Mohon tunggu...
Study Rizal L. Kontu
Study Rizal L. Kontu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bidang yang saya geluti terkait dengan filsafat, dakwah, dan civic educatiion.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Sejarah Dakwah: Sebuah Refleksi

25 April 2024   08:57 Diperbarui: 25 April 2024   08:59 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam perjalanan napak tilas keberadaan "dakwah" dalam sejarah, kita disuguhi oleh serangkaian peristiwa yang menjadi tonggak penting dalam perjalanan pemikiran dan praktik dakwah Islam. Mulai dari periode awal Islam, di mana dakwah dipimpin oleh Rasulullah dan al-Khulafa' ar-Rasyidun, hingga era kekhalifahan yang kemudian bermetamorfosis menjadi kekaisaran dari masa Amawiyah hingga Utsmaniyah, konsep dakwah mengalami evolusi yang mencolok.

Dalam periode kekhalifahan, konsep dan gerakan dakwah mengalami pergeseran menjadi lebih parsial dan ideologis, sesuai dengan paham teologis dan fiqiyah yang berkembang. Hal ini memicu persaingan antara berbagai kelompok seperti Khawarij, Syi'ah, dan Sunni, yang sering kali berujung pada konflik dan pertumpahan darah. Fenomena ini terus berlanjut hingga saat ini, di mana kelompok yang pertama tersebut telah musnah dan bermetamorfosis menjadi berbagai bentuk yang dikenal sebagai "new Khawarij", dan gerakan terakhir ini terkadang beririsan dengan gerakan dakwah "wahabi-salafi", walaupun ada perbedaan yang mendasar. Sedangkan dua kelompok terakhir tetap eksis dan berkembang menjadi aliran atau "mazhab" dalam Islam dengan berbagai sekte-sektenya.

Perjalanan dakwah Islam ke Tanah Jawa juga menjadi bagian penting dari sejarah dakwah ini. Dimulai sejak abad ke-7 dengan kedatangan utusan dari Khalifah Utsman bin Affan ke Jepara, dakwah Islam tersebar luas di wilayah tersebut. Peran "Walisongo" menjadi sangat signifikan dalam penyebaran dan pengukuhan Islam di Tanah Jawa, dengan semangat dakwah yang dilandasi oleh pendekatan budaya yang memadukan nilai-nilai lokal dengan ajaran Islam.

Perkembangan dakwah di Indonesia modern abad ke-20 juga menampilkan berbagai organisasi dan gerakan sosial keagamaan yang berperan dalam membangun masyarakat. Mulai dari Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, hingga Nahdatul Ulama, organisasi-organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang agama, tetapi juga ekonomi, politik, dan sosial.

Dari sekian banyak peristiwa sejarah tersebut, kita dapat mengambil banyak pelajaran yang relevan untuk masa kini. Fakta bahwa dakwah tidak hanya terbatas pada aspek agama, tetapi juga melibatkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lainnya, menunjukkan betapa kaya dan kompleksnya fenomena ini. Kolaborasi lintas disiplin ilmu, yang melibatkan para akademisi dari berbagai bidang seperti sosiologi, antropologi, psikologi, komunikasi, dan ekologi, menjadi sangat penting dalam memahami dan mengembangkan ilmu dakwah secara holistik.

Dengan memahami sejarah dan kompleksitas dakwah, diharapkan kita dapat membangun pemahaman yang lebih dalam tentang peran dan relevansi dakwah dalam masyarakat kontemporer, serta mengembangkan pendekatan-pendekatan yang lebih inklusif dan holistik dalam praktik dakwah.

Dalam mengeksplorasi sejarah dakwah, kita tidak hanya menapak tilas peristiwa-peristiwa penting, tetapi juga merenungkan implikasi filosofisnya dalam konteks zaman kita. Perjalanan dakwah dari masa ke masa membuka jendela bagi kita untuk memahami evolusi gagasan, praktik, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Pertama, dakwah sebagai konsep memiliki dimensi yang melampaui batasan waktu dan tempat. Dari dakwah Rasulullah hingga dakwah di Tanah Jawa dan Indonesia modern, inti dari dakwah tetaplah sama: "Menyampaikan ajaran Islam dan membangun masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Namun, perubahan konteks sejarah dan budaya memunculkan variasi dalam pendekatan dan strategi pelaksanaannya."

Kedua, dakwah bukanlah sekadar upaya penyampaian pesan agama, tetapi juga merupakan refleksi dari dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Ketika kita melihat dakwah dalam konteks perubahan kekhalifahan menjadi kekaisaran, misalnya, kita dapat melihat bagaimana kekuatan politik dan kekuasaan memengaruhi narasi dan praktik dakwah.

Ketiga, perjalanan dakwah juga menggambarkan kompleksitas hubungan antara agama dan budaya lokal. Melalui peran Walisongo, kita melihat bagaimana dakwah Islam di Tanah Jawa tidak hanya meresapi nilai-nilai agama, tetapi juga menyesuaikan diri dengan budaya dan tradisi lokal. Pendekatan ini menunjukkan bahwa dakwah bukanlah upaya asimilasi, tetapi integrasi yang menghormati keberagaman dan keunikan budaya setempat.

Keempat, dalam konteks Indonesia modern, dakwah menjadi panggung bagi berbagai gerakan sosial dan politik yang berjuang untuk kemerdekaan, keadilan, dan kemajuan bangsa. Organisasi-organisasi dakwah seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama tidak hanya berperan sebagai agen keagamaan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial dan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun