Mohon tunggu...
Sri Kasnelly
Sri Kasnelly Mohon Tunggu... Dosen

Dosen IAI An-Nadwah Kuala Tungkal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Digital Readiness pada Lembaga Pendidikan Menuju Transformasi Nyata

6 Juli 2025   21:52 Diperbarui: 6 Juli 2025   21:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Revolusi digital yang mengubah lanskap kehidupan global, sektor pendidikan menghadapi tantangan yang tidak bisa dihindari yakni berubah atau tertinggal. Namun, transformasi digital bukan sekadar memasukkan teknologi ke ruang kelas, melainkan mengubah cara berpikir, mengelola, dan menghadirkan pendidikan yang relevan dengan zaman. Di sinilah pentingnya digital readiness, bukan sebagai jargon modernisasi, tetapi sebagai fondasi nyata dalam membangun lembaga pendidikan yang tangguh, adaptif, dan berdaya saing.

Digital readiness, atau kesiapan digital, merupakan kesiapan menyeluruh yang mencakup infrastruktur teknologi, kompetensi sumber daya manusia, dukungan kebijakan institusi, serta budaya organisasi yang terbuka terhadap inovasi. Tanpa kombinasi ini, lembaga pendidikan akan mengalami digitalisasi semu, tampak modern dari luar, namun tertinggal dari transformasi esensial di dalam.

Masalahnya bukan pada kekurangan teknologi, melainkan pada ketidaksiapan sistem untuk memanfaatkannya secara efektif. Banyak institusi memiliki komputer dan jaringan internet, tetapi minim integrasi dengan proses pembelajaran dan pengelolaan akademik. Guru atau dosen yang kurang dibekali literasi digital menjadi penghambat utama implementasi Learning Management System (LMS). Sementara itu, manajemen pendidikan yang masih konvensional cenderung menolak perubahan dan memperlambat laju transformasi.

Sebaliknya, lembaga yang memiliki tingkat digital readiness tinggi justru menjadikan teknologi sebagai akselerator mutu pendidikan. Mengadopsi dan  memanfaatkannya untuk personalisasi pembelajaran, optimalisasi penjaminan mutu, hingga pengambilan keputusan berbasis data. Lembaga seperti ini mampu bersaing dalam ekosistem global yang menuntut keterbukaan, kecepatan, dan ketepatan.

Ketimpangan kesiapan digital sangat nyata di Indonesia. Lembaga pendidikan di kawasan perkotaan relatif lebih siap karena didukung oleh infrastruktur dan akses teknologi yang memadai. Namun di daerah tertinggal, keterbatasan jaringan, keterampilan tenaga pendidik, dan resistensi budaya menjadi penghambat serius. Jika kesenjangan ini tidak dijembatani secara strategis, maka transformasi digital hanya akan memperlebar ketimpangan pendidikan nasional.

Pemerintah memang telah meluncurkan berbagai program seperti Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, dan Digital Talent Scholarship. Namun, kebijakan nasional hanya akan menjadi katalisator jika direspons oleh kesiapan internal lembaga. Artinya, inisiatif harus datang dari pimpinan lembaga yang visioner, dosen dan guru yang mau belajar ulang, serta birokrasi akademik yang fleksibel terhadap perubahan.

Lembaga yang siap mampu bermigrasi ke pembelajaran daring tanpa kehilangan arah. Sebaliknya, yang tidak siap mengalami disorientasi, penurunan kualitas layanan, bahkan kehilangan kepercayaan publik. Krisis ini membuktikan bahwa digital readiness bukan hanya kebutuhan jangka panjang, melainkan tuntutan jangka pendek yang tidak bisa ditunda.

Lebih jauh, digital readiness bukan hanya alat bertahan, tapi juga senjata strategis untuk tumbuh. Lembaga pendidikan yang digital ready dapat membangun jejaring internasional, menyelenggarakan kuliah global, menerbitkan publikasi terbuka, hingga memperluas dampak sosial melalui sistem informasi yang transparan dan responsif. Dunia pendidikan harus terbuka, kolaboratif, dan berbasis data.

Maka, jika lembaga pendidikan ingin tetap relevan, digital readiness harus ditempatkan sebagai prioritas strategis. Ini bukan proyek teknis, melainkan agenda perubahan sistemik. Investasi pada perangkat keras harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan reformasi tata kelola digital. Transformasi digital sejati hanya akan terjadi jika teknologi menyatu dengan visi dan budaya institusi.

Digital readiness bukan sekadar alat bantu modernisasi, melainkan jembatan menuju transformasi pendidikan yang utuh dan inklusif. Gagasan bahwa teknologi akan menyelesaikan masalah pendidikan adalah mitos, jika tidak dibarengi dengan kesiapan sistemik. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan harus menjadikan digital readiness sebagai kompas strategis agar tidak hanya mengikuti zaman, tetapi turut membentuk masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun