Mohon tunggu...
STEVEN LEE A
STEVEN LEE A Mohon Tunggu... Freelancer - Berbasis di Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengumpulkan semangat di masa WFH dengan blogging

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Yang "Positif" dari Positif Covid-19

3 September 2021   16:01 Diperbarui: 3 September 2021   16:03 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tai's Captures on Unsplash 

"Eh, aku positif nih!"
"Loh, kok bisa? Kena di mana? Bergejala apa OTG? Isoman apa di-opname?"
"Eh, bukan begitu...maksudnya, aku positif hamil!"

Hari-hari ini, kalau mendengar kata "positif" kita sontak langsung teringat pada si virus Covid19 dan berpikir hal-hal buruk. Ketika teman bilang positif, kita langsung berpikir yang tidak-tidak. 

Ya, siapa pula yang ingin mendapatkan vonis mendebarkan itu? Namun kita hari-hari ini (dan tampaknya masih akan demikian hingga tahun-tahun mendatang) akan hidup berdampingan dengan Covid19. 

Sambil menjaga diri dan keluarga baik-baik, kita juga harus siap mental jika virus itu menerpa diri kita. Jaga iman, jaga imun - jika menurut salah satu jargon yang sering terlihat di media luar ruang hari-hari ini. 

Merasa cemas mengenai Covid19 sangat wajar; ketika kita berada dalam kondisi yang sangat sulit, akan sangat membantu untuk mengenali masalah menjadi dua kategori: Hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. 

Untuk hal sudah di luar kontrol kita, seperti status positif Covid19 yang kita alami, harus belajar diterima dengan ikhlas karena kita tidak bisa mengubahnya seperti membalik telapak tangan.

Tahukah kamu, WHO menyarankan penggunaan frasa "orang dengan Covid-19" untuk mengacu pada pasien Covid19 bukan "korban"? Hal ini untuk membangun pola pikir baru, di mana kita bukanlah entitas yang sepenuhnya tak berdaya di mata pandemi. 

Salah seorang teman saya yang baru-baru ini pulih dari Covid19 mengatakan, ia berhenti merasa marah dengan kondisinya setelah mengubah pola pikir. Ia tidak lagi marah pada Tuhan dan bertanya: Mengapa harus aku? Ia justru membalikkan perspektif dan memandang kondisinya sebagai kesempatan istimewa, di mana ia bisa menjadi pendonor plasma darah dan menyelamatkan nyawa orang lain.

Ada juga orang yang jadi "duta prokes" di lingkungan tempat tinggal, setelah pulih dari Covid19. Ia menjadikan dirinya contoh nyata bahwa virus ini bisa menyerang siapa saja yang lengah, termasuk dirinya yang sebenarnya rajin olahraga.

Di saat kita sedang menghadapi Covid19, tentu ada tekanan mental. Namun stres dan gangguan mental bisa berujung pada memburuknya kondisi kesehatan kita; maka agar pulih optimal, memang kita perlu "diet" media sosial dan menyortir informasi yang kita baca selama perawatan. Tentu yang disarankan adalah informasi dari Kementerian Kesehatan, WHO, dan media massa nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun