Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksposisi 1 Korintus 13:1-3

28 April 2018   22:11 Diperbarui: 21 Juli 2018   16:11 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayat ini dikelompokkan menjadi dua bagian: karunia-karunia yang berhubungan dengan pemahaman hal-hal ilahi (nubuat, penguakan misteri, pengetahuan, lihat 14:6) dan karunia iman (keyakinan untuk memindahkan gunung). Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Paulus dalam taraf tertentu mempunyai semua ini. Ia adalah nabi yang menyampaikan nubuat/perintah ilahi kepada jemaat (14:37, bdk. 14:32). Walaupun ia mengakui bahwa ia tidak memahami semua rahasia ilahi (13:9; lihat juga Rom. 11:33-35), namun tidak dapat disangkal bahwa ia mengetahui misteri-misteri ilahi tertentu (2:1, 9-10; 15:51), karena Allah memercayakan hal itu kepadanya (4:1). Ia bukan hanya memiliki pengetahuan, melainkan juga mampu menilai sebuah pengetahuan (8:1) dan memiliki pikiran Kristus (2:16). Dalam hal ini Paulus tidak hanya menyinggung tentang apa yang ia sudah miliki, tetapi juga potensi maksimal dari kelompok karunia ini: mengetahui semua (panta) misteri dan seluruh (pasan) pengetahuan (13:2a).

Kelompok karunia yang lain adalah iman (13:2b). Berdasarkan pemunculan ungkapan ‘iman yang memindahkan gunung’ di berbagai tempat, baik dalam bagian Alkitab yang lain (Mat. 17:19-20; 21:21; Mar. 11:22-24; Luk. 17:6) maupun tulisan-tulisan Yahudi (b. Ber. 64a; b. Sanh. 24a), kita sebaiknya memahami ungkapan ini sebagai sebuah peribahasa populer yang berhubungan dengan sesuatu yang terlihat mustahil tetapi mampu dilakukan dengan cara yang bersifat mukjizat. Paulus tidak pernah memindahkan gunung, tetapi ia mampu melakukan berbagai tanda ajaib di depan jemaat Korintus (2Kor. 12:12). Kisah Para Rasul juga berkali-kali mencatat bebagai mujizat yang Allah lakukan melalui Paulus. Sama seperti sebelumnya, Paulus di bagian ini juga memikirkan potensi maksimal dari karunia iman: memiliki semua (pasan) iman untuk memindahkan gunung.

Apa yang terjadi apabila semua karunia rohani yang spektakuler ini tidak disertai dengan kasih? Paulus menjawab: “aku sama sekali tidak berguna” (LAI:TB). Dalam teks Yunani makna yang diekspresikan lebih kuat, yaitu “aku adalah bukan siapa-siapa” (NIV/ESV/KJV “I am nothing”). Sekali lagi, fokus Paulus bukan pada karunia rohani, tetapi dirinya sendiri. Pemunculan kata “outhen” (‘bukan siapa-siapa’) sangat kontras dengan tiga kali pemunculan kata panta/pasan (‘segala’) di ayat ini: walaupun kita mengetahui dan memiliki segala sesuatu, tetapi tanpa kasih kita bukan siapa-siapa. Kepemilikan karunia rohani seringkali direspons oleh pemujaan dari banyak orang. Namun di mata Allah, orang yang menggunakan karunia itu tanpa kasih tetap bukan siapa-siapa.

Demonstrasi kasih yang spektakuler tanpa kasih = tidak bermanfaat (ayat 3)

Apa yang dituliskan Paulus di bagian ini mengandung makna yang lebih kuat daripada di dua ayat sebelumnya. Di bagian ini Paulus menyebutkan dua tindakan yang secara umum dipahami sebagai demonstrasi kasih yang besar. Namun, ia justru membuka peluang bahwa dua tindakan itu dilakukan tanpa kasih.

Tindakan pertama adalah “membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku” (psomiso panta ta hyparchonta mou). Kata yang sedikit sulit untuk ditafsirkan di bagian ini adalah “psomiso” (LAI:TB ‘membagi-bagikan’). Secara hurufiah kata ini berarti “memberikan” atau “membagikan”. Objek langsung atau tidak langsung dari pemberian ini harus ditentukan oleh konteks. Banyak versi Inggris mengaitkan kata ini dengan memberi makan orang miskin (KJV/ASV/NASB) atau sekadar memberikan sesuatu kepada orang miskin (NIV/NLT).


Dua pertimbangan berikut ini mendukung terjemahan ‘memberi makan orang-orang miskin’: (1) kata dasar “psomiso” muncul di Roma 12:20 dengan arti ‘memberi makan’; (2) jika memberi/membagikan harta di 1 Korintus 13:3a termasuk salah satu karunia rohani (bdk. 12:28; Rom 12:8), maka objek tidak langsung dari pemberian ini kemungkinan besar adalah orang-orang yang tidak mampu atau membutuhkan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa tindakan di 13:3a merupakan hal yang luar biasa. Tindakan ini ditujukan pada orang-orang miskin yang memang sangat membutuhkan. Selain itu, yang dibagikan adalah ‘segala’ (panta) yang dimiliki. Dalam ukuran tradisi mana pun, pemberian sebesar ini pasti dikategorikan sangat dermawan (menurut tradisi Yahudi, memberi 1/5 dari harta seseorang sudah dianggap murah hati). Kita tahu bersama bahwa orang muda yang kaya yang ingin mengikuti Yesus gagal memenuhi tantangan dari Yesus untuk menjual seluruh hartanya dan dibagikan pada orang miskin (Mar. 12:17-22). Jemaat Korintus yang kaya pun gagal. Mereka justru menghina orang-orang miskin yang tidak bisa makan (1Kor. 11:30).

Tindakan kedua yang sekilas menyiratkan kasih adalah menyerahkan tubuh untuk dibakar (parado to soma mou hina kauchesomai). Bagian ini jelas menyiratkan peningkatan makna dibandingkan ayat 3a. Yang dikorbankan kali ini bukan lagi semua harta, tetapi tubuh.

Ayat 3b diterjemahkan secara berlainan dalam berbagi versi. Sebagian menerjemahkan “untuk dibakar” (KJV/ASV/NASB/RSV/NIV/ESV), sebagian lagi “untuk memegahkan diri” (NRSV/NLT). Inti persoalan terletak pada salinan-salinan kuno: ada yang memakai “kauchesomai” (‘untuk memegahkan diri’), ada pula yang “kauthesomai” (‘untuk dibakar’). Bukti-bukti eksternal (dari usia dan kualitas manuskrip) mengarah pada “kauchesomai”. Perubahan dari “kauchesomai” ke “kauthesomai” mungkin dilakukan pada saat kematian sebagai martir dengan cara dibakar hidup-hidup yang telah menjadi sesuatu yang umum di kalangan orang-orang Kristen tertentu.

Jika bacaan ‘untuk memegahkan diri’ (“kauchesomai”) diterima, maka kemegahan di sini harus dipahami sebagai sesuatu yang netral. Jika “kauchesomai” di sini pada dirinya sendiri sudah negatif, maka tambahan ‘jika aku tidak mempunyai kasih’ (13:3b) menjadi tidak diperlukan. Di tempat lain Paulus juga mengaitkan penderitaan dalam pelayanan dengan kemegahan, yang satu secara negatif (2Kor. 11:23-29), yang lain secara positif (2Kor. 12:10). Kemegahan dalam penderitaan secara positif berarti merujuk pada perasaan sukacita karena diperkenankan Allah untuk menderita bagi Dia (bdk. Mat. 5:10-12; Flp. 1:29-30; 1Pet. 2:19; Ibr. 11:35b-40).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun