Mohon tunggu...
Sovia Margaretta Asi Simbolon
Sovia Margaretta Asi Simbolon Mohon Tunggu... Guru - Senang membaca dan berbagi ilmu

Berdiskusi kepada Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehangatan Cinta Antara Guru dan Siswa

14 Maret 2018   12:30 Diperbarui: 15 Maret 2018   10:28 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang kita tanam itu yang kita tuai. Pepatah itu mengajariku untuk menyebarkan ketulusan kepada semua orang tanpa melihat perbedaan. Profesi sebagai guru selalu kutanam benih ketulusan kepada siswaku agar benih itu pun tumbuh dan menyebar kemana-mana. Sekarang benih ketulusan itu kutuai melalui siswa yang pernah kuajar. Siswa itu bernama Rizka Wiani.

Kuteringat saat mengikuti pelatihan sertifikasi pada bulan Oktober 2017 di Medan, aku tak punya tempat untuk menginap. Jika menyewa rumah, pasti membutuhkan biaya yang besar, apalagi menginap di hotel. Kebetulan kondisi keuanganku saat itu menipis karena sibuk mengurus berkas-berkas sertifikasi, menghadiri pesta di mana-mana meski aku tak pernah pesta kata orang sekitar. Entah pesta apapun itu kadang kuhadiri kalau tak sibuk. 

Iseng-iseng kuhubungi Rizka. Eh...dia langsung respon. Kukatakan niatku agar dia mencarikan kos selama aku pelatihan. Herannya, dia memaksaku untuk menginap di rumah kosnya. Kuurungkan niatku untuk tinggal di tempatnya. Dia selalu membujukku untuk tinggal di tempatnya. Akhirnya, kuputuskan untuk tinggal di tempatnya. Sampai di stasiun kereta api Medan, dia sudah menungguku. Tawa sumringahnya menyambutku, langsung menyalam jemariku sambil membawa jemariku ke keningnya. Hal itu dilakukannya, untuk menunjukkan rasa hormat dan rindunya kepadaku. Saat pelatihan di medan, pulang -pergi menjemputku dan mengantarku dari kos ke tempat pelatihan (UNIMED).

Kuteringat saat temannya berdatangan ke rumah kosnya. Kehangatan keluarga mengahampiri mereka saat memberi kejutan sama Rizka. Kejutan kue tar mengantar Rizka pada hari jadinya. Aku pun ikut-ikutan jadi mahasiswa bersama mereka. Tiup lilin dan potong kue menjadi hiasan di hari jadinya, dan suasana pun semakin indah. Kehangatan keluarga semakin lengkap dengan BrightGas yang mampu menyiapkan makanan yang lezat di hari jadi Rizka. Dengan senang hati, Rizka mengenalkanku pada teman-temannya. Mereka semua memanggilku kakak kecuali Rizka. Dia selalu memanggilku ibu. Teman-temanya heran dan tak percaya kalau aku adalah gurunya semasa dia SMA. Mereka pun berbisik-bisik dan senyum-senyum melihat kecilnya badanku dan kurusnya. Mungkin mereka masih tak percaya bahwa aku gurunya Rizka. Kulihat sifat Rizka itu orangnya supel, tulus berteman, dan senang menolong orang. Dari berbagai suku, agama, dan kepercayaan ditemaninya. Ada yang Islam, Keristen, Budha bahkan menganut kepercayaan ditemaninya. Kulihat toleransinya begitu kuat saat bersama dengan teman mahasiswanya.

Rizka selalu menganggapku sebagai kakak kandungnya. Selama di rumah kosnya, dia menghangatkan susu sebelum kutidur, dia menghidangkan nasi dan lauk di depanku, dan mengingatkanku untuk selalu mandi. Mengambil jemuranku di pagar jika aku pulang lama saat pelatihan di UNIMED. Kuterkejut saat dia membawa namaku dalam doanya agar aku berhasil dalam hidup. Dia juga tak ingin aku lelah dan capek. Dia mengingatkanku agar selalu belajar pada saat pelatihan. Dia ikut andil juga saat membuat power point ku yang ingin dipresentasikan di depan mentor UNIMED. Kami pun jadi begadang karena asyik mengetik dan mengedit. Fokus belajar itu yang utama. Hal itu selalu dikatakannya. Tak lupa dia mengupas jahe untukku agar kukunyah setiap hari sehingga pita suaraku bagus di kala pelatihan.

Hatiku tersentuh saat dia mengasihiku dengan tulus. Dia tak memandang perbedaan meski aku berbeda secara agama dan suku. Toleransi kami begitu kuat sebagai guru dan siswa. Mataku selalu berputar melihat aksinya yang begitu perhatian dan mengasihiku dengan tulus. Aku pun bertanya-tanya kepadanya tentang kebaikannya. Aku kagum mendengar jawabannya. Dia berkata, "Ibu kan guru saya, wajar saya mengasihi ibu karena ibu lebih dulu menanamkan kasih yang tulus kepada kami saat kami menjadi siswa ibu. Ibu ngak pernah mau menerima uang atau hadiah saat hari guru atau kenaikan kelas. Karena ibu pernah mengatakan bahwa ibu akan menerima hadiah ketika kami sukses dalam bekerja dan berkarakter. Tiket garuda pulang balik Medan-Bali itulah hadiah yang harus kami berikan jika kami berhasil." Tawaku renyah mendengar ucapanku yang pernah kukatakan pada mereka. Hatiku berbisik pada Sang Khalik, "Semoga Tuhan selalu memberkati Rizka di mana pun dia berada, kelak menjadi guru sejarah yang profesional dan guru yang menyebarkan kasih yang tulus."

fb-img-1520076603603-324x243-5aa8b988f13344515d52ff92.jpg
fb-img-1520076603603-324x243-5aa8b988f13344515d52ff92.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun