Mohon tunggu...
Subagiyo Rachmat
Subagiyo Rachmat Mohon Tunggu... Freelancer - ◇ Menulis untuk kebaikan (titik!)

(SR Ways) - Kita mesti peduli dengan sekeliling kita dan bisa berbagi sesuai kapasitas, kadar dan kemampuan masing-masing sebagai bagian dari masyarakat beradab.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penerapan PJJ dan Membaca Pikiran Masa Depan Mas Menteri Nadiem

28 Juli 2020   15:15 Diperbarui: 30 Juli 2020   00:05 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahun ajaran baru 2020/2021 sudah berjalan sejak 13 juli lalu dalam situasi pandemi covid-19 yang belum usai, penerapan model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau sekolah online atau daring ini terdengar memang membuat pusing para orang tua, anak-anak didik maupun guru dan Sekolah.

Saya sengaja menggunakan kata “terdengar” karena memang suaranya terdengar begitu nyaring dari masyarakat sekeliling kita atas berlangsungnya penyelenggaraan Pembelajaran Jarak jauh (PJJ). Sebagai bagian dari masyarakat awam tentu kita juga sering berinteraksi maupun mendengar dari dan dengan kalangan guru, siswa maupun para orang tua siswa dari berbagai jenjang pendidikan maupun sosial ekonomi keluarga, dan berbagai sekolah maupun daerah. 

Pandemi covid-19 menjadi begitu menyulitkan semua pihak yang berkaitan keberlangsungan proses belajar-mengajar di sekolah-sekolah, baik di level penentu kebijakan, pihak sekolah maupun masyarakat termasuk orang tua siswa- karena tidak memungkinkannya diselenggarakannya proses belajar-mengajar model tatap-muka. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penyelenggaraan belajar-mengajar menjadi sebuah keniscayaan sebagai solusi kedaruratan, maka lahirlah sebuah kebijakan Penyelenggaraan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti yang kita kenal sekarang ini dengan berbagai dinamikanya.

Mendikbud sendiri pernah mengatakan bahwa bahwa sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini kan dipermanenkan, kemudian pernyataa itu diklarifikasi setelah mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan, bahwa yang akan dipermanenkan adalah platform pembelajaran jarak jauh (PJJ)-nya bukan metode PJJ itu sendiri, yaitu sebuah model hybrid yang merupakan kombinasi antara antara model PJJ dengan pemanfaatan teknologi dan model tatap muka, sebuah visi masa depan tentang dunia pendidikan di Indonesia.

Bicara tentang mas menteri Nadiem seolah kita selalu bicara masa depan,  seperti yang pernah diutarakannya bahwa ada tiga alasan mengapa Presiden memilih-nya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang pertama karena lebih mengerti apa yang akan terjadi dimasa depan-kaitannya dengan konsep link dan match. 

Kedua,  pentingnya peran teknologi dalam mendukung pengembangan 300.000 sekolah dan 50 juta murid di Indonesia, dan alasan ketiga adalah Presiden memerlukan sosok yang inovatif yang bisa mendobrak, yang tidak melakukan segala sesuai sebagaimana biasa (tempo.co, 24/10/2019).

Selama kurang lebih 8-9 bulan menjabat sebagai menteri, beliau memang sering membuat gebrakan-gebrakan dan kebijakan kontroversial. Dinilai kontroversial mungkin karena pemikirannya yang selalu jauh meninggalkan pemikiran-pemikiran konvensional dan biasa di mata masyarakat kebanyakan, bahkan di kalangan masyarakat pendidikan sendiri.

Kontroversi belakangan yang sedang hangat adalah tentang Program Organisasi Penggerak (POP), dimana dua yayasan dari korporasi besar Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation terpilih untuk menerima dana hibah atas program tersebut dari Kemendikbud, hal itulah konon yang membuat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, juga PGRI ( Pesatuan Guru Seluruh Indonesia) mundur dari program unggulan Kemendikbud tersebut karena dianggapnya tidak jelas dan tidak transparan. 

Banyak juga kalangan yang mengkritik bahkan dengan keras langkah Mas menteri Nadiem tersebut, sebagai hal yang mengkonfirmasi pernyataannya yang hanya mengerti tentang masa depan, sehingga abai terhadap masa lalu, juga lupa bahwa Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 dan NU berdiri pada 1926, sudah memberikan kontribusi pada pendidikan bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka.

Belakangan dikabarkan bahwa Mendikbud akan melakukan evaluasi terhadap POP, evaluasi akan dilakukan guna menyempurnakan program POP berdasarkan aspirasi publik, POP digagas untuk menemukan inovasi-inovasi pedagogi- inovasi gerakan reformasi pendidikan yang belum ditemukan pemerintah.

Program Organisasi Penggerak (POP) Adalah sebuah program Kemendikbud bertujuan mendorong hadirnya Sekolah Penggerak dengan melibatkan peran organisasi-organisasi. Fokus dari program ini adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Organisasi yang terseleksi akan menerima dukungan pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan sekolah menjadi Sekolah Penggerak. Program Organisasi Penggerak (POP) memiliki sasaran untuk meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP pada tahun 20120-2022.(//sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun