"Masa tanamnya setahun sekali, antara bulan September atau Oktober sehingga dipanen sekitar Januari atau Februari, dengan lama penanaman antara 4 hingga 5 bulan," jelas Amir.
Sayangnya lahan yang mereka tanami padi darat setiap tahunnya menurun, tidak seperti sawah yang jumlahnya tetap. Hal ini dikarenakan berubahnya lahan, menjadi perkebunan karet dan sawit bahkan berubah menjadi lahan pertambangan batubara.
Bibit padi darat yang dikumpulkan Dinas TPH ini nantinya akan di kirimkan ke Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi di Sukamandi Provinsi Jawa Barat. Tujuannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan untuk menciptakan padi jenis baru yang lebih tahan hama dan kualitas baik. Selain itu untuk melestarikan warisan nenek moyang yang teknologinya sangat sederhana dan cocok bagi lahan di Bumi Seganti Setungguan.
"Mempertahankan kemurnian jenis padi varietas lokal ini. Sebagai bagian dari warisan budaya nenek moyang yang harganya tak ternilai. Karena apabila tidak didata dan disimpan nantinya ditakutkan varietas lokal ini akan hilang begitu saja. Padahal ini termasuk bagian dari identitas kedaerahan kita, kearifan lokal," tegas Amir.
Padi Darat Warisan Kearifan LokalÂ
Dan sebagai warisan budaya dan kearifan lokal nenek moyang, bukan tidak mungkin jumlahnya lebih dari 10 ini. Karena setiap wilayah desa/kelurahan dan kecamatan ada yang memiliki kesamaan tapi ada pula yang berbeda.
Kembali ke masa 2010 lalu, penulis juga menulis tentang cerita rakyat Padi Kiling Emas. Yang didapat dari Desa Padang, Kecamatan Merapi Selatan, Lahat. Saat itu di salah satu ladang milik warga setempat terdapat tinggalan batu tapak puyang. Sebagai penanda bahwa saat itu Puyang Patidar mengucap sumpah dan larangan pada anak cucu. Aturan adat di beberapa desa di Lahat juga mengatur tentang cara menjemur padi, hingga sedekah tanam dan sedekah setelah panen.