Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... Politisi - di kantor

bersyukur dalam segala keadaan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies, Pribumi, dan Pulau Reklamasi

25 Oktober 2017   13:56 Diperbarui: 25 Oktober 2017   14:00 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu media meanstream tanggal 23 oktober 2017, memberitakan pertemuan antara Prabowo Subianto, Gubernur Anies  dengan sejumlah petinggi perusahaan pengembang pulau Reklamasi di Kediaman Prabowo di Hambalang yang berlangsung bulan Agustus lalu. Pertemuan membahas tindak lanjut Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dimana dalam salah satu janji kampanye Anies-Sandi proyek tersebut akan dibatalkan. Pertemuan yang diinisiasi dan difasilitasi oleh Prabowo tersebut menunjukan betapa "bernilainya" proyek pulau reklamasi. Informasi yang beredar bernilai lebih dari RP 600 trilyun dan banyak orang orang asing yang sudah "membeli" khususnya warga negara China.

Dalam pandangan Hadiz (2009), apa yang dilakukan Prabowo dengan mempertemukan Gubernur Anies dan para pengembang masuk dalam ranah dominasi predatoris.  Yakni pembajakan demokrasi yang dilakukan oleh para penguasa kapital yang berkolaborasi dengan penguasa untuk menguasai sumber daya sektor publik kemudian menjadikan sebagai properti milik swasta. Dominasi Predatoris biasanya sangat kuat mencengkeram Pemerintah dengan cara menciptakan regulasi baik ditingkat pusat maupun daerah. Sangat sulit menemukan kekuatan yang melawan, atau dalam hal ini adalah ketidakmunculan suatu masyarakat yang terorganisir dan ideologis. Masyarakat tidak dapat terorganisir dengan baik akibat penghancuran hampir semua kekuatan ideologis dan kebijakan politik depolitisasi yang berlangsung selama puluhan tahun di era Orde Baru.

Yang patut dicatat meskipun telah bertemu dengan pengembang proyek reklamasi dan Prabowo pada bulan Agustus, pada pidato pertama mejabat Gubernur DKI tanggal 16 Oktober 2017, Anies melontarkan diksi keadilan untuk pribumi. Gubernur Anies seolah sengaja menggiring rakyat Jakarta kembali memasuki lorong waktu koloninialisme yang penuh penindasan dan melecut pribumi untuk bangkit. Pertanyaanya, apakah Anies mulai meninggalkan Prabowo sekaligus mengirim pesan kuat kepada para pengembang pulau reklamasi, atau hanya menaikan popularitas,  atau bahkan menantang Jokowi dalam Pilpres 2019 dengan mengkonsolidasikan "pribumi" sebagai sebuah tunggangan? bukankah Joko Widodo menjadi Presiden karena sukses mengkonsolidasikan "blusukan"?

Anies, Pribumi dan Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Anies sendiri ber etnis Arab dengan marga Baswedan, dalam strata kolonial etnis Arab masuk dalam golongan timur asing satu level dengan etnis China yang diperlakukan oleh penjajah belanda sebagai strata nomor dua setelah etnis Eropa. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan kata Pribumi sebagai penghuni asli; yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Baik menurut pandangan strata kolonial maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Anies bukanlah termasuk pribumi. Namun dalam proses perjuangan kemerdekaan kakek Anies bernama AR Baswedan adalah seorang nasionalis, jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan juga sastrawan Indonesia.

AR Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante. AR Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia yaitu dari Mesir (wikipedia). Mungkin atas landasan inilah Anies menenggelamkan dirinya sebagai Pribumi?

Kata Pribumi yang dilontarkan Anies begitu berenergi menerobos ruang ruang publik bukan hanya jakarta tapi seluruh Indonesia. Semakin mengerucut karena gubernur lama adalah Ahok yang beretnis Tiong Hoa. Kata Pribumi, secara tidak langsung juga menggempur projek reklamasi pantai utara Jakarta. Yang sudah menjadi rahasia umum dimana enam perusahaan pengembang Pulau Reklamasi tersebut milik pengusaha beretnis Tiong Hoa. Lebih lengkap lagi karena hanya orang orang kaya yang nantinya bisa menjadi penghuni pulau reklamasi tersebut. Sesuai dengan Perda DKI No.6 Tahun 1999 tentang  Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta, pasal 32 ayat b bahwa wilayah reklamasi akan digunakan untuk pemukiman masyarakat Menengah-atas.

Namun yang lebih nggegirisi adalah isue beberapa pulau yang dibangun dengan fasilitas super mewah tersebut diperuntukan orang orang asing khususnya dari Negara China. Hal ini setidaknya terkonfirmasi dengan iklan pulau reklamasi pantai utara Jakarta dari Korporasi Agung Podomoro yang beredar di negara RRC. Jika hal tersebut terjadi berarti bertentangan dengan Peraturan Presiden No.54 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Jabodetabekpuncur. isinya tentang Kelangkaan lahan bagi warga ibukota. Jadi pulau reklamasi diperuntukan bagi warga jakarta bukan warga daerah lain apalagi orang asing.

Eskalasi semakin membuncah dengan beredarnya video di media sosial  dimana seorang reporter TV swasta yang sedang melalukan reportasi di daerah pulau reklamasi mendapat perlakuan intimidatif dari pihak keamanan pulau tersebut. Bahkan sang reporter  dilarang keras melintas laut di area pulau reklamasi. Masalah lainya adalah nelayan sekitar pantai utara semakin sulit secara ekonomi dan berangsur digusur ke rusunawa minus pekerjaan yang jelas, selama ini keahlian mereka adalah melaut.

Kondisi ini memicu munculnya relasi kelompok kaya dan miskin, relasi yang menguasai dan dikuasai, relasi antara yang menindas dan yang tertindas dimana mirip masa kolonial walaupun bermutasi dalam bingkai lebih halus. Inti permasalahanya adalah ketidakadilan dimana yang kaya semakin kaya dan dimanjakan dilain pihak rakyat yang miskin semakin miskin dan termarjinalkan. Suka tidak suka, mau tidak mau akan muncul dialetika sosial perjuangan kelas dari kaum miskin dan termarjinalkan untuk mencapai keadilan, yang disebut Karmarx sebagai sosialisme atau Marhaenisme dalam istilah Bung Karno. Marhaen  merupakan terminologi lain dari rakyat Indonesia atau pribumi, yang memiliki alat produksi namun (masih) tertindas.

Isu inilah yang lempar  oleh Anies kemudian menjadi perdebatan sengit antara yang pro dan kontra yang memenuhi laman laman media sosial dan meanstream. Purwo (2017) memang pernah melontarkan gagasan, perlu adanya pemikiran dan tindakan radikal untuk mendobrak stagnasi demokratisasi di Indonesia. Sementara isu pribumi adalah isu paling radikal pada jaman penjajahan ketika pada aktivis politik etis berjuang menuntut keadilan untuk kaum pribumi. Esensi isunya sama yakni keadilan untuk semua. Situasi dan kondisinya relatif sama yakni yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, orang orang berkuasa dan berpunya enggan berbagi kue kesejahteraan kepada rakyat banyak, jarak antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar, maka isu "radikal" pribumi menjadi demikian efektif dan bertenaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun