Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membebaskan Saluran Aspirasi dari Narasi Radikalisme dan Anarkisme

15 Oktober 2020   07:24 Diperbarui: 15 Oktober 2020   07:41 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melek Literasi - jalandamai.org

Sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi demokrasi, menyampaikan aspirasi di Indonesia tentu merupakan hal yang wajar. Bahkan, undang-undang menjamin kebebasan setiap orang untuk berekspresi dan menyampaikan aspirasinya di depan umum. Setiap orang diperbolehkan menyampaikan apa saja. Sebuah kondisi yang mungkin sulit terjadi ketika masa orde baru. Kini, protes, unjuk rasa, merupakan hal yang biasa. Bahkan, mengkritik di social media atau media mainstream juga merupakan hal biasa.

Dengan adanya jaminan dan kebebasan ini,  bisa dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan positif. Masyarakat bisa saling berdiskusi, saling menambah informasi, dan saling bertukar pikiran. Kritik yang membangun justru akan menyehatkan. Berbeda pandangan atau pendapat, justru akan mendewasakan demokrasi itu sendiri. Karena itulah di Indonesia juga mengadopsi nilai-nilai musyawarah. Dengan musyawarah diharapkan bisa mendapatkan mufakat, jika terjadi perselisihan.

Di era milenial ini, banyak sekali sarana yang bisa dijadikan saluran untuk menyampaikan aspirasi. Dan kemunculan media sosial ini, ternyata menjadi sarana yang paling banyak dilirik oleh semua orang. Banyak masyarakat dari usia muda hingga tua, berargumentasi, berekspresi dan menyampaikan aspirasinya di sini. Mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, bahkan anggota dewan dan pejabat negara pun, aktif menggunakan media sosial sebagai saluran aspirasi.

Ketika dinamika di dunia nyata begitu cepat, merembet ke dunia maya. Ketika tahun politik misalnya, penyampaian aspirasi di dunia maya begitu masif. Semuanya itu dilakukan untuk mendapatkan simpati publik. Disisi lain, kelompok radikal juga masif beraktifitas di dunia maya. Mereka terus menyebarkan propaganda radikalisme dengan berbagai cara. Ini artinya apa? Semua orang bertarung untuk mendapatkan simpati publik melalui saluran aspirasi di dunia maya.

Persoalannya, masih banyak masyarakat kita, baik muda ataupun tua, biasa hingga pejabat negara, terkadang belum bisa membedakan informasi yang benar atau tidak ketika beraktifitas di media sosial. Banyak orang yang mengumbar kebencian, tanpa mempersoalkan substansi. Banyak orang selalu mencari kejelekan, padahal dibaliknya banyak terdapat kebaikan. Bibit intoleransi ini nyatanya sudah banyak merambah sebagian masyarakat. Ditambah lagi perilaku sharing sebelum saring, membuat informasi hoaks, provokasi dan pesan kebencian itu begitu masih terjadi di saluran apsirasi dunia maya.

Saatnya sebagai generasi penerus, kita semua aktif menyebarkan nilai-nilai kearifan lokal. Saatnya kita menyebarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting agar kita tidak keluar dari jatidiri sebagai masyarakat Indonesia. Hal ini penting agar kita bisa tetap menjaga saluran aspirasi ini, baik yang ada di dunia maya ataupun nyata, dengan tetap menjaga toleransi, nilai kemanusiaan, persatuan dan kesatuan. 

Dalam kondisi apapun, termasuk di masa pandemi ini, kita semua harus tetap saling tolong menolong, jangan saling menceraiberaikan. Kita semua harus tetap saling menguatkan dan meringankan beban, bukan menebar onar dan ketakutan di tengah masyarakat. Salam toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun