Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Keluarga sebagai Benteng Badai Kehidupan dalam Film "Keluarga Cemara"

5 Januari 2019   19:13 Diperbarui: 5 Januari 2019   19:56 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbentuknya keluarga diawali dengan perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria denga seorang wanita sebagai suami istri denga tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). 

Wajar bila setiap peristiwa pernikahan selalu ada nasehat dari orang tua, ahli agama, tokoh masyarakat, atau petugas pencatat nikah. Doa yang dipanjatkan para tamu saat akah nikah dan walimahan agar keluarga menjadi keluarga sakinah (damai, tenteram, tenang, dan bahagia), mawaddah (selalu mencintai disaat susah dan senang), dan warohmah (penuh kasih sayang).

Pernikahan ibaratnya seperti biduk mengarungi samudera kehidupan yang dinahkodai suami dan istri mengatur urusan rumah tangga. Angin kadang sepoi-sepoi, namun tidak jarang gelombang menerpa biduk kecil yang terombang-ambing tanpa arah dan tujuan. Dalam keluargapun tidak selalu indah, enak, bahagia seperti harapan dan doa saat pernikahan. Persoalan silih berganti, suka, sedih, tawa, bahagia dan air mata mewarnai kehidupan dalam berkeluarga.

Tahun pertama membina keluarga adalah tahun penyesuaian bersatunya dua (2) insan, dua keluarga besar, dua budaya, dua kebiasaan, dua adat istiadat, dua bahasa hoby, minat, bakat, komunitas dan lingkungan. Masa ini adalah masa-masa "krisis" perlu penyesuaian, pengorbanan, toleransi, kesabaran dan keikhlasan serta bermain dengan "rasa' dan hati nurani. Melepaskan "ego" pribadi, dan menurunkan sedikit "gengsi" yang terlalu tinggi, agar dapat melewati masa-masa penyesuaian dengan ringan dan lancar.

Demikian juga dalam film "Keluarga Cemara" yang tayang perdana serentak di seluruh bioskop di Indonesia tanggal 3 Januari 2019. Film layar lebar "Keluarga Cemara" ini patut ditonton oleh semua lapisan masyarakat segala usia karena mengandung filosofi kehidupan dalam berkeluarga yang penuh dengan pernak pernik suka duka. 

Bahwa kehidupan berkeluarga itu bagaikan roda yang selalu berputar pada porosnya, kadang diatas kadang dibawah yang penuh warna. Namun landasan utama adalah untuk menuju keluarga sakinah, mawadah, dan warohmah, sehingga dalam kondisi apapun, dan badai, gelombang yang kencang menerpa sekalipun tetap kokoh, karena landasan utamanya sudah tertanam sampai sanubari.

Film "Keluarga Cemara" ini berawal dari Sinetron di RCTI tahun 1996 sampai 2004 yang sangat melegenda, sebagai keluarga harmonis, ideal walau dalam kesederhanaan dan keprihatinan. Skenario diadaptasi dari cerita bersambung Arswendo Atmowiloto di majalah "Hai" judulnya "Keluarga Cemara". Para pemeran Ringgo Agus Rahman sebagai Abah yang bijak walau kadang "keras" karena kondisi dan untuk kebaikan. 

Nirina Zubir memerankan Emak yang sabar, tenang, tidak pernah menuntut dan menyalahkan dalam kondisi sulit, justru membantu agar kebutuhan pokok keluarga tetap terpenuhi. Adhisty Zara JKT 48 berperan sebagai Euis, walau kadang egois tetapi dapat memahami kondisi keluarga dalam kesulitan, dan Widuri Putri memerankan Ara, yang lucu dan polos. Adegan sedih, haru, menyentuh rasa, air mata pun bisa tumpah, sebaliknya adegan kocak, konyol membuat tawa tergelak.  

Konflik, karena perbedaan persepsi dan pemikiran dalam menghadapi persoalan keluarga antara Abah, Emak, Euis, dan Ara, adalah hal biasa dan sering terjadi dalam keluarga nyata di masyarakat Indonesia. 

Masalahnya, bagaimana konflik itu dikelola (manage), sehingga dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan keluarga. Sebagai orang tua pun bukan hal yang tabu untuk meminta maaf kepada anak-anaknya ketika melakukan kesalahan. Menerima kritik, saran, argumen dari anak-anak dengan kebesaran jiwa. 

Anak adalah jiwa yang berbeda walau dilahirkan dari rahim yang sama. Saling memaafkan dan menyadari kesalahan adalah salah satu cara untuk mengelola konflik yang harus segera diselesaikan, bukan ditunda apalagi dibiarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun