Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 13:8-12 (Bagian 2)

5 Juni 2018   10:44 Diperbarui: 13 Juli 2018   00:28 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (pribadi)

Bukti bahwa kita sedang hidup di dunia ini (kesementaraan) adalah adanya karunia-karunia rohani. Kita masih butuh karunia-karunia rohani di sini (di dalam dunia ini). Tetapi nanti kalau yang sempurna sudah datang, di mana kita ada bersama Tuhan di surga, maka karakteristiknya berbeda. Saat ini kita masih butuh dikuatkan oleh orang lain. Kita butuh orang lain yang berbelaskasihan kepada kita. Kita butuh orang lain yang memimpin kita. Kalau kita nanti di surga, apakah kita butuh orang-orang yang punya karunia rohani? Tidak. Sebab kita sudah berjumpa dengan Tuhan.

Di surga kita bisa bicara tanpa batasan bahasa, sedangkan di sini kita memiliki keterbatasan bahasa dalam mengungkapkan sesuatu. Sehingga Tuhan memberikan bahasa roh untuk orang-orang tertentu supaya orang-orang itu bisa menyampaikan isi hatinya dengan bebas. Sekali lagi, inti yang disampaikan Paulus bukanlah perkembangan anak-anak rohani menjadi dewasa rohani. “Anak-anak” merujuk pada dunia yang sementara, sedangkan “dewasa” merujuk kepada keadaan nanti saat kita ada di surga. Dengan konsep ini, maka ayat 11 tidak boleh ditafsirkan bahwa bahasa roh hanya untuk orang-orang yang belum dewasa secara rohani.

Kedua, alasan mengapa kita perlu menolak penafsiran anak-anak dan dewasa rohani untuk ilustrasi tersebut adalah karena di ayat 11 Paulus memang tidak secara khusus berbicara tentang bahasa roh. Bagian mana dari ayat itu yang menunjukkan tentang bahasa roh? Tidak ada. Dengan demikian, ilustrasi di ayat 11 tidak boleh dimengerti hanya sebatas kaitannya dengan karunia bahasa roh. Tetapi banyak orang secara keliru telah mengaplikasikan ayat 11 hanya terbatas pada bahasa roh.

Kalau kita membaca ayat 11, Paulus bukan hanya bicara tentang bahasa roh. Dia memakai tiga kata kerja: berkata-kata, berpikir, dan merasa. Sejak ayat 8 Paulus menyinggung tentang nubuat, pengetahuan, dan bahasa roh. Beberapa penafsir bahkan menduga penggunan tiga kata kerja “berkata-kata, merasa, dan berpikir” (secara hurufiah “berkata-kata, berpikir, dan menalar”) di ayat 11 mungkin berkaitan dengan tiga karunia yang sedang dibicarakan (berkata-kata = bahasa roh, berpikir = nubuat (mengetahui pikiran Allah), menalar = pengetahuan). Mengapa Paulus memakai tiga kata ini? Logika kita pasti menemukan bahwa hanya “berkata-kata” yang cocok dikaitkan dengan bahasa roh. Tetapi apakah orang yang bernubuat tidak berkata-kata? Apakah orang yang berpengetahuan tidak menyampaikan pengetahuannya melalui kata-kata?

Mengapa Paulus memakai tiga kata ini? Kita tidak bisa terlalu yakin apakah Paulus memaksudkan tiga kata kerja untuk tiga karunia rohani. Tetapi walaupun itu benar atau salah, terlepas dari apakah tiga kata kerja ini memang benar-benar merujuk pada tiga karunia yang ada, kita tetap perlu menandaskan bahwa ilustrasi yang digunakan Paulus sama-sama berlaku untuk karunia bahasa roh, nubuat, dan pengetahuan. Jika bahasa roh dianggap hanya berlaku untuk orang-orang Kristen yang masih kanak-kanak secara rohani, maka prinsip yang sama seharusnya diterapkan pada mereka yang memiliki karunia nubuat dan pengetahuan. Apakah mereka yang anti terhadap bahasa roh berani menafsirkan secara konsisten seperti ini? Sulit dibayangkan apabila orang-orang yang dikaruniai nubuat dan pengetahuan dianggap sebagai orang-orang Kristen yang kanak-kanak secara rohani. Dengan kata lain, pertimbangan konteks membawa kita pada kesimpulan bahwa ayat 11 bukan hanya berkaitan dan tidak bisa dipaksakan hanya berkaitan dengan bahasa roh.

Kita tahu bersama bahwa banyak orang yang tidak berbahasa roh juga tidak dewasa secara rohani. Fakta bahwa seseorang memiliki kemampuan berbahasa roh tidak serta-merta menjadikannya dewasa secara rohani. Kita juga tidak boleh mengasumsikan bahwa kemampuan berbahasa roh memastikan ketidakdewasaan rohani seseorang. Dengan demikian, kita juga tidak boleh gegabah menyimpulkan bahwa orang yang tidak berbahasa roh pasti sudah dewasa secara rohani.


Kesimpulannya, ilustrasi di ayat 11 bukanlah tentang perpindahan tingkat kerohanian dari kanak-kanak menuju kedewasaan. Penjelasan ini tidak berarti bahwa jemaat Korintus sudah dewasa. Mereka memang tidak dewasa, sebagaimana dinyatakan Paulus di 3:1-13. Bagaimanapun, bukan hal itu yang sedang dibahas Paulus di 13:11.

Sekarang kita hidup di dunia yang sementara (fana), tetapi nanti kita hidup di surga yang kekal. Di dalam kesementaraan, kita butuh macam-macam karunia rohani, tetapi kita tidak akan membutuhkannya lagi jika sudah ada di surga. Poin yang coba diajarkan adalah kepantasan sesuatu pada tahap usia atau masa tertentu. Beberapa perilaku akan sesuai dan bernilai positif jika dilakukan di masa tertentu, tetapi akan terkesan berlebihan dan aneh jika dilakukan di masa yang berbeda. Dalam kalimat yang sederhana, ada perbedaan besar antara kanak-kanak (memang untuk anak-anak) dan kekanak-kanakan (untuk orang dewasa yang berperilaku seperti anak-anak). Berbagai karunia rohani hanya sesuai dan bermanfaat untuk masa sekarang di dunia ini. Pada saat orang-orang percaya sudah berada di surga, semua itu tidak diperlukan lagi. Itulah maksud Paulus.

Seseorang pernah mengatakan, “Kalau kita tidak bisa berbahasa roh, kita celaka. Karena nanti kita di surga tidak bisa bicara apa-apa. Nanti di surga, semua bahasa yang dipakai bukan Mandarin, bukan Inggris, tetapi yang dipakai adalah bahasa roh.” Sebetulnya kasihan sekali orang yang berkata begini. Mengapa? Karena ayatnya sudah jelas di 1 Kor. 13 bahwa nubuat akan berhenti dan bahasa roh akan lenyap. Bagaimana dia bisa menafsirkan seperti itu ketika sudah jelas dikatakan bahwa kalau yang sempurna datang maka yang tidak sempurna ini akan lenyap?

Rasa kasihan juga perlu diberikan kepada orang-orang Kristen. Betapa sepinya surga seandainya perkataan itu benar. Sebab orang Kristen yang bisa berbahasa roh sangat sedikit jumlahnya. Belum tentu gereja-gereja yang sering berbahasa roh semuanya benar-benar adalah bahasa roh. Mungkin ada beberapa yang benar-benar Tuhan berikan karunia bahasa roh, tetapi saya yakin lebih banyak orang yang tidak memilikinya. Itulah sebabnya kita perlu mempertanyakan konsistensi kebenaran dari ajaran beberapa gereja tertentu yang mengajarkan untuk berbahasa roh (bdk. 1 Kor 14). Kalau semuanya berbahasa roh, bagaimana dengan yang tidak memiliki karunia bahasa roh? Bagaimana mereka bisa mengerti apa yang sedang terjadi di dalam ibadah?

Sekali lagi, masing-masing fase kehidupan memiliki karakteristik yang berbeda. Tuhan menjaga kita melalui karunia-karunia rohani ketika kita hidup di dunia yang sementara. Tuhan menumbuhkan iman kita melalui keragaman karunia rohani. Kita akan meninggalkan semua karunia rohani yang kita miliki jika kita sudah berada di surga (fase hidup yang berbeda).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun