mafia minyak goreng sudah tertangkap. Mereka terdiri dari 1 orang dari pemerintahan, yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, dan 3 orang lainnya dari perusahaan CPO swasta. Nama nama mereka banyak bersliweran di media massa.Â
Baru baru ini diumumkan bahwa 4 orangItu berita yang cukup melegakan dan menggembirakan. Janji Menteri Perdagangan M. Luthfi untuk mengumumkan nama nama tersangka mafia migor terpenuhi, walaupun meleset berhari hari dan pihak Kejaksaan yang mengumumkannya.Â
Hanya sayangnya, penangkapan para mafia itu ternyata tidak menyelesaikan masalah. Harga migor, terutama yang premium, tetap tinggi. Rata rata 25 ribu/liter atau 2 kali lipat dari harga sebelumnya.Â
Padahal ketika oknum kemendag yang memberi ijin ekspor minyak sawit mentah ( CPO) sudah ditangkap, mestinya tidak ada lagi bahan baku migor berlabel 'selundupan tapi resmi' yang dikirim ke luar negeri. Artinya CPO yang menjadi jatah untuk konsumsi dalam negeri tetap terjaga.Â
Demikian pula ketika pihak swasta sudah diamankan. Seharusnya juga tidak ada lagi perusahaan nakal yang ingin meraih untung sebanyak banyaknya dengan menaikkan volume ekspor karena harga lebih tinggi.Â
Namun, logika umum tidak selalu seiring dengan logika bisnis. Harga migor tetap saja tinggi. Ibaratnya penjahat sudah ditangkap tetapi kejahatan tetap masih ada.Â
Jika alasan perusahaan menaikkan harga migor karena menyesuaikan harga pasar, sebenarnya jatah mereka untuk memenuhi pasar domestik hanya 20% dari total produksi. Hal itu sesuai dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) yang dikeluarkan Kemendag. Dengan demikian masih ada banyak keuntungan yang bisa diraih dari 80% produk yang diekspor oleh perusahaan CPO.
Jika perusahaan tersebut membandel atau melakukan upaya ilegal berkomplot dengan oknum pemerintah, orang akan bertanya tanya ; "Apa kontribusimu untuk bangsa Indonesia saat rakyat dalam kesulitan memenuhi kebutuhan migor?"
Kita memang tidak bisa meminta nasionalisme mereka karena kenyataanya banyak perusahaan Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh asing. Namun karena tumbuh dan besar di Indonesia, mestinya mereka juga ikut berkontribusi mengurangi kenaikan harga dan kelangkaan migor.Â
Migor bagi rakyat Indonesia sudah menjadi kebutuhan pokok dan strategis. Buktinya langkanya migor menjadi salah satu mesiu demo mahasiswa 11 April 2022 lalu.
Untung demo itu bisa diatasi dengan baik oleh pemerintah serta dicueki masyarakat. Apabila demo tersebut semakin membesar dan menimbulkan kerusuhan seperti peristiwa tahun 1998 silam, apa semuanya tidak rugi?Â