Mohon tunggu...
SRI MARYATI
SRI MARYATI Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

Penikmat sastra, demi memuaskan hasrat aksara yg mengembara. Bagi yg suka baca cerita fiksi seperti cerpen, cerbung, dan series bisa mampir ke akun karyakarsa ku ya, link di bawah⬇️ https://karyakarsa.com/Xuri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Gadis Penyuka Langit Biru

14 Mei 2019   06:58 Diperbarui: 14 Mei 2019   07:06 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumberpict:pxhere.com

Di pagi hari yang sangat cerah dan matahari memancarkan sinar ke-emasannya, mata indah kecoklatan itu tak henti-hentinya melirik jendela yang terbuka. Sesekali, gorden yang bermotif bunga Mawar itu melambai-lambai ditiup sang angin yang mengembara. Terdengar suara gaduh di luar, sorak-sorai anak-anak yang tengah bermain seperti mempunyai dunia sendiri.

 Kini Melodi telah selesai dengan kegiatan belajarnya, ia sekarang bisa duduk manis di jendela dengan riang. Sambil menatap ke arah langit  yang berwarna biru nan indah, dihiasi dengan awan yang seperti permen kapas  lembut dan manis.
Suara sorak-sorai mereka kembali terdengar, tak jauh dari jendela itu ada lapangan tempat semua anak kampung  bermain ria disana. 

Terkadang raut wajah ceria Melodi di singgahi kesedihan. Tat kala ia sempat berfikir kenapa ia tidak bisa bermain seperti mereka? Pergi keluar dan menikmati pemandangan yang indah, bermain bersama teman-teman, dan memandangi langit dengan corak kebiruannya dengan amat puas.


Mungkin karena Melodi berbeda, sejak kecil ia memang tidak punya kemampuan untuk berjalan alias "Lumpuh". Hari-harinya hanya di penuhi oleh rutinitas yang sama setiap harinya. Dengan pemandangan kecoklatan dari dinding rumah yang terbuat dari kayu telah menua dimakan usia. Kamar dengan meja belajar kecil namun sangat nyaman untuk dipakai belajar. Dan tak lupa, jendela kamar yang kecil namun bisa memberi keindahan nyata bagi mata  juga tidak bisa di tinggalkan.

Semua itu yang menemani hari-hari Melodi yang terlihat membosankan bagi kita, tetapi istimewa dan tak ternilai bagi Melodi. Ia masih bersyukur walau sedih tidak bisa berjalan. Setidaknya ia masih memiliki mata yang tuhan berikan  untuk menikmati keindahan alam ciptaanya. Dan anggota tubuh lainnya yang semuanya normal seperti anak-anak kebanyakan.


Dari waktu ia bisa belajar, tidak ada suatu kekurangan nyata membawa bahagia namun bisa mendatangkan bahagia kalo bisa bersyukur dengan segala yang ada. Meski terlihat membosankan, kata mereka yang kini tengah berlarian sambil melempar tawa. Melodi tetap larut dalam dunia dan kebahagiaannya sendiri, walau sempat kecewa dan sedih datang menggodanya. Melodi sempat berfikir. Apa yang ada di balik pemandangan yang biru diatas sana? membentang luas seperti lautan samudra . Khayalan  dan imajinasi Melodi menari-nari di angkasa sehingga membuatnya terlena dan memangku wajah lembutnya dengan tangan mungil itu.

Melodi merasa beruntung, kotak kecil berbentuk persegi panjang itu mengenalkannya pada langit kebiruan yang indah. Sehingga kata kesepian jarang singgah difikiran maupun di hatinya. Bertanyalah pemilik suara yang terdengar dari dunia luar sana. Bahagikah kamu di dalam rumah? Apa tidak ingin pergi keluar dan menikmati udara sejuk disini. Wajah polos M elodi hanya tersenyum sambil berteriak dengan lantang.
"Tidak, Aku sama sekali tidak kesepian. Karena telinga ku selalu mendengar tawa ceria dari teman-teman yang bermain, kegiatan ku di dalam rumah belajar, dan tak kalah pentingnya mata ini di hiasi pemandangan indah yang menembus cakrawala singasana dengan hamparan langit kebiruan mempesona kesukaanku."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun