Mohon tunggu...
indah yani
indah yani Mohon Tunggu... -

mahasiswa konsentrasi moneter jurusan ilmu ekonomi dan studi pembangunan universitas jember

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jika Suku bunga AS Naik, Masihkah Indonesia Diminati oleh Investor?

30 Maret 2015   10:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Suku bunga AS naik, Masihkah Indonesia diminati oleh Investor?

Oleh

Uksin Mutia Ratih dan Sri Indah Yani

Mahasiswa Konsentrasi Moneter Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Kabar mengenai rencana The Fed (Bank Sentral Amerika) yang akan menaikkan suku bunga pada 2015 mendatang bisa menjadi masalah yang krusial. Berita tersebut menjadi dukungan untuk semakin menguatnya dolar yang berkeyakinan The Fed akan menaikkan suku bunganya tahun ini. Menurut PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistiongsih menyatakan saat rapat dewan gubernur bank sentral, outlook inflasi yang akan naik dan tingkat pengangguran semakin rendah membuat the Fed tetap pada rencana semula menaikkan suku bunga Fed Fund Rate pada tahun ini. Menurut Lana, The Fed yakin target inflasi 2 persen untuk jangka menengah akan tercapai ketika harga minyak kembali naik. “The Fed juga mengatakan kondisi ekonomi AS mencatatakan ekspansi dengan kondisi pasar tenaga kerja yang solid.

Amerika memiliki hubungan yang kuat dalam perdagangan Indonesia. Kebutuhan impor Indonesia sebagaian besar dipenuhi oleh Amerika. Begitu juga dalam sisi ekspor, Indonesia memasarkan hasil industri dan alamnya ke Amerika. Selain itu dalam sisi permodalan, Indonesia mengandalkan The Fed, seperti waktu lalu adanya kebijakan Quantitive Easing mempermudah perolehan dana bagi negara lain khususnya Indonesia. Quantitive Easing merupakan bertambahnya jumlah uang yang beredar tanpa menurunkan tingkat suku bunga. Apabila kebijakan ini diterapkan di Indonesia maka dampaknya adalah hiperinflasi.

Namun dengan berakhirnya kebijakan tersebut akhir tahun 2014, hal ini juga memberi pengaruh terhadap Indonesia. Keadaan yang sama terjadi seperti sekarang,jika suku bunga AS naik, Indonesia yang merupakan negara berkembang ikut merasakan efeknya yakni salah satunya semakin ketatnya likuiditas perbankan nasional bagi sektor riil. Ketatnya likuiditas perbankan bagi sektor riil akan memperlambat pertumbuhan industri karena suku bunga naik dan mahal (khususnya bagi kredit investasi), sehingga pelaku usaha industri enggan untuk meningkatkan ekspansi usahanya.

Spekulasi investor terhadap fluktuasi rupiah

Para investor bisa saja segera beralih berebut dolar yang semakin perkasa tersebut. Dolar merupakan mata uang terkuat yang menjadi acuan semua negara. Ditengah melemahnya nilai rupiah pada saat ini akan membawa pengaruh terhadap ekspektasi pada investor terhadap rupiah. Para investor mengekspektasikan kondisi di Indonesia dengan rupiahnya yang berisiko. Meskipun penyebab melemahnya rupiah saat ini masih menjadi spekulasi bagi para ekonom. Berita pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif bagi para investor yang investasinya akan berisiko tergerus inflasi. Ditambah dengan rencana The Fed yang akan menaikkan suku bungannya dipertengahan tahun ini menjadi spekulasi para investor untuk mengalirkan dananya memegang dolar. Keadaan ini menjadi hal yang bisa mempengaruhi terganggunya stabilitas nilai rupiah di Indonesia. Terlebih kondisi neraca berjalan indonesia saat ini yang sedang buruk atau defisit. Ekspor yang tidak dapat mengimbangi meroketnya impor karena pengelolaan sumber daya yang buruk akibat tidak terjaganya efisiensi dan efektivitas pengelolaan faktor produksi. Artinya pendapatan Indonesia masih belum mencukupi pembiayaan nasional utamanya dalam pembangunan infrastruktur sebagaimana yang kita lihat bahwa sarana infrastruktur di Indonesia masih sangat kurang dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan ekonomi. Oleh karenanya pentingnya kebutuhan investasi terutama invetasi luar negeri untuk mendongkrak perekonomian. Peran modal asing menjadi penting untuk meningkatkan kebutuhan produksi dalam negeri. Tidak salah jika Indonesia menutupi kekurangan dana mengandalkan modal melaui peran penanaman modal baik dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA).

Namun ditengah kabar rencana kenaikan suku bunga The Fed, menjadi kabar yang mengkhawatirkan bagi dunia perindustrian. Para investor bisa saja menimbulkan sentimen negatif terhadap pasar dengan mengalihkan investasinya keluar untuk mengurangi risiko investasi dalam rupiah.Selain itu kondisi politik dan internal Indonesia yang menjadi pertimbangan para investor untuk memegang rupiah. Hal ini menjadi pukulan bagi Indonesia jika The Fed nantinya benar-benar menaikkan suku bunga. Mengingat kekuatan ekonomi dunia tergantung pada negara tersebut, tak terkecuali Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun