4. Pembuka Akses Pasar Global (Market Access Key). Banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika Utara, menerapkan aturan yang sangat ketat. Memiliki CITES Certificate yang sah adalah satu-satunya cara untuk memasukkan barang-barang tertentu ke pasar tersebut secara legal. Ini adalah bukti tanggung jawab perusahaan di mata konsumen global.
Lantas apa yang terjadi jika mengabaikan CITES Certificate?
Berikut beberapa konsekuensinya sangat serius, baik secara finansial maupun hukum jika dokumen ini tidak ada :
- Barang yang tidak memiliki sertifikat akan disita oleh Bea Cukai dan seringkali dimusnahkan untuk mencegah penyebaran penyakit atau sebagai bentuk hukuman. Serta bisa dikenakan Denda yang Sangat Besar, karena bisa berkali-kali lipat dari nilai barang itu sendiri.
- Pelaku bisa menghadapi tuntutan pidana dan konsekwensi pada hukuman penjara. Juga bisa berakibat rusaknya reputasi dari Perusahaan, karena akan dicap sebagai perusak lingkungan, yang bisa mematikan bisnis di era yang peduli sustainability ini.
Buat pelaku ekspor yang masih baru dan belum mengetahui hal ini. Bagaimana Cara Mengurus dan mendapatkan CITES Certificate ini? Berikut beberapa persyaratannya, antara lain :
- Pastikan terlebih dahulu spesies yang akan Anda perdagangkan apakah tercantum dalam Apendiks CITES I, II, atau III.
- Jika ternyata spesies yang anda perdagangkan tercantum dalam point 1 di atas. Segera Ajukan permohonan resmi beserta dokumen pendukung ke KLHK. Dokumen pendukung tersebut, diantaranya :
- Surat Keterangan Asal Usul (SKAU): Membuktikan barang berasal dari penangkaran atau hasil budidaya yang sah, bukan dari alam.
- Dokumen lain yang membuktikan kelayakan hidup satwa (untuk satwa hidup), dll.
- Penilaian Ilmiah: Otoritas Keilmuan (Scientific Authority) di negara tersebut akan menilai apakah perdagangan tersebut benar-benar tidak membahayakan populasi liar.
- Penerbitan: Jika semua syarat terpenuhi, Otoritas Pengelola (KLHK) akan menerbitkan CITES Certificate.
Adapun point pernting Isi dari Sertifikat Kepemilikan CITES (Domestik) untuk perdagangan dalam negeri, isinya hampir serupa di berbagai negara, tetapi lebih sederhana dan berfokus pada kepemilikan, misalnya:
- Nama dan identitas pemilik.
- Nama ilmiah dan umum spesies.
- Jumlah dan deskripsi spesimen (termasuk tanda pengenal seperti microchip).
- Asal-usul spesimen (misalnya: hasil penangkaran, sitaan, atau impor legal sebelumnya).
- Nomor seri dan tanggal penerbitan.
- Tanda tangan dan stempel otoritas penerbit.
Dari penjelasan di atas, jadi sebelum Anda memutuskan untuk memperdagangkan produk yang berasal dari satwa atau tumbuhan, maka  cobalah untuk menjawab tiga pertanyaan berikut ini :
- "Apakah spesies ini termasuk dalam daftar CITES?"
- "Dari mana asal usulnya? Apakah legal dan berkelanjutan?"
- "Sudahkah saya mengurus sertifikatnya dari otoritas yang berwenang?"
Sebagai Kesimpulan akhir adalah, bahwa CITES Certificate Bukan hanya Sekadar Dokumen, Tapi merupakan sebuah etika bisnis. Dalam dunia ekspor-impor yang semakin transparan dan penuh tanggung jawab, CITES Certificate adalah bukti nyata bahwa bisnis Anda bertanggung jawab secara ekologis dan legal.
Salam,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI