Mohon tunggu...
Sucita Adianingsih
Sucita Adianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Al Wafa Bogor

Saya hobi membaca dan bermain badminton, saya suka konten tentang hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Stop Pekerjaan Anak: Bagaimana UU Ketengakerjaan Melindungi Pekerjaan Anak?

31 Desember 2022   21:33 Diperbarui: 31 Desember 2022   21:40 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anak adalah generasi yang akan menjadi penerus bangsa karena itu mereka harus dipersiapkan dan dibimbing sejak dini supaya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani, rohani, mandiri, dan sejahtera menjadi sumber daya yang kompeten dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Sebagaimana yang telah diatur dalam UU Perlindungan Anak  No. 23 tahun 2002 bahwa setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang sehingga orang tua dilarang menelantarkan anaknya. Orang tua dikenakan sanksi hukuman penjara yang cukup berat, termasuk juga perusahaan yang mempekerjakan anak di bawah umur.

Begitu seriusnya permasalahan pekerja anak, sehingga Indonesia sudah membuat aturan yang memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bentuk dan persyaratan anak yang boleh dipekerjakan dalam suatu usaha. Pasal 68 Undang-undang No 13 Tahun 2003 menegaskan "pengusaha dilarang memperkejakan anak". Pelarangan dalam pasal 68 ini bertujuan agar tidak ada pekerja anak. Namun, karena pelanggaran ini bersifat mutlak, melainkan ada beberapa pengecualian, maka dalam Undang-undang No. 13 Tahun 20003 memberikan kesempatan adanya pekerja anak. Akan tetapi harus ada perlindungan hukum baik untuk pekerja anak yang kemungkinan keberadaannya dimungkinkan oleh Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlindungan terhadap pekerja anak menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah harus ada surat izin dari orang tua atau wali, perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau walinya hanya boleh melakukan pekerjaan ringan, waktu kerja maksimal 2 (dua) jam perhari, waktu kerja tidak boleh mengganggu waktu sekolah, menerima upah sesuai dengan ketentuan waktu, harus ada jaminan kesehatan kerja, dan jaminan keselamatan kerja. Adapun hak-hak pekerja anak menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah hak mendapatkan kelangsungan hidup, hak atas perlindungan, dan hak untuk berkembang.

Pasca berlakuknya Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya mampu memberantas jumlah pekerja anak, namun masih banyak data jumlah pekerja anak. Badan pusat statistik (BPS) mencatat tahun 2020 terdapat 3,25  persen anak yang berusia 10-17 tahun yang bekerja., menurun menjadi sebesar 2,63 persen pada tahun 2021. Meskipun 2021 jumlah pekerja anak usia 15-17 tahun menurun, tetapi masih banyak pekerja anak ditemukan di wilayah pedesaan, dan sangat menghawatirkan.

Lalu bagaimana upaya yang dilakukan untuk melindungi dan mewujudkan bebas pekerja anak? Bukankah dengan berlakunya UU Ketenagakerjaan pekerja anak bisa dilindungi?

Pengefektifan Peraturan Perundang-Undangan

Pada dasarnya hukum tidak hanya berisi larangan, perintah, dan membebankan kewajiban-kewajiban tertentu, tetapi ada juga pengecualian-pengecualian tertentu. Khususnya dalam UU Ketenagakerjaan pengaturan hak dan kewajiban dalam UU ini menempatkan posisi pekerja dan pengusaha, kewajiban-kewajiban apa yang harus diberikan, dan hak-hak apa yang dapat dituntut oleh salah satu pihak ke pihak lainnya. Hubungannya dengan pekerja anak, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan memberikan pengecualian terhadap anak yang bekerja, khususnya larangan-larangan tertentu bagi pekerja anak yang bekerja atau terpaksa bekerja di sektor informal.

Menurut saya, dalam rangka mencegah pekerja anak, maka perlu diefektifkan berlakunya Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2003 tentang  Ketenagakerjaan, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pada dasarnya melarang anak untuk berkerja baik di sektor formal maupun non formal.

Melakukan Pengawasan Terhadap Pentaatan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan

Menurut Robert B.Seidman, untuk melihat bekerjanya hukum dapat dilihat dari tiga unsur penting yaitu pembentuk hukum, pelaksanaan peraturan atau birokrat, dan yang dikenai hukum. Sehingga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak tidak cukup mengandalkan peraturan perundang-undangan yanga ada, kecuali pada masyarakat yang tingkat kesadaran hukumnya tinggi. Namun, berbeda halnya dengan masyarakat yang pada umunya tinggal di negara-negara berkembang yang mana tatanan sosialnya tidak teratur, tingka sosioekonominya tidak merata, dan tingkat pendidikan rata-rata rendah berdampak terhadap kesadaran hukumnya.

Sehingga pemerintah perlu mengefektifkan fungsi pengawasan pentaatan peraturan peundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang tugasnya memang mengurus masalah ketenagakerjaan, sehingga dengan memaksimalkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) diharapkan setiap adanya dugaan pelanggaran peraturan perundangan ketenagakerjaan bisa dicegah sedini mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun