Dalam sebuah pertandingan sepakbola profesional, para pemain yang melakukan pelanggaran serius akan di berikan Kartu oleh Wasit (Pengadil di lapangan hijau). Sekali melanggar serius kartu yang diberikan adalah Kartu Kuning dan jika dua kali melanggar maka akan diberikan Kartu Kuning ke-2 yang artinya adalah Kartu Merah akibat akumulasi 2 buah kartu kuning oleh pemain yang sama dalam sebuah pertandingan. Dan artinya lagi maka pemain tersebut harus keluar dari lapangan dan bahkan bisa berlanjut pada hukuman lainnya tergantung berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukannya. Sudah banyak orang memahami akan aturan ini.
Adalah M Taufik, Politisi dari Gerindra yang punya ambisi untuk menjadi pendamping Ahok sebagai DKI-2 dan bahkan saking ambisinya pun ingin jadi DKI-1 dengan argumen Undang-undang. Sah-sah saja memang bagi setiap warga negara punya ambisi untuk jadi pemimpin.
Pernyataan-pernyataan M Taufik beberapa waktu lalu memang kerap ditujukan kepada Ahok, yang jika dicermati atau dilihat atau dibaca bisa membuat banyak orang keluar urat sarafnya. Bagi yang tak suka ataupun kurang sabar atau kurang bisa mengontrol emosi, sudah pasti bakal terbakar oleh hawa panas yang kerap kali dihembuskan oleh M Taufik melalui statement-statementnya. Kalau saya masih bisa tersenyum saja menyaksikan hal itu.
Ada satu hal dan saya sangat yakin bahwa M Taufik pun menyadari betul hal itu, yaitu soal "Kartu Kuning" yang saya maksud seperti penjelasan di atas dan kelihatan betul yang bersangkutan pun menjaga dan hati-hati agar tidak terkena Kartu Kuning ke-2 alias kartu Merah dalam hal yang sama karena yang bersangkutan masih beraktivitas dan bekerja di bidang yang sama yaitu politik dan pemerintahan.
Apa "Kartu Kuning" M Taufik yang saya maksud itu?
Adalah tahun 2004 silam, ia tersandung kasus korupsi dan menjadikannya sebagai terpidana kasus korupsi yang mendekam dalam jeruji selama 18 bulan.
Dalam beberapa pernyataannya, ia selalu mengaitkannya dengan perundang-undangan, kontroversi-kontroversi pun banyak dihadirkannya, kecuali untuk membahas kartu kuningnya sendiri yaitu soal kasus korupsi. Jika sampai ia terkena kartu kuning kedua untuk kasus yang sama, maka tulisan ini adalah sebagai REMINDER bagi para Hakim TIPIKOR di mana pun berada di negara ini, bahwa Kartu Kuning ke-2 alias pengulangan tindak pidana yang sama dalam hal ini adalah korupsi, sudah tak boleh ditawar lagi ketukan palunya dengan bunyi vonis adalah "PIDANA MATI".
Apa dasarnya? Dasarnya adalah penjelasan dari Pasal 2 ayat (2) UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.31/1999 disebutkan:
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.