Â
Meskipun jauh berkurang dari beberapa hari yang lalu, kabut asap masih menyelimuti Palembang. Menurut teman-teman saya, beberapa hari yang lalu, biasanya saat lepas ashar menjelang petang, asap mulai turun dan menyelimuti kota. Bahkan jarak pandang tidak sampai 50 meter.
Hari ini sudah mendingan, masih kata teman saya. Karena sejak selepas ashar masih menikmati ramainya kota Palembang dalam jarak beberapa ratus meter.
Sejak pukul 11.00, pesawat GA yang membawa saya dari Jakarta ke Palembang mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, hawa panas menyengat kulit saya rasakan. Sebenarnya panas matahari tidak terlalu terik, tetapi udara terasa sekali panasnya, gerah. Dan yang lebih terasa adalah bau asap yang khas. Menyengat. Saat siang asap hanya tipis, tetapi tetap kelihatan kalau asapnya masih ada.
Bukan pertama kali saya ke Palembang untuk urusan pekerjaan. Saya pernah ke sini beberapa tahun yang lalu. Beruntung bisa bekerja sekaligus plesiran, rekreasi melihat salah satu bagian dari negeri tercinta ini.
Seperti biasanya, karena kerjaan masih esok hari, saya dan teman-teman dari Palembang menikmati kuliner khas Palembang. Saat di tanya mau makan apa, ya saya jawab empek-empek. Habis mau bilang apa, khan yang saya tahu makanan khas Palembang itu ya empek-empek.
Singkat kata, kami diajak berhenti di rumah makan empek-empek yang kata teman saya terkenal di Palembang karena enak. Sebelum hidangan yang kami pesan datang, saya membatin, mungkin benar ya, karena saya lihat ada fotonya pak SBY saat makan di RM Pak Raden yang terletak di tengah kota.
Ehm ternyata benar yang dipromosikan teman saya. HIdangan di RM tersebut memang enak . Beragam makanan dan minuman khas Palembang dihidangkan.
Â
Empek-empek
Yang pertama jelas empek-empek. Meskipun di Solo juga beberapa kali bersantap empek-empek, tetapi di Palembang rasanya lebih mantap. Rasa ikan gilingnya terasa pas. Terbuat dari campuran tepung sagu, ikan Belinda yang diambil dari sungai Musi, air dan sedikit garam. Cara makannya juga lebih mantap dengan di cocol. Kalau setahu saya kan di dipotong-potong dan di santap biasa. Tetapi dengan di cocolkan di kuah cuka hitam atau disebut cuko sensasinya beda. Cuko ini berbahan dasar gula merah, cabe , udang kering. Nah setelah empek-empeknya habis di cocol, baru mie basah, ketimunnya di makan biasa setelah dicampur dengan cuko. Beberapa empek-empek yang ditawarkan seperti lenggang, adaan, panggang dan kapal selam membuat lidah bergoyang
Â