Karena rasa syukur bukan sekadar menengadah dan berharap. Ia juga soal menunduk dan melihat sekitar.Kita juga menengok ke samping. Ke bawah. Dan ke dalam. Kadang, orang yang paling bersyukur tidak pernah terdengar. Tidak menulis caption panjang. Tidak rajin membagikan aktivitasnya. Tapi ia terus hadir. Membantu, menemani, menyederhanakan hidup orang lain. Di sanalah syukur sejati tumbuh. Dalam diam. Dalam langkah pelan. Dalam niat yang tak butuh sanjungan.
Penelitian dari Harvard menunjukkan bahwa ketika seseorang bersyukur lewat tindakan---seperti menjadi relawan, membantu tanpa pamrih, atau berbagi---itu bukan hanya membuat dirinya lebih bahagia, tapi juga mempererat hubungan antar manusia.Inilah syukur yang berdampak. Ia tidak egois. Ia menyatu. Ia menular tanpa perlu menjelaskan.
Syukur bukanlah pencapaian. Ia adalah proses. Proses untuk tidak lupa. Tidak lupa siapa yang menolong. Tidak lupa bahwa kita tidak sendirian. Rasa syukur mengingatkan kita bahwa setiap keberuntungan bukan untuk kita simpan sendiri, tapi untuk dibagi. Maka jika hari ini kamu merasa cukup, lihatlah sekelilingmu. Mungkin ada yang kamu bisa bantu. Kalau kamu sedang jatuh, jangan tambah beban orang lain.Jika hari ini kamu bingung arah, bantu yang lebih tersesat Karena bisa jadi, dalam tindakanmu yang terlihat kecil itulah, rasa syukur paling murni sedang berjalan.Tanpa perlu terdengar. Tapi bisa dirasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI