Mohon tunggu...
Sri Damayanti
Sri Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sri Damayanti

Damay

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Jangan Menyepelekan Kesehatan Mental Anak!

31 Juli 2021   05:11 Diperbarui: 31 Juli 2021   05:15 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi anak-anak itu sangat menyenangkan, kata mereka. Anak-anak hanya memikirkan akan bermain bola atau membentangkan layangan dengan teman-temannya sore hari nanti. Mereka juga mengatakan, anak-anak tidak memiliki beban masalah, dunia mereka penuh dengan pelangi dan hamparan bunga warna-warni. Anak-anak, tidak akan mengalami stres.

Faktanya, bukan hanya orang dewasa yang dapat mengalami stres. Anak-anak juga dapat mengalaminya. Stres pada anak adalah akibat dari serangkaian pengalaman yang dimaknai negatif dan sulit dihadapi olehnya. Salah satu faktor yang dapat membuat anak stres adalah proses belajar mengajar.

Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama satu tahun lebih. Untuk menghentikan penularan virus Covid-19, pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan di bidang pendidikan. Salah satunya adalah mengubah seluruh proses belajar mengajar dari luring menjadi daring.

Kebijakan tersebut tentu memberi dampak pada semua pihak. Baik tenaga pendidik, orang tua, ataupun peserta didik mengalami kesulitan beradaptasi dengan proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara daring. Terutama peserta didik di sekolah dasar dengan rentang usia antara 6 sampai 12 tahun.

Anak-anak dalam rentang usia tersebut pada dasarnya sangat membutuhkan interaksi sosial. Dengan ruang gerak yang dibatasi, anak-anak menjadi kesulitan melakukan eksplorasi dan berkreasi. Kondisi ekonomi keluarga setiap anak juga berbeda-beda, banyak anak tidak memiliki fasilitas yang dapat menunjang proses belajarnya. Hal-hal tersebut akhirnya akan memberikan dampak negatif, salah satunya pada kesehatan mental anak.

Di Indonesia beberapa persoalan kesehatan mental anak saat pembelajaran daring adalah kecanduan gawai yang berdampak pada perubahan suasana hati, mudah tersinggung, mudah marah, mengalami kebosanan, pola tidur terganggu, serangan cemas karena takut ketinggalan pelajaran hingga depresi. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, anak-anak membutuhkan peran guru dan orang tua.

Ketika seorang anak ketinggalan pelajaran dari teman-teman seusianya, bagaimana cara kita membantu anak tersebut belajar mengejar ketertinggalannya?

Hal pertama yang harus dilakukan untuk membantu anak itu adalah mendengarkan suaranya. Tentu maksudnya bukan hanya mendengar anak itu berbicara. Namun, mendengarkan pendapatnya, mencari tahu apa alasan yang membuatnya mengalami ketertinggalan, dan usahakan untuk selalu menjawab pertanyaannya dengan kata-kata yang positif. Setelah mendengarkan suaranya, tentu kita akan tahu apa yang membuat anak itu kesulitan, apa yang dibutuhkannya, dan apa yang harus kita lakukan untuk membantunya.

Anak yang mengalami ketertinggalan pelajaran bukan berarti harus berlari sprint untuk mengejar ketertinggalannya. Mereka memang butuh belajar, tapi mereka juga tetap butuh waktu untuk bermain. Bermain dengan teman bukan hanya sekadar hiburan untuk anak, tapi juga proses belajar. Salah satunya adalah mengasah empati anak. Misal, ketika temannya terjatuh saat bermain kejar-kejaran anak akan belajar untuk membantu temannya berdiri dan berlari lagi.

Sebagai tenaga pendidik maupun orang tua. Jangan pernah memvalidasi bahwa anak yang mengalami ketertinggalan pelajaran adalah anak yang bodoh, tidak memiliki potensi, atau bahkan mengatakan anak itu tidak bisa melakukan apapun. Apakah dengan melakukan hal tersebut pada anak-anak akan membuat mereka bangkit? Tentu saja tidak! Justru, anak-anak itu akan semakin tertinggal dan percaya bahwa dirinya memang bodoh, tidak memiliki potensi dan tidak akan bisa mengejar ketertinggalannya.

Lalu, bagaimana cara memotivasi anak supaya tetap semangat belajar meskipun proses belajar mengajar dilakukan secara daring?

Banyak yang bisa kita, baik sebagai tenaga pendidik maupun orang tua untuk memotivasi anak kita untuk semangat dalam melakukan pembelajaran daring. Dimulai dari membuat lingkungan belajar yang menyenangkan, menanamkan sifat optimis pada anak, dan more play time!

Membuat iklim lingkungan belajar yang menyenangkan membutuhkan kerja sama antara guru dan orang tua siswa. Peran guru dalam membuat suasana belajar yang menyenangkan dapat dilakukan dengan cara menyampaikan materi ajar dengan lebih menarik. Guru dapat menggunakan video pembelajaran atau membuat kegiatan sederhana yang dapat dilakukan anak di rumah. Jadi, anak tidak akan mudah bisa karena dapat bergerak aktif meskipun tetap di dalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun