Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila dan Ketegasan Menolak Paham Radikal

1 Oktober 2020   14:19 Diperbarui: 1 Oktober 2020   14:57 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika, jalandamai.org

September dan oktober merupakan bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ibarat perayaan musiman, isu komunisme selalu saja 'digoreng' oleh pihak-pihak yang merasa paling benar. Dan media massa, seringkali juga 'menggoreng' isu ini. 'Goreng menggoreng' isu pada dasarnya sudah merupakan hal yang biasa terjadi di negeri ini. Namun sangat disayangkan, jika informasi yang dimunculkan sengaja disesatkan, dan masyarakat yang tingkat literasinya masih rendah, akan berpotensi mudah terprovokasi.

Isu komunisme ini biasanya akan dihubungkan dengan Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila tersebut, dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Padahal, sila-sila tersebut diambil dari nilai-nilai yang lahir dan berkembang dari tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Entah kenapa setiap akhir September dan awal Oktober, isu ini selalu saja dimunculkan.

Terlepas ada motif apa dibalik 'penggorengan' isu tersebut, sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa lebih jeli. Pada titik inilah penguatan literasi perlu dilakukan. Dengan memahami isu secara utuh, kita akan bisa memahami informasi tersebut secara utuh pula, tidak sepotong. Sehingga, jika ada sebagian masyarakat yang terus menggoreng isu ini setiap akhir September dan awal Oktober, kita tidak tidak akan terpengaruh.

Begitu juga dengan lanjutan isu yang seringkali muncul setelah isu komunisme digoreng, yaitu isu khilafah. Isu khilafah ini ini tetap perlu diwaspadai karena seringkali menjadi lanjutan isu. Isu apapun yang dimunculkan oleh kelompok intoleran, selalu saja diikuti dengan isu khilafah. Persoalan komunisme dijawab dengan khilafah. Keberagaman dijawab dengan khilafah. Apapun persoalannya, selalu saja dijawa dengan khilafah.

Padahal, para pendahulu kita telah menegaskan dan meneguhkan tentang nilai-nilai yang disebut Pancasila. Diskusi tentang Pancasila sudah final, dan telah dijadikan sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Jika masih ada pihak yang mempersoalkan komunisme, tapi justru mengusulkan khilafah, sejatinya mereka bukanla seorang Indonesia. Keduanya sudah final dilarang di Indonesia, tidak perlu didiskusikan atau diperdebatkan.

Pancasila jelas-jelas menolak komunisme, khilafah, radikalisme dan segala bentuk intoleransi. Pancasila menghargai segala bentuk beragaman. Pancasila tetap sejalan dengan semua agama yang ada di Indonesia. Tidak hanya mengakui Islam, Pancasila juga mengakui Hindu, Budha, Katolik, Protestan ataupun Konghucu. Pancasila mengakui semua agama. Pancasila juga menganjurkan untuk saling memanusiakan satu dengan yang lain, saling menyatukan keberagaman Indonesia dari Aceh hingga Papua. Itulah kenapa jika bukan berlebihan, jika di Pancasila dijadikan sebagai dasar negara dan falsafah negara. Salam toleransi dan salam damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun