Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pelanggan adalah Raja, Benarkah ?

8 September 2019   00:56 Diperbarui: 13 September 2019   11:22 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:www.pixabay.com

Era digital ini penyedia barang dan jasa berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan terbaik bukan hanya cepat, murah, mudah, tetapi juga pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan. Sudah tidak jamannya lagi pelanggan dibiarkan kebingungan, dan mendapat perlakuan tidak menyenangkan.

Bila masih bertahan dengan cara lama (jutek, curiga, muka masam, emosi, tidak sabar), prosesnya manual, tidak efektif dan efisien, lama, dan tidak mementingkan kebutuhan pelanggan, tinggal tunggu waktu ditinggal pelanggan. Kalau sudah begini yang rugi bukan hanya perusahaan, institusi, lembaga penyedia jasa, tetapi pegawai terancam dirumahkan.

Perusahaan berbasis jasa agar tetap eksis, tidak ditinggalkan pelanggan, menjadikan pelayanan sebagai ujung tombak yang menggerakkan semua aktivitasnya ada di depan (front office), bukan di belakang (back office). Bahkan memberikan pelayanan prima, yang memenuhi standar kualitas sesuai (bahkan melebihi) dengan harapan pelanggan.

Hal ini dlakukan karena pelanggan adalah raja yang selayaknya mendapatkan pelayanan dengan baik, agar merasa puas. Walaupun "rasa" puas itu tidak kasat mata, tidak dapat diraba tetapi ada kesan yang dirasakan secara batiniah.

Pelayanan dengan rasa, hati yang tulus ikhlas, dapat menembus ke hati para pelanggan, sehingga menjadi kenangan baik yang sulit dilupakan. Kepuasan pelanggan menjadi modal utama pemasaran dari mulut ke mulut, untuk menarik pelanggan baru.

Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunisasi, pelayanan semakin mudah, cepat, murah, praktis, plus sikap, perilaku, ucapan, tindakan pegawai yang menyenangkan, siap membantu, ramah, sopan santun, beretika, pelanggan merasa senang, nyaman, dan puas.

Pelayanan yang mempunyai nilai-nilai keramah tamahan (hospitality), sebagai upaya menjalin pelanggan, hubungan baik yang berkelanjutan, hubungan sosial antara pegawai dengan pelanggan.

Kondisi pelayanan seperti ini sering dijumpai di hotel, cafe, restauran, bank, angkutan udara. Model pelayanannya perlu di adopsi oleh instansi pemerintah bila tidak ingin ditinggal pelanggannya.     

Pelayanan berorientasi pada pelanggan dijumpai di kantor samsat, pajak, catatan sipil, pertanahan, perijinan, kereta api, yang telah mereformasi dengan inovasi pelayanan berbasis teknologi informasi, termasuk merubah pola pikir dan pola kerja pegawainya.

Slogan, tata cara, jam buka, tranparansi prosedur, biaya, estimmasi waktu semuanya jelas dapat dilihat dan diakses melalui aplikasi smartphone.

Petugas yang ramah, murah senyum, menyapa dengan salam, sopan, santun, sikap dan penampilan yang menyenangkan membuat pelanggan menjadi puas. Kalaupun ada yang dirasa  kurang, disediakan " kotak aspirasi", yang cepat mendapat respon positif. Berbeda  jaman dulu ada "kotak saran", sekedar penghias, bila ada saran berupa tulisan di kertas, berakhir di tempat sampah. Jadi pelayanan berorientasi apa maunya pegawai tanpa memikirkan pekentingan pelanggan.  

Saat ini ketika pelanggan dirugikan, dan merasa tidak nyaman dengan pelayanan yang diberikan, langsung protes, ada yang dengan marah-marah berargumen.

Menghadapi kondisi demikian, petugas tidak boleh terpancing emosi, dan memberi kompensasi, kemudahan, misal snack, nasi boks, penginapan, uang seharga tiket (untuk penerbangan yang tertunda).

Macam-macam kompensasi ini sebagai bentuk pertanggungjawaban profesional pihak penyedia jasa. Juga sebagai wujud pengakuan pelanggan adalah raja, wajar mendapatkan pelayanan yang menyenangkan dan memuaskan.  

Disisi lain masih ada yang tidak memposisikan pelanggan sebagai raja, khususnya untuk penyedia jasa kuliner. Berdasarkan pengamatan, semakin terkenal, dikunjungi banyak orang, pelayanan semakin kurang berkualitas, apalagi profesional.

Pelanggan harus menunggu berjam-jam (lebih 2 jam), sungguh menghabiskan waktu, atau antri tempat duduk karena  sudah penuh. Suasana tidak  kondusif karena ramai, banyak orang lalu lalang.

Seakan posisi tawar pelanggan lebih rendah dari penyedia jasa kuliner. Semestinya kalau pelanggan banyak perlu melakukan terobosan, dan inovasi atau menambah personil pegawai dan meningkatkan keterampilannya, sehingga cekatan dan tanggap saat memberi saat pelayanan.                                        

Penulis pernah mengalami pelayanan yang menyenangkan di tempat kuliner. Pada waktu itu bulan puasa, bayangkan harus menunggu 2 jam lebih, padahal berbuka tinggal 30 menit.

Ada lagi tempat kuliner yang pelayanannya jutek, tidak ramah, tanpa senyum, tidak respek. Mendapat pelayanan demikian lebih baik mundur dan mencari tempat kuliner yang lain, walau pergi dengan menahan lapar.

Pernah juga membeli menu lauk untuk dibawa pulang, ternyata tidak sesuai harapan rasa, warna, bahan, cara menyajikan.

Mendapat pengalaman tidak mengenakkan ini, lebih memilih tidak akan kembali, apalagi merekomendasikan kepada orang lain.

Jadi siapa yang rugi ?

Yogyakarta, 8 Sepetember 2019  Pukul 0.56 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun