“Kamu tuh cah ayu, masih muda, la mbok ya cari pria yang masih bujang, masih legan, durung duwe anak bojo. La kok malah ngganggu suamiku. Apa kamu sudah buta to Sar, kok ngrebuti bojone uwong.” Aku duduk termangu, agak dongkol mengingat kata kata Yanti istrinya kang Parman. Belakangan memang kang Parman sering ngajak jalan jalan pake mobil barunya yang bagus, mulus, wangi, pokoknya angler kalau naik mobilnya. Kadang ke mol atau makan di restoran. Aku dikenalkan aneka makanan yang menurutku mewah.
Tapi bukan berarti mau merebut suami orang to, wong cuma jalan jalan gitu aja kok. Ya kalau kang Parman suka sama aku kan bukan salahku, makanya jadi istri harus pinter merawat diri. Kilahku pada Yanti tempo hari. Yanti istri kang Parman memang nggak pernah dandan, jangankan bedhakan, menyisir rambut saja kayaknya nggak pernah. Nggak heran to kalau kang Parman jadi mata keranjang. “Sar, mbok kamu tuh nggak usah mau kalau di ajak pergi kang Parman.” Kata simbok suatu hari. “Malu, Sar, masih banyak perjaka perjaka yang mau sama kami, kok yo milih bojone wong.”
Hhhh .. sama saja, podo wae, wong ming jalan jalan kok di kiro rep ngrebut bojone tanggane. Anyel. “Saaar … Saaar … ki lo di cari den Yanti .” teriak Simbok dari luar. Waduh. (bersambung)