Mohon tunggu...
Sri MewanLestari
Sri MewanLestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sastra Indonesia fakultas ilmu budaya Universitas Andalas

Bismillahirrahmanirrahim

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Broken Home

2 Maret 2021   19:48 Diperbarui: 2 Maret 2021   19:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pernah menjadi seorang  yang teramat riang hingga akhirnya aku pendiam. Aku pernah menjadi seorang yang teramat optimis hingga akhirnya aku pesimis. Aku pernah merasa menjadi orang yang teramat bahagia hingga akhirnya aku terluka.

Aku pernah menjadi seorang yang teramat peduli hingga akhirnya aku tak peduli. Dan aku pernah menjadi seorang yang percaya diri hingga akhirnya aku menjadi insecure.  
 Ini berawal disaat aku kelas 3 SMA,  pada masa itu dimana aku merasakan sedihnya penghujung putih abu-abu,dan hancurnya diri akibat masalah keluarga ku.

Ya aku bukan seburuntung kalian yang memiliki keluarga mungil bahagia. Aku dulu pernah merasakannya, tetapi disaat ekonomi keluarga ku krisis. Keluarga ku bak di ujung tanduk yang hampir patah.  

Praaaaak!!  
Aku tersentak dari tidur ku  
Aku mencoba mencerna perkataan  orang tua ku sambil mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya utuh. Tak terbendung air mata ku mengalir deras dipipi ku sampai aku terisak-isak.  
"Ya sudah kita cerai saja", terdengar suara ibu  sambil menangis  
"diaaaaam" aku teriak sambil menahan air mata ku  
Mendengar teriakan ku, ayah bergegas ke kamar dan tidak berkata apapun dan ibu tidur bersama ku.  
Ooh padahal masih tengah malam,di saat aku dan adik ku sedang terlelap pulas dalam mimpi indah kami. Aku terbangun dan menyaksikan kejadian yang membuat ku sangat terpukul. Aku menjadi salah satu murid yang di bilang pandai dalam kelas ku seolah aku menjadi murid yang paling bodoh.  

Keesokan paginya aku bergegas bangun untuk pergi ke sekolah.  

"duuh mata ku sembab,pasti gara-gara yang tadi malam" ujar ku sambil bercermin memperhatikan diri ku yang tidak ada semangat pagi itu.  
Aku cepat-cepat bersiap,agar tak ada yang melihat mata ku yang sembab ini. Aku berusaha menutupi mata ku yang sembab dengan bedak tapi tidak ada perubahannya.  

Seperti biasa aku selalu menaiki bus saat aku pergi ke sekolah.  Di dalam bus aku hanya bisa menunduk dan masih mengingat kejadian tadi malam di rumah ku. Aku tak pernah melihat kedua orang tua ku seperti itu, tapi kenapa mereka tiba-tiba saja bertengkar hebat seperti itu. Air mata ku tak terasa menetes dipipi ku dan cepat ku usap dengan tisu agar tak satu pun teman ku mengetahuinya. 

Sesampainya di sekolah,aku memutuskan untuk menunduk sepanjang jalan agar tidak di perhatikan murid yang lain.  " Kriiiiiing"  
Bel sekolah berbunyi pertanda seluruh anggota sekolah melaksanakan upacara seperti biasanya.  
Aku memilih barisan paling belakang, padahal aku termasuk siswi yang pendek di kelas ku. Selama upacara berlangsung aku hanya bisa tertunduk dan hanya memandangi rerumputan yang aku pijak.  
" kau kenapa? Sakit?" tanya Inul khawatir.  
"Aku gak papa kok" jawab ku tetap menunduk.  
Aku memiliki 3 sahabat Intan,Naura,dan , Riri kami bersahabat dari pertama masuk SMA. Mereka selalu ada disaat suka maupun duku. Tapi masalah kali ini aku berusaha menutupi nya dari mereka, karena aku merasa bahwa ini adalah masalah pribadi yang tidak pantas diceritakan kepada siapapun. Akhirnya upacara selesai  leher ku terasa ingin copot karena  lama menunduk selama upacara berlangsung.   Aku memilih duduk di koridor depan kelas ku sambil menunggu guru datang, aku tidak ingin bergabung dengan teman ku yang lain di dalam kelas.  
Aku hanya bisa termenung, dan sesekali melihat layar ponsel ku.  
"Baaaa!!"  
" kamu kenapa sih, gak biasanya murung gini?" tanya Riri heran.  
Aku hanya menjawab dengan tersenyum. Saat itu aku berusaha membendung air mata ku yang serasa ingin mengalir deras.  
Ya, aku juga merasa heran mengapa aku menjadi pendiam, dan tidak banyak bicara. Aku masih mengingat dan menyimpan erat di memori ku kejadian tadi malam.  
" ayo cerita, aku tau kamu lagi ada masalah", tanya Intan penasaran.  
Sahabat ku yang satu ini telah merasakan apa yang sedang aku alami. Sejak dia SMP ayah dan ibunya sudah berpisah, dan kini dia hanya tinggal bersama ibu dan saudaranya.  
Aku hanya bisa menatap mereka,dan biarkan mata ku yang berbicara.  
" yok ke kantin, kita makan banyak-banyak",
Tak tertahan,aku menangis sejadi-jadinya.  
"hey, kamu kenapa? Apa yang terjadi?"  
Tanya mereka heran, dan ikut panik melihat ku yang tiba-tiba menangis.  
Mereka berusaha menenangi ku. Aku mulai tenang dan menceritakan apa yang terjadi tadi malam di rumah ku, kembali air mata ku terjatuh aku mengis sampi kepala ku terasa sakit, badan ku ikut lemas.  
Mereka mengantarkan ku ke UKS, melihat mata ku yang sangat sembab ibu UKS terheran melihat kondisi ku.  
" ada apa nak ?", tanya ibu UKS itu sangat khawatir.  
" dia hanya sakit kepala saja Bu", jawab Naura yang ingin membela ku.  
Mereka kembali ke kelas dan kini aku sendirian di UKS, aku hanya terbaring lemah dan air mata ku tak berhenti mengalir.  
Hari senin, menjadi hari yang menyenangkan tentunya kini menjadi hari yang paling menyedihkan. Selama pelajaran dimulai, aku hanya memilih tetap di UKS dan tidak mengikuti pelajaran sama sekali.  
Teman-teman ku yang lain heran melihat aku yang tak kunjung masuk kelas, aku termasuk juara kelas di kelas ku, dan tidak pernah libur atau tidak mengikuti pembelajaran seperti biasa. Tapi hari itu, hari yang sangat sulit untuk di jelaskan pada siapa pun. Hari dimana aku benar-benar rapuh dan hancur.  
 

Ayah dan ibu ku sudah bercerai, dan aku memutuskan agar tidak akan sekolah lagi. Mereka hanya mementingkan ego mereka, tanpa memikirkan masa depan ku . Disitu aku diberi pilihan oleh ibu ku.  
" kamu ikut ibu, atau ayah nak?" tanya ibu ku  
Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan ibu,aku benci aku sangat benci. Aku memutuskan untuk tinggal bersama nenek ku. Dan kini aku hanya menganggur, masa depan ku hancur dan aku hanya bisa melihat teman-teman ku yang lain lulus SMA sedangkan aku menjadi anak seperti tidak memiliki keluarga.  
Orang yang dianggap spesial yaitu sebuah keluarga, orang-orang terdekat, itu lah yang bisa menyebabkan seseorang depresi dan mengalami luka batin yang mendalam. Apalah daya sebuah keluarga yang sudah hancur, karena keegoisan kedua belah pihak tanpa memikirkan nasib dan masa depan anak-anaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun