Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingkah Membuat Tirai di Rumah yang Sudah Hangus Terbakar?

13 Maret 2018   20:41 Diperbarui: 17 Agustus 2018   08:10 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal abad ke-21, kita diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang membingungkan yang tidak pernah terbayangkan pada lima puluh tahun lalu. Di satu sisi, laju perubahan teknologi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan semakin banyak melahirkan begitu banyak keajaiban melalui kepintaran manusia. Di sisi lain, kemiskinan global yang tetap bertahan menjadi tantangan tersendiri bagi rasa keadilan kita. Kita makin saling bergantung (terikat) secara global dan peluang bisnis tersebar berlimpah, tetapi soal kaya dan miskin tetap saja terpisah jauh seperti sediakala. 

Kita diperlakukan lebih sebagai konsumen daripada sekadar warga negara dalam masyarakat material yang sarat dengan kecanggihan, tetapi kurang memiliki kesadaran tentang tujuan. Konsekuensinya, secara tidak sengaja, kita telah menyebabkan masalah lingkungan menjadi ancaman serius bagi masa depan kita bersama. Meskipun ancaman perang nuklir telah surut, kita harus tetap waspada dengan hadirnya terorisme global, pelaku bom bunuh diri, serta bangkitnya radikalisme agama. 

Perpecahan keluarga, terutama di Barat, telah menjadi beban berat bagi orang tua tunggal, serta telah mengancam kohesi masyarakat dan dalam banyak kejadian telah menyebabkan adanya rasa keterasingan di antara para kawula muda. Kita bingung tentang hakikat jati diri manusia, dan kebingungan itu terlihat pada pemusnahan kehidupan melalui aborsi dan eutanasia serta usaha (niat) kita untuk menciptakan kehidupan melalui genetika dan kloning.

Mengapa perlu melibatkan diri dalam dunia seperti itu? Sungguh mengherankan bahwa kita perlu mengajukan pertanyaan seperti itu sedangkan telah terjadi perdebatan mengenai hubungan antara penginjilan dan tanggung jawab sosial. Bagaimanapun semua isu (dan masih banyak lagi) yang disebutkan sebelumnya memengaruhi orang Kristen maupun mereka yang tidak beragama. Isu-isu tersebut menantang kesadaran kita akan jati diri dan tujuan. Semua itu menantang kita untuk menerapkan pemikiran Kristen atas isu-isu baru yang terus-menerus mendatangi kita.

Kita semua mungkin sudah tahu bahwa orang Kristen dipanggil untuk mengembangkan pemikiran Kristen. Tentang hal itu, sayangnya masih ada sebagian orang yang percaya bahwa orang Kristen tidak memiliki tanggung jawab sosial di dunia ini, melainkan hanya suatu penugasan untuk memberitakan Injil kepada orang yang belum pernah mendengar Injil. 

Namun, kita tahu bahwa pelayanan Yesus dalam masyarakat, mencakup kedua hal itu, yaitu "berkeliling ... mengajar ... dan memberitakan Injil Kerajaan Surga" (Mat 4:23; 9:35). Oleh karena itu, "pemberitaan Injil dan kepedulian sosial terkait erat satu sama lain. 

Dan sepanjang sejarah gereja, orang Kristen sudah sering terlibat dalam kedua kegiatan itu tanpa merasa malu sedikitpun, tanpa merasa ada kebutuhan untuk mendefinisikan apa yang mereka lakukan atau mengapa mereka melakukan itu semua. Allah kita adalah Allah yang penuh kasih yang mengampuni orang-orang yang berpaling kepada-Nya dalam pertobatan, tetapi Dia juga adalah Tuhan yang menghendaki keadilan dan meminta kita, sebagai umat-Nya, untuk tidak hanya menjalankan hidup yang adil, melainkan juga berjuang bagi yang miskin dan yang tak berdaya.

Mengapa orang Kristen harus terlibat? Hanya ada dua kemungkinan sikap yang bisa diambil orang Kristen terhadap dunia. Pertama, melarikan diri. Kedua, melibatkan diri. Kita bisa saja mengatakan bahwa ada pilihan ketiga, yaitu menyesuaikan diri. Tetapi, persoalan segera muncul karena orang Kristen tidak akan bisa dibedakan dari dunia. 

Dengan demikian, orang Kristen tidak lagi mampu mengembangkan sikap kekhasannya yaitu gaya hidup yang berpusatkan Injil, melainkan hanya menjadi bagian dari dunia. Melarikan diri berarti kita membelakangi dunia dalam sikap menolak, mencuci tangan kita (meskipun dengan mencuci tangan seperti Pontius Pilatus, kita tidak bisa begitu saja terlepas dari tanggung jawab), dan mengeraskan hati kita terhadap teriakan minta tolong. 

Sedangkan melibatkan diri berarti kita menghadapkan wajah kita pada dunia dalam kasih sayang, membiarkan tangan kita menjadi kotor, sakit, dan tergores dalam pelayanan terhadap dunia sebagai gejolak kasih Allah yang kita rasakan jauh di dalam lubuk hati, yang tak mampu kita bendung.

Terlalu banyak di antara kita, yang sudah atau mungkin masih, memilih sebagai orang yang lari dari tanggung jawab. Kita lebih memilih bersekutu di dalam gereja yang jauh lebih menyenangkan ketimbang aktif melayani di suatu lingkungan yang apatis bahkan memusuhi kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun