Mohon tunggu...
Suci Nur Hidayati
Suci Nur Hidayati Mohon Tunggu... -

I'm taking what's there now, do the best what i can.\r\nI trust my future to destiny of God Almighty

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ombang-ambingkan Diri Biar Eksis :D

11 Desember 2013   16:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:03 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Galooow bangeett..

Banyak tuntutan terhadap diri ini. Dalam waktu dekat ini saja harus menyelesaikan revisi proposal karena dikejar deadline sempro, tugas mingguan membuat artikel tentang filsafat manusia dimana sangat dibutuhkan waktu khusus dan pikiran fokus agar dapat memahami dengan benar konsep pemikiran di setiap tokoh filsafat, belum lagi tugas-tugas di mata kuliah lainnya. Ini baru tuntutan di kuliah, belum masalah hubungan dengan teman sekamar di kost’an, dan kabar-kabar yang tak mengenakkan pikiran tentang kejadian yang ada di rumah yang membuatku merasa tertuntut untuk segera lulus agar bisa secepatnya tinggal di rumah.

Duh.. semua ini benar-benar menguras tenaga memikirkannya. Membuat bingung mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dan sekalinya bisa memaksakan diri untuk mulai melangkah menyelesaikannya, malah tidak fokus, tergoda untuk bermalas-malasan, bahkan lebih sering bersembunyi dengan asyik mengerjakan hal lain yang sebenarnya tidak penting.

Aah.. ketika merasa capek, lelah dengan semua ini, akhirnya kupilih diam saja. Kucoba melupakan semua dengan harap mengistirahatkan pikiran untuk mengumpulkan tenaga dan menciptakan semangat. Namun, memang dasarnya pikiran tak dapat dikendalikan secara penuh, pelan-pelan alam pikiran bergerak lagi mengajakku untuk mulai masuk lagi memikirkan semua yang tengah terjadi terhadap diri ini, tapi kali ini caranya berbeda, lebih terbuka, membuatku harus jujur, tenang, sehingga dapat mengendalikan gejolak pikiran.

Aku mulai berpikir dengan tenang dan terbuka. Hmmm.. ternyata aku hanya sibuk berpikir selama ini. Berpikir tanpa aksi. Ya, aktivitas tanpa gerak namun melelahkan, menguras pikiran, menguras waktu, tanpa hasil nyata.

Aku kemarin, lebih memenuhi perasaanku, emosiku untuk dapat merasa selalu senang. Lari dari masalah dan sebenarnya tersesat dalam perasaanku sendiri. Dari banyaknya kenyataan yang harus dihadapi, aku tak mampu menegaskan diri mana yang sebenarnya harus diutamakan, harus dipikirkan, harus diselesaikan. Satu waktu aku merasa harus menyelesaikan tugas-tugas di tiap mata kuliah, dan beberapa saat kemudian aku memikirkan tentang rencana masa depanku, Hhhmm.. masih bingung ma pilihan hidup, antara memikirkan diri sendiri atau memikirkan tuntutan realitas di sekitarku.

Dalam tahapan Eksistensial Soren Kierkegaard, filsuf Jerman (1813-1855) pengalaman yang diuraikan diatas menurutnya termasuk dalam tahap Estetis. Yaitu tahapan dimana individu terombang-ambing oleh dorongan-dorongan emosionalnya, masih dihadapkan pada realitas-realitas perasaan yang menyenangkan tanpa memperhitungkan apakah perasaan itu baik atau tidak. Masih menurut Kierkegaard, dari seringnya perasaan terombang-ambing yang dialami si ‘aku’ diatas, lama-lama maka akan merasakan kebosanan. individu jenuh dengan pilihan-pilihan yang tak pernah konsisten dipilih, sampai akhirnya terdiam, mencoba merenungkannnya.

Dari proses merenung, berpikir ini maka individu mendapatkan kesempatan untuk naik tingkat ke tahap Etis, yaitu di mana ia membuat suatu pilihan bebas, mulai secara sadar memperhitungkan dan menggunakan kategori yang baik dan yang jahat dalam bertindak. Pada tahap ini individu dapat mengenali dirinya dan menghantar tindakannya dengan ukuran-ukuran moral yang bersifat universal.Sehingga, sebenarnya ia masih terkungkung dalam dirinya sendiri, karena ia masih bersikap imanen, artinya mengandalkan kekuatan rasionya belaka. Individu pada tahap ini tidak memahami bahwa dasar-dasar eksistensinya terbatas.Pengalaman si ‘aku’ diatas masih berhenti di tahap etis ini, padahal masih ada tahap selanjutnya yaitu tahap Religius. Tahap ini merupakan tahap tertinggi dari eksistensial manusia. Dikatakan demikian karena tahap ini tidak lagi menggeluti hal-hal yang konkrit melainkan langsung menembus inti yang paling dalam dari manusia, yaitu pengakuan individu akan Tuhan dan kesadarannya sebagai pendosa yang membutuhkan pengampunan dari Tuhan.

Ketika aku memasuki tahap Etis, aku dapat bangkit lagi, ku mulai dengan memaksakan diri membaca, heii.. aku menemukan kalimat yang menyadarkanku untuk benar-benar menggerakkan hidup.


“ Manusia dalam hidup harus bereksistensi dan konkrit”

Ya, aku harus menunjukkan ke’eksis’anku, yang menurut Kierkegaard yaitu dengan berani mengambil keputusan dan berkomitmen dengannya. Konkrit yaitu benar-benar ada dan merasakan realita, tidak hanya membayangkannya, namun benar-benar menghadirkan diri, memutuskan pilihan-pilihan yang terjadi dalam realita Dengan begitu maka aku dapat menikmati realitas hidup di sekitarku. Aku memilih menjalani apa yang ada sekarang dan benar-benar menikmatinya tanpa terbebani masa depan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun