dapat dipadupadankan secara fleksibel. Tujuan utama dari konsep ini adalah untuk mengurangi konsumsi berlebihan serta menekankan pentingnya pemilihan pakaian yang benar-benar dibutuhkan. Dengan mengurangi permintaan atas produksi massal, capsule wardrobe secara tidak langsung menekan laju produksi industri fast fashion yang sering kali mengabaikan kualitas demi kuantitas.

Kesimpulan Kapitalisme dengan pemikiran pencapaian keuntungan sebesar-besarnya telah mendorong eksploitasi tenaga kerja dan kerusakan lingkungan. Hal ini terlihat jelas dalam industri fast fashion. Sistem ini menciptakan ketimpangan ekonomi dan merendahkan martabat pekerja. Oleh karena itu penting bagi kita sebagai masyarakat global untuk memahami dinamika ekonomi politik yang terjadi. Kita perlu mendorong perubahan menuju sistem produksi yang lebih adil dan berkelanjutan. Kesadaran, kritik dan aksi kolektif merupakan langkah awal untuk menciptakan dunia yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun