Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Resign di Masa Pandemi, Bukan Semata Soal Bayaran

12 Maret 2021   12:43 Diperbarui: 12 Maret 2021   14:39 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi:www.pixabay.com

Kebutuhan setiap orang dimasa pandemi tetap harus dipenuhi khususnya untuk mempertahankan imunitas tubuh dengan asupan gizi seimbang agar tetap sehat dan terhindar dari Covid-19. Untuk memenuhi kebutuhan itu perlu uang yang dapat diperoleh dari penghasilan tiap bulan, bantuan langsung tunai, atau pinjaman dari lembaga kredit baik yang resmi maupun tidak resmi. Untuk sekedar memberi beras pun "terpaksa" harus hutang warung tetangga, yang juga kesulitan modal.

Diakui, masa pandemi ini sangat sulit bagi mereka yang tidak mempunyai penghasilan tetap, bekerja di sektor informal. Untuk membeli beras, lauk pauk dirasa sangat berat walau pemerintah sudah memberikan berbagai macam bantuan tunai atau berujud sembako. Bukan hal aneh bila sering terjadi salah data, ataupun standar beda yang dipakai untuk menentukan penerima bantuan. Akibatnya keluarga yang seharusnya layak mendapat bantuan sering terlewati, dan ada keluarga yang kasat mata mampu justru menerima bantuan. Salah sasaran penerima bantuan menjadi "sesuatu" yang biasa.   

Mereka tidak mempunyai suara sekedar menanyakan haknya, apalagi protes kepada panitia yang telah ditunjuk pemerintah. Padahal hidupnya benar-benar sulit untuk sekedar makan pun sangat terasa berat bebannya. Sumber untuk makan pun yang menjadi andalan dari jualan nasi bungkus keliling kampung, sejak Covid-19 terhenti. Banting stir membuat kue dititipkan warung tetangga, modalnya juga dari hutang tidak yang harus setor setiap bulan.    

Demikian sulit dan beratnya perjuangan untuk bertahan hidup karena tidak mempunyai penghasilan tetap. Di lain pihak ada yang sudah mempunyai pekerjaan merasa galau antara bertahan di tempat kerja sekarang atau mau resign. Padahal saat pandemi Covid-19 ini mencari pekerjaan diakui selain persaingan ketat juga nyaris tidak ada lowongan pekerjaan yang dibuka. Bahkan banyak perusahaan yang mengurangi pegawainya akibta Covid-19. PHK pun tidak dapat dihindari, walau ini keputusan yang menyakitkan bagi pengusaha maupun pegawainya.

Diakui juga untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak adalah hak setiap orang. Namun dimasa pandemi selama setahun sebagai ujian terberat yang dialami oleh siapapun, kecuali bagi yang mempunyai tabungan untuk hidup tujuh turunan. Sebagai warga masyarakat biasa mendapatkan pekerjaan di masa pandemi adalah anugerah yang patut disyukuri, dinikmati, dan dijalani. Namun demikian adalah hak setiap orang untuk melakukan resign dari pekerjaan di masa pandemi ini. Bukan masalah bersyukur atau tidak bersyukur, tetapi memutuskan resign itu berkaitan dengan "hati nurani", yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersangkutan.

Artinya orang resign di masa pandemi ketika sulit mencari pekerjaan bukan masalah bayaran semata. Namun ada yang lebih penting dan tidak bisa melakukannya karena bertentangan dengan prinsip hidup dan hati nurani. Kejadian menarik dialami seorang artis daerah, saat sulit job,  ditelepon owner ke ibukota untuk rekaman. Tawaran ini bak air surgawi yang mententeramkan. Rasa penuh harap, mantap meninggalkan daerah, keluarga, status mahasiswa smester pertama, demi mewujudkan asa sebagai artis ibu kota. Biasa di daerah, sebelum pergi berpamitan dengan banyak pihak, acara seremonial, dan diantar ke bandara satu kampung plus fansnya minta foto, nyaris pesawat "take off", sampai dipanggil lewat pengeras suara.

Barang bawaan melebihi kapasitas bagasi, rempong banget, dan harus bayar bagasi tambahan. Sesampai di ibukota langsung mendapat tugas setiap hari untuk menghafal lagu-lagu, dan serentetan acara yang menguras energi, pikiran, dan waktu. Dituntut harus bisa bergoyang, centil, dan baju-baju yang memperlihatkan punggung, Seminggu, dua minggu mulai rindu kampung pingin pulang. Puncaknya saat disodori perjanjian kontrak kerja yang salah satu pasalnya tidak boleh memakai hijab, padahal sudah mantap berhijrah untuk menjadi artis yang memakai hijab.

Akhirnya memilih membatalkan kontrak dan kembali ke daerah karena pasal-pasal dalam perjanjian dirasa memberatkan. Misal jangka waktu selama 10 tahun, tidak boleh pulang kampung, dan harus membayar biaya tinggi bila belum selesai masa kontrak selesai. Selain itu yang paling memberatkan adalah harus melepas hijab, artinya saat menjadi artis tidak boleh berhijab. Kalaupun ada yang boleh berhijab karena sejak jauh sebelum tanda tangan kontrak sudah lama berhijab.  

Diakui memang menjadi artis ibu kota yang sukses dapat membahagiakan keluarga. Namun apa dikata, ada manajemen yang kurang mendukung artisnya berhijab. Kondisi ini tentu sangat bertentangan dengan hati nurani bila harus berkostum minim dan membuka aurat. Artinya resign dari pekerjaan belum tentu berhubungan dengan soal besarnya bayaran, namun mengikuti kata hati yang merasa tidak sreg. Orang lain pasti menyayangkan, kecewa itu biasa, tapi yang menjalani tetap memutuskan kembali ke kampung mencari rejeki yang tenang, memberi rasa aman dan nyaman.

Jadi sah-sah saja bila di saat pandemi disaat orang lain kepingin mendapatkan pekerjaan, justru ada yang dengan ikhlas melepaskan pekerjaan karena tidak sesuai dengan prinsip, keyakinan, dan hati nuraninya.

Yogyakarta, 12 Maret 2021 Pukul 12.30

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun