Perubahan dunia dari masa ke masa dengan perkembangan teknologi pun sudah tersebar luas di segala penjuru dunia, sehingga luasnya ilmu pengetahuan dapat diarungi oleh para pemuda. Sebagaimana World Health Organization (WHO) berpendapat bahwa pemuda adalah aset berharga bagi pembangunan negara, memiliki peran pentimg dalam perubahan postif baik dalam skala individu maupun masyarakat. Harapan yang terus mengalir kepada para pemuda, agar selalu aktif dalam segala bidang apapun dan berpikir kritis ketika menanggapi segala macam masalah. Sayangnya, mayoritas pemuda sekarang yang didominasi oleh gen z sangatlah jauh dari kata produktif, sehingga bisa ternilai gen z itu generasi yang minim kreativitas.
Padahal, WHO juga mencatat jika usia 15 sampai 24 tahun itu adalah usia masa individu mulai membangun identitasnya, mengeksplorasi potensi diri dan menghadapi berbagai tantangan. Maka dengan arti lain gen z bisa berkarya dengan potensi mereka. Pada faktanya pemuda saat ini berhadapan dengan kemajuan teknologi. Mereka diguncangkan oleh beberapa kasus yang akhir-akhir ini selalu ramai di dunia sosial media ataupun realita kehidupan.
Sehingga banyak dari kalangan masyarakat khususnya pemuda belum bisa memilah informasi secara benar. Muncul dari sini, beberapa kasus hoax (bohong) yang tersebar luas. Kemajuan teknologi harusnya membuat para pemuda saat ini terus berkarya dengan potensi kreativitas yang mereka miliki. Akan tetapi, saat ini justru sebaliknya membuat banyaknya angka pengangguran yang terjadi di usia produktif semakin meningkat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran pemuda pada Agustus 2024 mencapai 7,47 juta orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya lapangan kerja yang berkualitas, rendahnya upah kerja dan keterbatasan keterampilan pemuda. Padahal tenaga kerja untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik, membutuhkan banyak tenaga kerja lokal untuk mengurusi segala infrastrukstur yang ada di tanah air ini. Hal ini agar meminimalisir angka pengangguran yang dialami oleh para pemuda, menjadikan mereka suportif dan kreatif dalam membangun negeri.
Dari segi faktor pendidikan, banyak dari mereka yang mengeluh tentang biaya yang ditetapkan oleh negara ini, banyak dari mereka pula mengeluhkan sistem pendidikan yang diatur oleh pemerintah. Oleh sebab itu masyarakat sadar bahwa pendidikan adalah kunci pembuka pintu-pintu kesempatan baru dalam kehidupan. Ketika pemuda mengambil peran aktif dalam memastikan bahwa semua anggota keluarga terutama generasi muda mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan, mereka secara langsung membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah bagi keluarga mereka (Aufa & Sofie, 2022). Pendidikan menjadi jalan utama untuk menapaki jalan kesuksesan, pemerintah semestinya menjadi solusi utama dalam mengelola dan menfasilitasi terselesaikannya permasalahan ini.
Mirisnya, kondisi kurikulum di negeri ini pula yang terus-menerus berganti, membuat beberapa guru dan juga murid terlihat mengeluhkan hal ini. Penetapan kurikulum yang tetap dan jelas tentunya akan mempermudah para guru dalam hal penentuan materi yang akan disampaikan kepada para murid-muridnya. Selain persoalan kurikulum, banyaknya kasus pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya di dunia pendidikan membuat beberapa dari mereka ingin mengundurkan dirinya dari lingkungan sekolah. Padahal, sekolah adalah sarana mereka menuju jalan kesuksesan. Hal ini membuktikan banyaknya masalah dari segi pendidikan di negeri ini bahwa negara belum bisa mengayomi para pendidik dan juga para murid sehingga kehilangan semangat pemuda dalam hal menuntut ilmu.
Jiwa pemuda dalam mengeksplor diri mereka tentunya masih tertanam dalam diri masing-masing pemuda, hingga mereka lupa jika ternyata sebagian dari kalangan mereka telah membuat kekacauan di tanah air. Hal ini dapat dilihat dari angka kriminalitas yang terjadi sudah mencapai angka tertinggi. Dari data United Nations Children's Fund (Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UNICEF tahun 2016 kenakalan remaja di Indonesia mencapai sekitar 50%. Angka kriminalitas ini di Indonesia semakin melonjak dari tahun ke tahun. Contohnya pada tahun 2022, angka kriminalitas naik menjadi 7,13% dari tahun lalu. Ada 31,6 kejahatan setiap jamnya, jika dilihat pada tahun 2021 menurut Kapolri Listyo Sigit Prabowo tingkat kejahatan pada saat itu meningkat 18,764 kasus menjadi 276,507 perkara dari sebelumnya 257,743 kasus pada 2021.
Maka, kriminalitas yang sudah terdata oleh UNICEF Â dari tahun 2016 hingga tahun 2022 ini menjadi potret bahwa kondisi pemuda di Indonesia dari segi mental mereka sedang tidak baik-baik saja, terlebih lagi kondisi saat ini yang kian mencekam dalam permasalahan kriminalitas. Mental menjadi sebab utama dalam terciptanya kriminalitas atau konflik.
Sekolah Menengah Atas atau SMA adalah tempat yang seringkali remaja terlibat dalam masalah tawuran ataupun kejahatan lainnya. Kian hari anak SMP (Sekolah Menengah Pertama) pun sering terdengar melakukan aksi kejahatan di area sekolah ataupun rumah mereka. Fakta hari ini, ada tawuran antarpelajar yang menewaskan remaja berusia 16 tahun. Kejadian ini terjadi ketika korban dan pelaku telah selesai melaksanakan ujian di sekolah, diduga  jika pelaku dan korban adalah siswa SMP dan siswa SMA. Belum selesai dengan masalah tawuran, pendidikan dalam negeri ini pun seringkali didapati kasus perundungan atau disebut dengan bullying. Diungkap data kasus terakhir di tahun 2024 menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) tercatat ada 293 kasus kekerasan tentang bullying atau perundungan di sekolah. Kasus yang terjadi dalam bidang pendidikan di negeri ini ternyata bisa terbilang banyak.
Dari beberapa fakta yang terungkap, terlihat jika negeri tanah air yang kita cintai ini tak sepenuhnya baik-baik saja. Betapa banyak yang mengalami pengangguran dan juga kerusakan sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini membuat produktivitas remaja kian menurun karena banyaknya faktor eksternal dan internal. Pemerintah dengan segala sistemnya terus membatasi gerak maju para pemuda yang tinggal di negara ini. Padahal banyak kesempatan yang dimiliki oleh negara ini untuk menjadi negara yang maju dalam bidang apapun sehingga rakyat terutama pemuda tak terus-menerus protes.
Apalagi masyarakat yang kurang dalam hal ekonomi. Banyaknya hambatan dan juga permasalahan ekonomi membuat pemuda memilih berhenti sekolah dan menjadi pengangguran. Kedua hal ini memberikan efek kepada kalangan pemuda untuk memilih jalan pintas dengan melakukan seks bebas atau pergaulan bebas hingga terjadinya hamil di luar pernikahan sebagai pelarian. Aborsi atau pengguguran janin secara sengaja banyak terjadi di kalangan muda dan bahkan menjadi solusi bagi mereka yang melakukan pergaulan bebas. Padahal Allah SWT sudah jelas menjelaskan dalam firman-Nya: